Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Akhadiyah Dwi Kusumaningtyas

Minimnya Pendidikan Karakter Selama Pandemi

Eduaksi | Monday, 31 May 2021, 20:47 WIB

Karakter merupakan ciri khas yang terdapat pada kepribadian seseorang yang didalamnya tercantum sikap dan perilaku yang dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap, bertingkah laku serta sebagai cara untuk merespon orang lain.

Pendidikan karakter adalah suatu bentuk upaya manusia terhadap manusia lainnya yang bertujuan untuk mendidik dan diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk dan melatih kemampuan seorang individu demi menuju kearah hidup yang lebih baik.

Pendidikan karakter dimulai dari keluarga terdekat misalnya orang tua. Orang tua harus menanamkan karakter yang baik terlebih dahulu terhadap anaknya dirumah dengan memberikan contoh yang baik terhadap anak tersebut. Karena karakter pada anak tidak akan jauh dari karakter orang tua. Apabila orang tua berkarakter baik maka anak akan memiliki karakter baik, begitupula sebaliknya apabila orang tua memiliki karakter yang buruk, maka si anak juga akan memiliki sikap buruk. Hal ini yang nantinya akan mempermudah seorang guru dalam membentuk karakter anak menjadi lebih baik lagi ketika anak sudah mulai memasuki jenjang persekolaha. Dengan adanya pelajaran PPkn dan agama yang diajarkan disekolah, dan diiringi dengan arahan terhadap anak, guru akan lebih mudah membentuk karakter individu siswa.

Pendidikan karakter merupakan salah satu tujuan penting dari Pendidikan Nasional Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Ynag Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Suatu bangsa akan menjadi besar apabila generasi-generasi mudanya memiliki karakter yang baik. Generasi tersebutlah yang akan menentukan nasib sebuah bangsa, oleh karena itu sangat disayangkan apabila generasi-generasi muda sekarang rusak karena minimnya pendidikan karakter terutama pendidikan moral dan etika. Menurut Peraturan Presiden tentang penguatan pendidikan karakter (PPK) mengharuskan masyarakat untuk memperdalam nilai-nilai utamana yakni, nasionalis, mandiri, religious, integritas, dan saling membantu atau gotong royong. Penguatan pendidikan karakter ini digalakkan karena perkembangan zaman serta teknologi yang semakin cepat. Sehingga, perlu penguatan dari dalam diri individu agar dapat terus berkembang juga tanpa adanya distorsi terhadap kebudayaan asli Indonesia. Pendidikan karakter juga menjaga agar pribadi bangsa tetap dalam karakter bangsa Indonesia.

Undang-undang tersebut jelas mengamanatkan bahwa tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas secara intelektual, tetapi juga harus mampu mencetak generasi yang bermoral dan berkarakter sesuai dengan nilai, norma, dan ajaran agama (cerdas spiritual dan emosional). Sejalan dengan tujuan dari Sisdiknas, pendidikan karakter sebagai wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan karakter bagi peserta didik. Selama ini sekolah menjadi salah satu institusi pendidikan yang bertanggung jawab mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta karakter peserta didik. Orang tua menaruh harapan dan kepercayaan kepada sekolah sebagai pusat pendidika akademik dan pendidikan karakter. Proses pembentukan nilai-nilai karakter siswa berjalan seiring proses pembelajaran disekolah.

Namun sayangnya, semenjak pandemi covid-19 menerjang banyak sekolah yang ditutup dan pembelajaran dilakukan dengan metode jarak jauh atau pembelajaran berbasis online. Ini menjadi hal yangn paling dicemaskan oleh beberapa orang tua. Karena pembelajaran berbasis online dapat berdampak pada dua hal. Pertama, pembelajaran berbasis online membuat siswa kehilangan role model dan sosok yang menjadi panutan. Kedua, penggunaan teknologi digital tidak mampu menjamin peserta didik man dari paparan konten-konten negative yang berakibat pada persoalan moralitas dan krisis karakter.

Dewasa ini kita sangat prihatin dengan kondisi dimana sering kali terjadi permasalahan-permasalahan yang menyangkut persoalan hilangnya moralitas akibat krisis karakter yang marak terjadi khususnya dikalangan anak-anak dan remaja. Tawuran antar siswa, anak SD yang sudah merokok, berpacaran dengan tidak sewajarnya, bullying, kekerasan, pornografi. Anak yang menganiaya bahwan sampai membunuh orang tua dan sebagainya. Itu membuktikan bahwa pendidikan karakter belum terlaksana seperti apa yang diharapkan.

Entah siapa yang harus disalahkan kecuali anak itu sendiri. kita tidak bisa menyalahkan orang tua dan guru karena merekapun selalu berusaga membentuk karakter pribadi anak supaya menjadi baik, namun semuanya kembali pada lingkungan sekitar pergaulan dan factor teknologi canggih. Lingkungan yang kurang baik akan membentuk karakter anak menjadi kurang baik juga. Seseorang seringkali melakukan sesuatu karena ikut-ikutan, untuk bergaya, dan juga rasa ingin tahu yang tinggi. Terutama pada anak-anak, mereka sangat mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang ia lihat dan apa yang ia dengar.

Untuk itu, sangat diperlukan pendidikan karakter didalam maupun luar pembelajaran/sekolah. Tapi, semua kembali lagi pada diri masing-masing anak. Apabila ia sudah benar benar sudah menerima pendidikan moral dari orang tua dan ditambah dengan pendidikan karakter oleh guru maka anak ini seharusnya tidak akan melakukan hal-hal negative atau keji seperti apa yang sudah terjadi sebelum-sebelumnya. Justru anak akan tunduk dan patuh .

Akhadiyah Dwi Kusumaningtyas Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Purworejo

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image