Sabtu 05 Jun 2021 07:30 WIB

ILO: Krisis Ketenagakerjaan Belum akan Pulih Hingga 2023

ILO: Krisis Ketenagakerjaan Belum akan Pulih hingga 2023.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
ILO: Krisis Ketenagakerjaan Belum akan Pulih Hingga 2023
ILO: Krisis Ketenagakerjaan Belum akan Pulih Hingga 2023

Berdasarkan laporan yang diterbitkan Organisasi Buruh Internasional (ILO), yang merupakan organisasi di bawah naungan PBB, pertumbuhan ketenagakerjaan global tidak akan pulih ke tingkat seperti sebelum pandemi hingga 2023.

Laporan bertajuk "World Employment and Social Outlook 2021" yang diterbitkan pada Rabu (02/06) memproyeksikan, sedikitnya 220 juta orang diperkirakan akan menganggur tahun ini dan hanya hanya akan ada sedikit perbaikan pada 2022.

Pandemi virus corona memberikan dampak negatif pada pasar tenaga kerja global. Pemulihan yang lambat memproyeksikan angka pengangguran pada 2022 mencapai angka 205 juta orang. Angka ini jauh di atas angka pengangguran pada 2019, yakni sebanyak 187 juta orang.

"Pertumbuhan lapangan kerja tidak akan cukup untuk menutupi kerugian yang diderita hingga setidaknya tahun 2023," demikian kata laporan itu.

Kehilangan pekerjaan memicu kemiskinan baru

Hilangnya pekerjaan secara besar-besaran telah berdampak buruk pada ketidaksetaraan global di mana perempuan, kaum muda, dan orang-orang yang bekerja pada sektor informal menjadi pihak yang paling terpukul.

Laporan ILO menyebutkan bahwa sekitar 108 juta lebih orang telah jatuh ke dalam kemiskinan atau kemiskinan ekstrem sejak  2019.

"Lima tahun kemajuan menuju pemberantasan kemiskinan yang dilakuan telah digagalkan," bunyi laporan itu.

ILO memperkirakan bahwa sekitar 30 juta pekerjaan baru dapat diciptakan di seluruh dunia jika pandemi tidak melanda. Namun, pandemi banyak menyebabkan usaha kecil bangkrut atau menghadapi kesulitan besar.

'Dunia kerja akan berbeda'

Direktur Jenderal ILO Guy Ryder berbicara dengan DW tentang dampak pandemi terhadap pekerjaan dan risiko pemulihan yang tidak merata.

"Pada kondisi saat ini, saat pemulihan sedang berlangsung, ada risiko besar bahwa dunia kerja kita dapat menjadi lebih tidak setara karena kita melihat pemulihan yang kuat dan prospek yang cukup baik bagi mereka yang berada di negara berpenghasilan tinggi dan pekerjaan dengan keterampilan tinggi, tetapi sebaliknya bagi mereka yang berada di situasi sebaliknya," kata Ryder.

Ryder membahas kemungkinan dampak perusahaan yang berusaha menyederhanakan rantai pasokan global mereka yang mungkin memiliki efek "mendalam" pada proses produksi di seluruh dunia.

Ia pun menambahkan bahwa meskipun dia yakin jumlah pekerjaan pada akhirnya akan kembali ke tingkat seperti sebelum pandemi, "dunia kerja akan berbeda dan tantangan di depan kita adalah memastikannya lebih baik", semuanya bergantung pada kebijakan mana yang dipilih.

Muncul lapangan kerja 'berkualitas buruk'

Laporan tersebut juga memprediksi awal dari pertumbuhan pekerjaan yang tidak merata pada paruh kedua 2021 dengan penciptaan 100 juta pekerjaan baru tahun ini. Namun, lapangan kerja yang diciptakan sering kali berkualitas buruk.

"Lebih buruk lagi, banyak pekerjaan baru yang diciptakan memiliki produktivitas rendah dan kualitas buruk," kata laporan itu.

Stefan Kühn, ekonom ILO yang merupakan penulis utama laporan tersebut, mengatakan kepada Reuters bahwa "pengangguran tidak memengaruhi pasar tenaga kerja".

Dampak sebenarnya jauh lebih besar ketika pengurangan jam kerja diperhitungkan. Namun, tidak semua negara mengalami hal serupa. Ketika AS mulai kembali banyak membuka pekerjaan baru, banyak pekerja di Eropa malah terjebak pada skema pengurangan jam kerja.

rap/as (AP, Reuters)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement