Jumat 28 May 2021 14:02 WIB

Penantian Bahagia Samir Handanovic

Setelah bertahun-tahun membela Inter, akhirnya Handanovic merasakan trofi scudetto.

Rep: Anggoro Pramudya/ Red: Endro Yuwanto
Kiper Inter Milan Samir Handanovic.
Foto: EPA-EFE/NEIL HALL
Kiper Inter Milan Samir Handanovic.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada abad pertengahan, Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman Turki merupakan salah satu peradaban terhebat di dunia. Dengan berhasil merebut Konstantinopel, Utsmaniyah semakin menguasai daerah-daerah di Semenanjung Balkan, yakni Eropa bagian tenggara.

Bosnia, Albania, dan Kosovo merupakan bagian negara Kekaisaran Ottoman di Balkan yang sebagian besar penduduknya memeluk ajaran Islam. Sedangkan di negara lain, setelah Ottoman tak lagi memegang kekuasaan, banyak Muslim yang diusir, dipaksa pindah agama, dibantai, juga melarikan diri ke negara lain.

Akibatnya, populasi Muslim ini, yang lima ratus tahun lebih menikmati status minoritas di bawah hegemoni Ottoman, menjadi sasaran perampasan, pembantaian, dan bahkan pembersihan etnis.

Singkat kata, melewati proses yang begitu panjang sejak dimulai dari kecamuk Perang Salib, penaklukan Kekhalifahan Abbasiyah di Cordova (Spanyol), pun hingga penundukan Konstantinopel, umat Muslim mulai mendapat persekusi dari kaum mayoritas Eropa.

Kini melangkah jauh ke depan, para Muslim di Eropa telah kembali mendapat tempat di hati masyarakat Benua Biru. Bahkan, dalam 30 tahun terakhir, jumlah kaum Muslimin di Eropa meningkat.

Meski menjadi minoritas memang tidaklah mudah, tetapi beberapa masyarakat pun pesepak bola Muslim yang bermain di kompetisi elite Benua Biru berhasil mempertahankan iman dan sekaligus prestasinya. Salah satunya adalah Samir Handanovic.

Usai menjuarai gelar bergengsi Serie A Liga Italia, Handanovic mengaku sangat senang dengan pencapaiannya. Kiper asal Slovenia ini menjelaskan hasil kesuksesan tersebut didapat dari usaha kerasnya untuk selalu ikhtiar, berdoa, dan tawakal.

Handanovic adalah salah satu pemain Inter Milan yang tampil stabil dalam beberapa musim terakhir. Sosoknya di bawah mistar gawang i Nerazzurri memang sangat penting dalam usaha Inter untuk kembali meraih kejayaan. Handanovic total telah memainkan 47 pertandingan dengan hanya kebobolan 35 gol musim ini.

Portiere berusia 36 tahun itu baru saja merasakan kegembiraan luar biasa. Setelah bertahun-tahun membela Inter, akhirnya ia merasakan trofi scudetto ke-19 untuk klubnya.

"Saya merasa sangat emosional dan gembira. Kami sudah lama menunggu momen ini, terutama pemain seperti saya yang sudah bertahun-tahun berada di sini," kata Handanovic dilansir laman resmi Inter Milan awal pekan ini.

Handanovic lahir dari keluarga Islam. Ia memiliki orang tua yang berasal dari Bosnia. Islam menjadi kekuatannya di dalam dan luar lapangan, sehingga menjadikannya sebagai salah satu kiper terbaik Serie A.

Sang kapten La Beneamata tersebut terkenal sebagai pribadi yang ramah. Meski timnya sedang melakukan persiapan akhir pada setiap laga, ibadah tetap dilakukannya.

Menurut beberapa sumber, nama Handanovic sendiri memang merupakan nama khusus bagi para penganut agama Islam di negara pecahan Yugoslavia tersebut. Dalam wawancaranya bersama Sky Sport beberapa pekan lalu, Handanovic menyebut tugas utama dalam hidup adalah memberikan 'pelayanan' kepada ajaran pun keyakinan yang dimiliki setiap individu.

Tak ayal, dirinya tidak pernah meninggalkan ibadah. Sesibuk apapun, kiper bertubuh jangkung ini selalu berusaha untuk membaca Alquran. Bahkan ketika akan menghadapi pertandingan, Handanovic selalu membaca ayat-ayat suci Alquran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement