Jumat 28 May 2021 15:11 WIB

BKSDA Sumsel akan Bangun Fasilitas Semi-Wild di Punti Kayu

Fasilitas Semi wild dibangun agar mirip dengan habitat asli satwa

 Rencana pengembangan fasilitas semi wild pengelolaan satwa di TWA Punti Kayu didiskusikan dalam Diskusi Kelompok Terarah (FGD) diselenggarakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Selatan di Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu, Palembang Sumatra Selatan, pada Rabu (26/5).
Foto: KLHK
Rencana pengembangan fasilitas semi wild pengelolaan satwa di TWA Punti Kayu didiskusikan dalam Diskusi Kelompok Terarah (FGD) diselenggarakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Selatan di Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu, Palembang Sumatra Selatan, pada Rabu (26/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Rencana pengembangan fasilitas semi wild pengelolaan satwa di TWA Punti Kayu didiskusikan dalam Diskusi Kelompok Terarah (FGD) diselenggarakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Selatan di Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu, Palembang Sumatra Selatan, pada Rabu (26/5). 

Pengembangan fasilitas semi wild bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai pengelolaan satwa di luar habitatnya dengan membangun fasilitas buatan yang mirip dengan habitat alami satwa. Namun demikian kegiatan interaksi antara manusia dan satwa yang terjadi pada fasilitas semi wild tetap dibuat dengan memenuhi prinsip dan kaidah etika kesejahteraan satwa (animal welfare). 

Kepala Balai KSDA Sumatra Selatan, Ujang Wisnu Barata dalam materi paparannya pada FGD tersebut mengungkapkan jika, FGD ini merupakan awal, dalam rangka mengeksplorasi ide dan kesiapan Balai KSDA Sumatera Selatan dalam konteks penyiapan ruang dan mitra potensial pendukung pengembangan semi-wild.

Beberapa masukan penting dari peserta FGD antara lain: Tidak memperagakan ataupun mempertontonkan dalam aspek edukasi bagi pengunjung dan masyarakat tentang pengelolaan satwa, kemudian membangun dan mengoptimalkan pusat informasi termasuk publikasi melalui media social, lalu mengintegrasi antara ruang usaha dengan blok pengelolaan selain blok pemanfaatan yang ada di TWA Punti Kayu, selanjutnya pengembangan areal transit satwa dan rescue flora untuk kepentingan rilis/ pelepasliaran di resor kota. 

Selain itu masukan lain meliputi pemilihan jenis satwa untuk semi-wild, yaitu jenis-jenis yang tidak beresiko terhadap pengunjung, misalnya rusa, dan jenis-jenis burung, penyelenggaraan dukungan kajian ilmiah terhadap nilai eksistensi TWA Punti Kayu, dan fasilitasi untuk duduk bersama dan dukungan para pihak dalam pengelolaan TWA Punti Kayu yang posisinya sangat strategis dan merupakan aset penting kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan. 

"Sepakat bahwa nilai eksistensi TWA Punti Kayu sangat penting. Oleh karenanya, TWA ini harus kita jaga dan lestarikan bersama, termasuk di dalamnya menjamin keamanan dan kepastian batas kawasannya. Diperlukan aksi penting untuk peremajaan vegetasi, pengkayaan flora dan fauna dengan referensi histori dari TWA ini. Terhadap gagasan konsep semi-wild tampaknya memerlukan konsepsi yang komprehensif terutama pertimbangan dari aspek tujuan pengelolaan TWA dan konteks kebutuhan BKSDA Sumatera Selatan”, gagas Kepala Biro Humas Setjen KLHK, Nunu Anugrah yang juga hadir pada FGD ini. 

Pada akhir FGD, Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno memberikan beberapa poin arahan pengelolaan TWA Punti Kayu kedepan, yaitu area yang kondisinya masih bagus agar dipertahankan, perbaikan sarpras di ruang usaha yang menjadi kewajiban pemegang izin. Area transit satwa dan rescue flora yang akan dilengkapi fasilitasnya dan berada di ruang publik dapat menjadi alternatif baru bagi edukasi pengunjung tentang bagaimana merawat satwa transit sampai dengan melepasliarkan, pusat informasi penting sekali untuk dibangun, dan diperlukan pengembangan berbagai alternatif paket atraksi dan edukasi pengunjung di TWA Punti Kayu. 

"TWA Punti Kayu adalah daerah yang penting untuk kota Palembang. Fakta-fakta lapangan dan kondisi terkini agar segera disampaikan untuk kelengkapan bahan kajian pengembangan pengelolaan kawasan", pesan Wiratno. 

Pada pelaksanaan FGD ini, sebanyak 10 (sepuluh) individu burung tekukur (Spilopelia chinensis) dilepasliarkan langsung oleh Dirjen KSDAE bersama dengan Kepala Biro Humas Setjen KLHK di Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu, yang menjadi habitat alaminya. Kesepuluh satwa tersebut merupakan hasil serahan masyarakat dari kota Palembang dan termasuk jenis satwa tidak dilindungi.

Sebelumnya, pada tanggal 22 Mei, telah dilepasliarkan sebanyak 2 (dua) individu Ayam Jembang (Lophura ignita) berjenis kelamin jantan dan sepasang Bajing Tiga Warna (Callosciurus prevostii) di kawasan Taman Nasional Gunung Maras, Bangka. Kemudian pada 24 Mei juga telah dilepasliarkan 2 pasang Elang Laut Dada Putih (Haliaeetus leucogaster) di kawasan Hutan Lindung Mangrove Munjang, Bangka Tengah. 

Turut hadir dalam FGD ini Kepala Balai Taman Nasional Berbak Sembilang, Kepala Balai KSDA Jambi, unsur direktorat teknis Ditjen KSDAE (Direktorat Kawasan Konservasi dan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati), Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, dan Balai Litbang LHK Palembang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement