Selasa 25 May 2021 21:39 WIB

Anak DPRD Bekasi Ingin Dinikahkan dengan Korban Perkosaannya

Korban perkosaan anak anggota DPRD alami trauma fisik dan psikis.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Indira Rezkisari
Anak anggota DPRD Kota Bekasi, AT (21), tersangka kasus persetubuhan anak di bawah umur dan dugaan perdagangan orang dirilis oleh Polres Metro Bekasi Kota, Jumat (21/5).
Foto: Republika/Uji Sukma Medianti
Anak anggota DPRD Kota Bekasi, AT (21), tersangka kasus persetubuhan anak di bawah umur dan dugaan perdagangan orang dirilis oleh Polres Metro Bekasi Kota, Jumat (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Pengacara anak anggota DPRD Kota Bekasi yang menjadi tersangka dugaan pemerkosaan di bawah umur memiliki keinginan menikahkan tersangka, AT (21 tahun), dengan korban. Pengacara Bambang Sunaryo ingin mendiskusikan hal tersebut dengan keluarga korban.

“Saya akan coba konsultasi bicarakan ini ke orang tua PU, kalau dia menolak tidak apa-apa,” terang Bambang kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Kendati begitu, ia ingin proses hukum tetap berjalan. Tujuannya, pernikahan dapat meringankan beban yang kini ditanggung baik oleh korban maupun tersangka.

“Saya berharap ini anak AT dan PU ini bisa kita nikahkan, kita urus ya walaupun proses hukum tetap berjalan,” ujarnya.

Bambang juga mengaku sudah berdiskusi dengan kliennya AT, yang merupakan anak anggota DPRD Kota Bekasi. Dia menyebut AT bersedia untuk menikahi PU yang baru berumur 15 tahun.

Perkara kasus dugaan perkosaan anak di bawah umur ini bermula dari laporan orang tua korban pada 12 April 2021 lalu. Kerugian fisik dan psikis dialami oleh korban berinisial PU (15). Akibat perbuatan AT, PU harus menjalani operasi di bagian kewanitaannya karena ada benjolan.

"Kata dokter hasil visum terjadi benjolan sehingga harus dioperasi," kata Kasie Perlindungan Khusus Anak DP3A Kota Bekasi, Mini, kepada wartawan.

Dihubungi terpisah, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menuturkan, dampak yang terjadi pada korban perkosaan tidak dapat selesai dengan perkawinan. “Justru akan menambah beban trauma untuk korban dan tidak membantu proses pemulihan korban,” terang Siti saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (25/5).

Dia menerangkan, korban bisa saja menerima kekerasan kembali ketika dalam rumah tangganya kelak. “Karenanya tidak boleh menikahkan korban dan pelaku,” tutur Siti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement