Kamis 03 Jun 2021 07:28 WIB

Vila yang Dibeli Pakai Dana BOS Jakbar Dijual

Uang hasil penjualan vila itu sudah dikembalikan kepada negara.

Rep: Febryan A / Red: Andi Nur Aminah
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar) Dwi Agus Arfianto di kantor Kejari Jakbar, Rabu (2/6).
Foto: Republika/Febryan A
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar) Dwi Agus Arfianto di kantor Kejari Jakbar, Rabu (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks staf Sudin Pendidikan Jakarta Barat Wilayah I berinisial MF menjual vila yang dibelinya menggunakan uang hasil dugaan korupsi Dana BOS dan BOP SMKN 53 Jakarta. MF diyakini melego vila di Puncak Bogor itu bukan untuk menghalangi proses penyidikan. 

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar) Dwi Agus Arfianto, mengatakan, MF sebelumnya membeli vila itu seharga Rp 402 juta. "Vila itu kini sudah dijual oleh yang bersangkutan," kata Dwi di kantor Kejari Jakbar, Rabu (2/6). 

Baca Juga

Dwi memastikan, penjualan vila itu tidak bertujuan untuk menghalangi proses penyidikan. Sebab, MF sudah mengakui kepada penyidik bahwa vila itu dibeli menggunakan dana BOS dan BOP SMKN 53 yang diselewengkan. 

Dwi menambahkan, meski vila itu benar-benar sudah dijual dan uangnya dikembalikan kepada negara, hal itu tak akan memengaruhi masa hukuman MF. "Pengembalian kerugian negara tidak ada kaitannya dengan pengurangan penahanan," kata dia menegaskan.

Dua Tersangka   

Pada April 2021, Kejari Jakbar menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Biaya Operasional Pendidikan (BOP) Tahun Ajaran 2018 di SMKN 53 Jakarta Barat senilai Rp 7,8 miliar. Selain MF, tersangka lainnya adalah eks kepala sekolah, yakni pria berinisial W. 

Modus kedua tersangka, kata Dwi, adalah memanipulasi surat pertanggung jawaban (SPJ) dan menggunakan rekanan fiktif dalam pengadaan sejumlah barang. Dana yang disunat adalah Dana BOS Rp 1,3 miliar dan BOP 6,5 miliar.  

Setelah uang dicairkan, MF mendapat jatah Rp 700 juta. Sementara W, menggunakan uang itu untuk insentif tambahan guru yang tidak sesuai dengan nomenklatur. W juga menambah tunjangan untuk dirinya sendiri sebesar Rp 15 juta per bulan.   

Atas perbuatannya, W dan MF dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang  No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).   

Namun demikian, kedua tersangka belum ditahan. Kejari Jakbar menyebut, keduanya akan ditahan setelah pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kalau sudah terima dari BPK maka akan segera kami tahan," kata Dwi di Kejari Jakbar pada, Selasa (27/4). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement