Kamis 03 Jun 2021 13:48 WIB

Viral Harga tak Wajar, Camat Cisarua Tegur Pemilik Kedai

Sebuah nota dari kedai di kawasan Puncak viral karena dinilai terlalu mahal.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Mas Alamil Huda
Petugas Satpol PP Kabupaten Bogor menertibkan pedagang kaki lima (PKL) di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/6). Ratusan lapak PKL di kawasan wisata Puncak, Bogor, ditertibkan Satpol PP karena menjadi pusat kerumunan wisatawan saat pandemi Covid-19.
Foto: ANTARA /Yulius Satria Wijaya
Petugas Satpol PP Kabupaten Bogor menertibkan pedagang kaki lima (PKL) di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/6). Ratusan lapak PKL di kawasan wisata Puncak, Bogor, ditertibkan Satpol PP karena menjadi pusat kerumunan wisatawan saat pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Sebuah kedai makan di kawasan Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mendadak viral di media sosial karena memberi harga makanan yang dinilai tak wajar. Mendapat laporan tersebut, Camat Cisarua, Deni Humaedi, mendatangi dan menegur pemilik kedai.

Sebelumnya, sebuah nota dari kedai di kawasan wisata Puncak, tepatnya di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, viral di Twitter karena dinilai terlalu mahal untuk harga makanan di sebuah kedai.

Dalam nota tersebut, tertera harga untuk tujuh macam kudapan, seperti mi instan, nasi, teh hangat, roti bakar, telur setengah matang, dan jagung bakar dibanderol seharga Rp 206 ribu. Bahkan, dua mangkuk mi instan yang masing-masing dibanderol seharga Rp 18 ribu, di nota tersebut tertulis total Rp 54 ribu.

Selaku camat di kawasan tersebut, Deni mengakui nota yang tersebar tersebut benar dan diakui oleh yang bersangkutan, yakni pemilik Kedai Rizqi Maulana. Mengenai harga yang dicantumkan pada nota tersebut, berdasarkan keterangan yang didapat Deni dari pemilik kedai, terjadi kesalahan dari pelayan yang bertugas saat itu. 

“Bonnya yang tersebar benar dan diakui yang bersangkutan. Tapi, pengakuannya tadi juga pelayannya yang berinisial Y terjadi human error, mungkin karena sudah malam. Dari jumlah dua (mangkuk) dikali Rp 18 ribu jadinya Rp 54 ribu. Kemudian, diakui itu kekeliruan, bukan unsur kesengajaan,” kata Deni ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (3/6).

Lebih lanjut, Deni mengatakan, meskipun kedai-kedai makan tersebut memiliki tempat yang menarik, di mana mayoritas terletak di sisi jalan dan menghadap hamparan kebun teh, dia berharap ke depannya ada keseragaman harga di kedai-kedai tersebut. Kedai tersebut sebagian besar menjual mi instan, jagung bakar, roti bakar, dan minuman hangat.

Meskipun berbeda harga, lDeni menambahkan, sebaiknya harga yang diberikan hanya memiliki perbedaan yang tipis. Dengan begitu, para wisatawan tidak mendapatkan kesan harga makanan yang dimahalkan.

“Harapan ke depan kita ingin ada semacam keseragaman, atau harganya tipis-tipis lah walaupun berbeda. Jadi, jangan sampai ada kesannya dimahalkan, orang mengambil untung dengan cepat. Ke depan, kita harapkan ada pembinaan lebih,” ujarnya menjelaskan.

Tak hanya itu, dia menambahkan, pihaknya ingin bertemu dengan ketua dari kelompok-kelompok pemilik kedai. Di mana, para pemilik kedai tersebut terbagi atas blok-blok di wilayah masing-masing. Dalam pertemuan tersebut, dia akan menyarankan adanya harga yang ramah bagi para wisatawan.

“Biasanya dalam satu blok ini ada ketuanya, nah kita ingin bertemu. Itu bisa nanti kita dengan pihak desa dalam rangka nanti ke depan bahasanya ya bukan harga murah ya. Tapi, harga yang ramah gitu,” tutur Deni.

Di samping itu, Deni mengatakan, viralnya harga makanan di Puncak tersebut tidak membuat kawasan wisata Puncak menjadi sepi pengunjung. Sebab, berdasarkan pantauannya, wisatawan masih terus berdatangan.

Tak hanya itu, dia juga meminta para konsumen atau wisatawan untuk memeriksa kembali nota atau bon belanja sebelum membayar. Dengan begitu, ke depannya tidak ada kejadian serupa terulang lagi atau bisa dilakukan komplain di tempat.

“Tapi, kita harapkan pedagang yang ini dan yang lain dapat pelajaran. Demikian juga pengunjung. Kalau duitnya pas-pasan tanya aja dulu, jangan makan baru bayar. Tanya harga berapa. Kalau nggak berani, pindah ke yang lain yang lebih terjangkau,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement