Kamis 27 May 2021 13:49 WIB

Ilmuwan Temukan Penyebab Blood Clot Akibat Vaksin AZ dan J&J

Ilmuwan Jerman mengeklaim punya solusi untuk sempurnakan vaksin AZ dan J&J.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Alat suntik vaksin Covid-19 AstraZeneca. Kasus strok dan penggumpalan darah terkait vaksin AstraZeneca rata-rata melanda orang dengan usia yang lebih muda.
Foto: EPA/ADI WEDA
Alat suntik vaksin Covid-19 AstraZeneca. Kasus strok dan penggumpalan darah terkait vaksin AstraZeneca rata-rata melanda orang dengan usia yang lebih muda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah pembekuan darah yang dikaitkan dengan vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dari AstraZeneca dan Johnson & Johnson telah diselidiki lebih lanjut. Sejumlah ilmuwan mengatakan, ini disebabkan oleh 'protein mutan mengambang’ yang terjadi ketika vaksin mengirimkan protein lonjakan (spike protein) virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) ke bagian sel yang salah.

Selain itu, masalahnya juga terletak pada vektor adenovirus, yang digunakan oleh Johnson & Johnson dan AstraZeneca untuk mengirim protein lonjakan ke dalam tubuh. Ilmuwan dari Johnson & Johnson, Rolf Marschalek, mengatakan bahwa perusahaan telah menghubungi untuk menanyakan penelitian timnya di Goethe University, Frankfurt Jerman. Namun, ia menyebut belum mendiskusikan temuan penelitian dengan AstraZeneca.

Baca Juga

“Kami belum pernah berbicara, namun jika nanti kami berbincang, saya dapat memberi tahu (AstraZeneca) apa yang harus dilakukan untuk membuat vaksin yang lebih baik,” ujar Marchalek, dilansir The Sun, Kamis (27/5).

Peneliti dari Jerman dan ilmuwan lain juga mengatakan, metode vektor adenovirus yang digunakan vaksin Johnson & Johnson dan AstraZeneca membuat pengiriman protein lonjakan ke dalam inti sel alih-alih ke cairan sitosol di dalam sel. Begitu berada di dalam inti sel, bagian tertentu dari protein lonjakan membelah dan membuat versi mutan.

Mereka kemudian tidak dapat mengikatkan diri ke membran sel dan protein mutan mengambang malah disekresikan oleh sel ke dalam tubuh. Menurut Marschalek, hal tersebut dapat memicu penggumpalan darah (blood clot) pada sekitar satu dari 100 ribu orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement