Rabu 26 May 2021 09:28 WIB

Dudung tak Peduli Dituding Hanya Berani Turunkan Baliho FPI

Mayjen Dudung pernah ditugaskan operasi di Timor Timur, Aceh, Maluku, dan pasukan PBB

Pangdam Jaya/Jayakarta Mayjen Dudung Abdurachman.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Pangdam Jaya/Jayakarta Mayjen Dudung Abdurachman.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika

Panglima Kodam (Pangdam) Jaya, Mayjen Dudung Abdurachman tidak peduli dituding hanya berani menurunkan baliho Front Pembela Islam (FPI) saja pada 2020. Dudung telah membuktikan, ia dilahirkan sebagai perwira tempur. Penugasan pertamanya sebagai perwira setelah lulus Akademi Militer (Akmil) 1988-B, ditempatkan di Batalyon Infanteri (Yonif) 744 Dili, Timor Timur.

Selama tujuh tahun 1988-1993 sebagai komandan peleton, ia bergelut dengan suasana operasi militer di Timor Timur. Setelah itu, Dudung dipindahkan ke Yonif 741 di Kota Denpasar, Provinsi Bali. Ia juga beberapa kali ditugaskan dalam operasi di Aceh maupun Maluku, termasuk dua kali sebagai pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sebagai komandan peleton, komandan kompi, wakil komandan batalyon, dan komandan batalyon, ia ditugaskan ke daerah operasi. "Kalau ada yang meledek saya hanya berani turunkan baliho saja, tidak apa-apa. Mungkin mereka belum tahu riwayat penugasan operasi saya sejak pangkat Letda hingga Letkol," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Dalam beberapa kesempatan wawancara, Dudung mengungkapkan, di manapun dia ditugaskan, harus ada getaran yang dilakukannya sebagai pemimpin. "Pemimpin harus bisa menciptakan getaran dalam setiap jabatan yang diamanahkan," ujar Dudung yang sedang mengambil kuliah doktoral manajemen strategis.

Dudung memang dikenal berani mengambil risiko dan tidak begitu peduli dengan penilaian orang lain atas keberanian sikapnya. "Saya ini orang kecil. Menjadi anak yatim saat masih SMP. Almarhum ayah saya wafat saat saya di SMP. Sehingga saya harus membantu ibu dengan bekerja sejak SMP hingga SMA," kata Dudung dalam wawancara dengan penulis di atas mobil dinasnya, baru-baru ini.

Sambil wawancara, kemudian melaksanakan sholat Jumat di sebuah masjid di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Dudung menceritakan, saat remaja kerap tidur dari satu masjid ke masjid lainnya. Rumah ibadah itu tempat untuk mengadu kepada Allah, Tuhan Sang Maha pencipta. Sehingga ia tidak meninggalkan sholat lima waktu dan membaca Alquran.

Ia harus menjadi loper koran di Bandung. Pekerjaan yang dimulai saat Subuh mengantarkan koran ke rumah-rumah dan sejumlah instansi di Bandung. Setelah itu ia menjual kue-kue, sebelum berangkat ke sekolah. "Bapak saya hanya seorang pegawai negeri sipil di Bekang Kodam Siliwangi. Saya anak keenam dari delapan bersaudara. Ibu saya hanya ibu rumah tangga."

Saat menjadi Gubernur Akmil, ia juga membangun gereja Katolik dan pura bagi taruna beragama dan Hindu untuk melaksanakan ibadah. "Sekian tahun mereka tidak punya tempat ibadah di Akmil. Saya bangunkan tempat ibadah supaya mereka dekat dengan Tuhan sesuai agama dan kepercayannya masing-masing," ujar Dudung.

Cita-citanya hanya menjadi perwira biasa saja. Tidak membayangkan akan menjadi jenderal. Kalau sekarang menjadi jenderal, baginya itu berkah Allah. Cita-citanya berawal ketika menjual kue kelepon, baskomnya ditendang tentara di Kodam Siliwangi.

"Dari situ saya dendam. Awas ya kalau nanti saya jadi perwira, saya akan benahi tentara-tentara yang zalim kepada rakyat," kata Dudung. Ia menikah dengan Rahma Setyaningsih, anak dari Mayjen (Purn) Cholid Ghozali, abituren Akmil 1965.  

Dia menyadari hidup ini banyak mengandung risiko, namun Dudung meyakini, jika hati nurani kuat, apa pun harus berani dihadapi. Termasuk risiko itu sendiri. Lulus dari SMAN 9 Bandung, Dudung mendaftarkan diri menjadi taruna Akmil. Ia langsung lulus tanpa bantuan siapa pun.

"Siapa yang mau membantu saya? Tidak kenal siapa pun pejabat militer di Bandung. Modal saya berdoa dan berlatih keras agar bisa lulus menjadi taruna Akmil."

Ia rajin mengaji di masjid-masjid saat harus istirahat setelah bekerja. Kerap pula tidur di masjid-masjid. "Allah sayang kepada saya sebagai anak yatim dan bekerja siang malam untuk membantu Ibu. Doa ibu yang menyertai saya bekerja dan sekolah. Saya tidak pintar-pintar amat, tapi setidaknya selalu masuk rangking atas jika sekolah, termasuk di sekolah militer."

Musik Sunda dan pengajian selalu menyertai Dudung di mobil dinasnya. Ia menyadari bahwa tidak boleh melupakan asal usulnya sebagai orang Sunda dan beragama Islam. "Komitmen ke-Islam-an saya, komimen kebangsaan saya sebagai anak Indonesia, dan komitmen saya mencintai budaya asal usul saya jangan diragukan lagi," kata Dudung.

Tak terbendung

Karier perwira tinggi Dudung sangat lengkap. Usai menjadi Komandan Detasemen Mabes TNI, ia promosi menjadi Brigjen sebagai Wakil Gubernur Akmil pada 2015-2016. Kemudian diparkir menjadi pati khusus TNI AD pada 2016-2017. Lalu, menjadi Wakil Asisten Teritorial KSAD pada 2017-2018. Promosi menjadi Mayjen dengan jabatan Gubernur Akmil pada 2018-2010.

Terakhir sebagai Panglima Kodam Jayakarta selama 10 bulan sejak Agustus 2020 hingga akhir Mei 2020. Dengan pangkat Mayor selama empat tahun, Letkol selama tujuh tahun, dan Kolonel selama lima tahun. Dudung pun menjadi perwira tinggi. Brigjen selama sekitar tiga tahun, dan Mayjen selama dua tahun.

Dudung dengan pangkat Letjen, segera masuk radar calon kuat KSAD. Apalagi dengan posisi Panglima Kostrad yang disandangnya. Selama ini dalam tradisi modern, jabatan Panglima Kostrad dan Wakil KSAD yang paling berpeluang menjadi KSAD. Tiga KSAD terakhir, yakni Jenderal Gatot Nurmantyo, Jenderal Mulyono, dan Jenderal Andika Perkasa, naik menjadi orang nomor satu TNI AD setelah dari Panglima Kostrad.

Ada kemungkinan besar pada Juni 2021 ini terjadi pergantian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal Andika Perkasa. Hadi sudah 3,5 tahun menjadi Panglima TNI, sejak Desember 2017. Begitu juga Andika sudah 2,5 tahun menjadi KSAD. Waktu yang cukup bagi keduanya untuk menjadi pimpinan Mabes TNI maupun Mabes AD.

Tanpa menunggu pesiun pada Desember 2021 mendatang, Hadi kemungkinan akan masuk kabinet menjadi salah seorang menteri atau pejabat setingkat menteri dala reshuffle pada Juni 2021 ini. Di situlah, terbuka peluang besar bagi Dudung untuk menjadi KSAD menggantikan Jenderal Andika Perkasa.

Jika tak ada aral melintang, tampaknya Dudung tak terbendung. Ia hanya akan menjadi Panglima Kostrad sekitar satu bulan saja, setelah itu menempat pos nomor satu di Mabes AD. Tentu dengan catatan, Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima TNI. Peluang Andika juga paling besar dibandingkan dengan KSAL Laksamana Yudo Margono (abituren AAL 1988-A) maupun KSAU Marsekal Fajar Prasetyo (AAU 1988-B). 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement