Rabu 26 May 2021 14:52 WIB

Jawa Barat Punya 50 Wisata Alam Baru

Selawa triwulan pertama 2021, pendapatan dari sektor pariwisata capai Rp 819 miliar.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah wisatawan bermain air di Pesisir Pantai, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Senin (17/5/2021). Pemerintah Provinsi Jabar dan Pemerintah Kabupaten Pangandaran menutup seluruh objek wisata di Pangandaran untuk mengendalikan kunjungan wisatawan saat libur Lebaran guna mencegah penularan COVID-19.
Foto: Antara/Adeng Bustami
Sejumlah wisatawan bermain air di Pesisir Pantai, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Senin (17/5/2021). Pemerintah Provinsi Jabar dan Pemerintah Kabupaten Pangandaran menutup seluruh objek wisata di Pangandaran untuk mengendalikan kunjungan wisatawan saat libur Lebaran guna mencegah penularan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat mengidentifikasi ada 50 wisata alam sebagai bagian dari pengembangan tempat wisata baru. Namun, menurut Kepala Disparbud Jabar, Dedi Taufik, rencana tersebut tidak serta merta membuat buyar fokus pengendalian dan upaya menekan penyebaran Covid-19.

Dedi menjelaskan, pengembangan destinasi baru merupakan salah satu strategi dan persiapan mengembalikan potensi ekonomi yang sempat menurun saat pandemi Covid-19. Fokusnya adalah destinasi wisata alam.

Dalam keadaan normal, kata Dedi, berdasarkan data BPS Jabar tahun 2019, pariwisata menyumbang Rp 3,3 triliun atau sebesar 16 persen dari keseluruhan realisasi PAD provinsi yang sebesar Rp 19,8 triliun.

Sedangkan dalam angka yang diperoleh dari kabupaten/kota di Jawa Barat, kata dia, diperoleh jumlah pendapatan sektor pariwisata selama triwulan pertama atau Januari sampai Maret 2021 sebesar Rp 819 miliar. Jumlah tersebut diperoleh dari pajak hotel, restoran dan rumah makan, tempat hiburan, dan retribusi.

“Saat ini kami telah mengidentifikasi 50 hidden paradise untuk potensi wisata alam di Kabupatem Garut, Bandung, Bandung Barat, Cianjur, Pangandaran, Tasikmalaya, Sukabumi, Purwakarta, Subang, dan Bogor,” ujar Dedi, Rabu (26/5).

Dedi optimistis dengan kekayaan alam yang ada di Jawa Barat, bukan tidak mungkin industri pariwisata dapat bangkit kembali setelah mengalami keterpurukan. Potensi alam pun akan ditopang dengan kekayaan budaya dan sejarah, hingga kuliner serta belanja.

“Kita ingin mencoba di dalam pemulihan ini lebih ke alam ya karena lebih terjaga, terbuka, udara segar, cocok untuk masa pandemi," katanya.

Selain destinasi alam, kata dia, industri yang ada di Jabar adalah industri lokal. "Agar, dalam situasi seperti ini yang kita diinginkan ekonomi kreatif kita jalan ya karena Jawa Barat ini ada keunggulan, di film, fashion, kuliner, dan kriya. Kita perkuat pemasarannya,” paparnya.

Di sisi lain, kata dia, Disparbud Jabar dan Satgas Covid-19 bersama kabupaten kota melakukan early warning untuk mencegah penyebaran Covid-19 di tempat wisata. Penegakan protokol kesehatan hingga pengetesan rapid antigen terus dipantau di 108 titik destinasi wisata yang tersebar di 27 kabupaten kota.

Rapid test antigen yang sudah disiapkan, kata dia, ada sebanyak 37 ribu alat. Dari jumlah itu sudah digunakan sebanyak 3.757 alat. Hasilnya, ada satu orang yang dinyatakan positif Covid-19 di Tirtamaya; satu orang di waterboom, Kota Cirebon; dua orang di Situ Lengkong Panjalu. Mereka, sudah menjalani isolasi mandiri.

“Kemudian juga kita lakukan edukasi terutama terhadap pelaku industri pariwisata. Ya kuncinya di masa pandemi Covid-19, pariwisata ini tergantung dengan tingkat disiplin. Yaitu disiplin masyarakatnya, disiplin pelaku industri pariwisatanya, dan para pengunjungnya,” paparnya.

“Kalau kita lihat dari kunjungan wisatawan di masa periode Januari sampai dengan April itu memang trennya baik untuk kunjungan lokal, di atas 50 persen. Tapi di bulan Mei ini rata-rata 24 persen,” kata Dedi.

Dedi berharap tahun 2022 ada kemajuan dalam penanganan pandemi hingga ada penormalan aktivitas di beberapa sektor, khususnya industri pariwisata. Sejauh ini, ia memastikan pengendalian pencegahan penyebaran Covid-19 di tempat wisata relatif lebih terukur karena bisa dilakukan berbagai pembatasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement