Kamis 27 May 2021 16:20 WIB

Testosteron Rendah Pengaruhi Keparahan Covid-19 pada Pria

Pada pasien wanita, keparahan Covid-19 tampak tak terkait kadar hormon apapun.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Reiny Dwinanda
Seorang pasien Covid-19 terbaring di ICU Rumah Sakit Nasional di Itaugua, Paraguay, Rabu, 28 April 2021. Penelitian di Amerika Serikat mengungkap, pria dengan kadar testosteron rendah lebih besar kemungkinannya terkena Covid-19 yang parah.
Foto: AP/Jorge Saenz
Seorang pasien Covid-19 terbaring di ICU Rumah Sakit Nasional di Itaugua, Paraguay, Rabu, 28 April 2021. Penelitian di Amerika Serikat mengungkap, pria dengan kadar testosteron rendah lebih besar kemungkinannya terkena Covid-19 yang parah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian menunjukkan pria dengan kadar testosteron rendah lebih besar kemungkinannya terkena Covid-19 yang parah. Analisis sebelumnya menemukan pria cenderung mengembangkan Covid-19 yang lebih parah dibandingkan dengan wanita. Namun, hal tersebut masih tidak jelas alasannya.

Untuk memahami hubungan antara testosteron dan tingkat keparahan Covid-19, para peneliti mengumpulkan sampel darah dari 90 pria dan 62 wanita yang mengunjungi Rumah Sakit Barnes-Jewish di St. Louis, Amerika Serikat dengan gejala Covid-19 dan dinyatakan positif.

Baca Juga

Dari pasien tersebut, 143 dirawat di rumah sakit. Peneliti mengambil sampel darah dari pasien yang masih dirawat di rumah sakit pada hari ketiga, ketujuh, 14, dan 28. Setelah itu, mereka mengukur kadar testosteron pasien, suatu bentuk estrogen yang dikenal sebagai estradiol dan hormon pertumbuhan yang dikenal sebagai insulin-like growth factor-1 (IGF-1).

Pada wanita, tidak ada hubungan antara tingkat keparahan Covid-19 dan kadar hormon apa pun yang diukur. Sedangkan pada pria, tingkat IGF-1 dan estrogen tidak memprediksi tingkat keparahan penyakit, tapi kadar testosteronlah yang memprediksi.

Ketika dirawat di rumah sakit, pria dengan Covid-19 parah memiliki tingkat testosteron rata-rata 52 nanogram per desiliter. Sebagai catatan, 250 nanogram per desiliter atau kurang dianggap testosteron rendah pada pria dewasa.

Sementara mereka dengan penyakit yang tidak terlalu parah memiliki rata-rata 151 nanogram per desiliter testosteron. Para peneliti juga membandingkan dengan faktor risiko lain misalnya usia, indeks massa tubuh (BMI), penyakit penyerta, merokok, dan ras. Beberapa faktor tersebut juga terkait dengan kadar testosteron yang lebih rendah.

Pada hari ketiga rawat inap, tingkat testosteron rata-rata pria dengan Covid-19 parah turun menjadi 19 nanogram per desiliter. Sebanyak 37 dari pasien yang dirawat meninggal selama penelitian, di antara 25nya adalah laki-laki.

“Orang-orang dengan Covid-19 yang awalnya tidak sakit parah tapi memiliki kadar testosteron rendah, kemungkinan besar membutuhkan perawatan intensif atau intubasi selama dua atau tiga hari ke depan,” kata Penulis Utama dan Ahli Endokrinologi di Saint Louis University, dr Sandeep Dhindsa. 

Tingkat testosteron yang lebih rendah tampaknya memprediksi pasien mana yang kemungkinan besar akan sakit parah selama beberapa hari mendatang. Dikutip dari Fox News, Kamis (27/5), masih belum jelas apakah kadar testosteron turun karena Covid-19 yang parah atau jika kadar testosteron yang lebih rendah menyebabkan Covid-19 yang lebih parah.

Dokter belum mengukur kadar testosteron pada pasien sebelum mereka sakit, kemungkinan kadar testosteron mereka sudah turun pada saat mereka tiba di rumah sakit karena Covid-19. Di lain sisi ada kemungkinan pria dengan Covid-19 parah memiliki kadar testosteron yang lebih rendah dari rata-rata sebelum mereka sakit.

Ini mungkin mengakibatkan penurunan massa dan kekuatan otot. Dengan begitu kapasitas paru-paru lebih rendah dan risiko lebih tinggi memerlukan ventilator.

Data menunjukkan kehati-hatian harus dilakukan dengan perawatan terapi hormon yang mengurangi kadar testosteron atau meningkatkan kadar estrogen untuk pria yang terinfeksi Covid-19. Sekarang tim peneliti berharap untuk menyelidiki apakah ada hubungan antara hormon seks ini dan masalah kardiovaskular pada orang yang mengembangkan gejala Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement