Rabu 02 Jun 2021 13:59 WIB

China Temukan Kasus Pertama Flu Burung H10N3

Pria di Jiangsu terinfeksi H10N3.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi flu burung.
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi flu burung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) mengatakan terdapat seorang pria di China yang terkena kasus pertama flu burung H10N3. Pria tersebut mengalami demam yang berlanjut pada hari-hari berikutnya dan pergi ke rumah sakit setempat untuk perawatan.

Dilansir dari livescience, Rabu (2/6), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CCDC) melakukan analisis genetik pada spesimen dari pria yang terinfeksi dan menentukan dia terinfeksi H10N3. CCDC kemudian memantau provinsi sekitar Jiangsu untuk kasus infeksi tambahan dan secara khusus mencari kontak dekat pria itu, tetapi mereka tidak menemukan kasus tambahan. Pria itu sekarang dalam kondisi stabil dan siap untuk keluar dari rumah sakit.

Baca Juga

CCDC tidak memerinci bagaimana atau kapan orang yang terinfeksi mungkin tertular virus dari seekor burung. Namun, berdasarkan penilaian CCDC sejauh ini, ada sedikit risiko penyebaran virus dalam skala besar.

Ketika virus flu burung membuat lompatan dari burung ke manusia, mereka biasanya tidak menyebar di antara manusia dan ketika mereka melakukannya, penularannya biasanya terbatas, tidak efisien, dan tidak berkelanjutan.

Namun, dalam kasus yang jarang terjadi, flu burung memang dapat memicu wabah besar di antara orang-orang sehingga pemantauan untuk kasus infeksi baru tetap sangat penting untuk kesehatan masyarakat. Misalnya, flu burung terakhir yang menyebabkan wabah yang signifikan di antara manusia adalah H7N9, yang menewaskan lebih dari 300 orang pada 2016 dan 2017. Strain virus itu memiliki tingkat fatalitas kasus sekitar 40 persen menurut edisi 2016 jurnal CDC Morbidity and Mortality Weekly Report.

"Para ilmuwan perlu memeriksa secara menyeluruh bahan genetik dari galur yang menginfeksi manusia untuk melihat perbedaannya dari sampel H10N3 yang dikumpulkan pada masa lalu," kata Koordinator Laboratorium Regional dari Pusat Darurat PBB untuk Penyakit Hewan Lintas Batas di Kantor Regional untuk Asia  dan Pasifik, bagian dari Organisasi Pangan dan Pertanian, Filip Claes.

Ia menjelaskan, H10N3 tidak terlalu sering muncul di inang alaminya. Dari akhir 1970-an hingga 2018, para ilmuwan mengisolasi sekitar 160 sampel galur virus dari hewan yang terinfeksi, kebanyakan dari burung liar dan unggas air. 

Diketahui, pada 1957, virus flu burung H2N2 bertukar gen dengan virus flu manusia dan memicu pandemi. Bukti menunjukkan jenis flu yang menyebabkan pandemi 1918, H1N1, juga berasal dari burung, membantah beberapa penelitian lama yang menyatakan bahwa virus itu berasal dari campuran virus manusia dan babi.

Awal tahun ini, pihak berwenang Rusia melaporkan kasus pertama yang diketahui dari virus flu burung yang disebut H5N8 yang berpindah dari unggas ke manusia. Tujuh pekerja di sebuah pabrik unggas terkena strain ini, tetapi tidak ada bukti penularan dari manusia ke manusia, yang berarti virus menyebar langsung dari unggas ke pekerja dan tidak menyebar dari pekerja ke manusia lain.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement