Jumat 28 May 2021 20:47 WIB

Pegawai KPK Dipecat, Busyro Duga Terkait Agenda Politik 2024

Setelah UU KPK direvisi, pegawai KPK masih bisa bekerja sehingga perlu ada pemecatan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Busyro Muqoddas
Foto: Republika/ Wihdan
Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas menduga adanya agenda politik 2024 di balik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi salah satu syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebanyak 75 pegawai KPK telah dinyatakan tidak lulus TWK.

"Saya menduga kuat ada kekuatan pemodal yang bekerja sama dengan elite oligarki politik yang mau berlaga di 2024," kata Busyro, kepada Republika, Jumat (28/5).

Baca Juga

Menurut Busyro, satu-satunya lembaga yang tegas menghalangi tindak tanduk para mafia tambang hanyalah pegawai KPK. Dan, setelah UU KPK direvisi, KPK kehilangan independensi termasuk di antaranya dalam hal Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Dalam UU KPK, kewenangan KPK menangani memang sudah diamputasi secara institusi dan Presiden juga turut di dalamnya. Namun nyatanya para pegawai KPK bisa kerja dengan baik," ujar Busyro.

"Jadi angka 75 jadi 51 adalah wujud langkah pemerintah di mana di belakanganya ada kekuatan-kekuatan yang ingin aman di 2024, yang mereka butuh dana triliunan rupiah namun tidak bisa kecuali mengamputasi pegawai KPK," tambah Busyro.

Selama empat tahun menjadi komisioner, Busyro mengungkapkan para pegawai KPK memiliki integritas serta mentalitas yang sangat terbuka. Bahkan, bila ada kebijakan pimpinan yang tidak sesuai dengan visi dan misi KPK, para pegawai selalu mengajukan protes yang disampaikan dengan cara yang sopan dan terbuka.

"Sikap pegawai KPK menggambarkan integritas yang otentik, yang asli dan sekaligus marwah diri secara individual maupun kolegial," tegas Busyro.

Sebelumnya, Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidik KPK, Harun Al Rasyid, menyatakan, 75 pegawai yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menolak untuk dilakukan pembinaan. Hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan-RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus, sementara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).   

"Kami sudah bersepakat dengan yang 75. Bahwa kami menolak untuk dibina. Jadi, meski ada 24 yang akan dipisahkan dari 75, kami juga tidam akan mau. Kecuali, 75 itu secara otomatis dialihkan," kata Harun saat dikonfirmasi, Kamis (27/5).

Harun yang merupakan salah satu dari 75 pegawai yang dikabarkan tidak lulus TWK itu meminta agar seluruh pegawai KPK dialihkan statusnya menjadi ASN. Dia berharap para pimpinan mengakhiri polemik TWK karena justru berdampak pada pemecatan para pegawai KPK yang berintegritas.

"Pimpinan yang harus memiliki kearifan dan kebijakan menyikapi polemik ini. Pimpinan yang memulai, pimpinan juga yang mengakhiri," katanya menegaskan.

Ia pun menduga adanya siasat jahat dalam rakor antara pimpinan KPK, Kepala BKN, Menpan-RB, dan Menkumham pada Selasa (25/5) kemarin. Sebab, hasil rakor tersebut tidak sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Tentulah, itu kan siasat, siasat seakan-akan telah mengikuti arahan presiden. Padahal senyatanya, mereka membangkang. Publik sudah pintar membaca strateginya," ujarnya.

photo
Pimpinan KPK, KemenpanRB dan BKN memutuskan memecat 51 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) - (Republika.co.id.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement