Selasa 25 May 2021 00:11 WIB

Iran Perpanjang Kesepakatan dengan Lembaga Pemantau Nuklir

Langkah ini bisa memberikan ruang bagi negosiasi tak langsung antara AS dan Iran.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.
Foto: ap/Planet Labs Inc.
Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran memperpanjang kesepakatan dengan lembaga pemantau nuklir PBB (IAEA) yang berakhir baru-baru ini. Senin (24/5). Kedua belah pihak mengatakan kesepakatan yang dapat memperkuat perundingan nuklir ini diperpanjang selama satu bulan.

Langkah ini memberikan ruang bagi negosiasi tak langsung antara Amerika Serikat (AS) dan Iran yang berlangsung di Wina pekan ini. Diplomat-diplomat Eropa memperingatkan kegagalan memperpanjang kesepakatan pemantauan nuklir Iran dapat membahayakan perundingan yang bertujuan membawa kembali AS dan Iran ke Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Perpanjangan kesepakatan ini singkat sebab Iran akan menggelar pemilihan presiden pada 18 Juni mendatang. Tampaknya hasil pemilu akan mengganti pihak yang akan bernegosiasi dengan IAEA (International Atomic Energy Agency) dan negara-negara besar dunia.

"Peralatan dan verifikasi dan aktivitas pemantauan telah kami sepakati akan terus berlanjut sejak saat ini sampai satu bulan ke depan, berakhir pada 24 Juni," kata Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi dalam konferensi pers, Senin (24/5).

Grossi berbicara usai duta besar Iran untuk IAEA Kazem Gharibabadi memberikan pernyataan. Gharibabadi meminta kekuatan dunia yang sedang rapat di Wina memanfaatkan perpanjangan kesepakatan ini.

"Saya merekomendasikan mereka menggunakan kesempatan ini, yang telah diberikan Iran dengan kepercayaan yang baik dan cabut semua sanksi dalam perilaku yang dapat terverifikasi dan praktis," kata Gharibabadi.

Bulan Februari lalu Iran membuat kesepakatan selama tiga bulan dengan IAEA untuk mengizinkan lembaga itu memantau aktivitas nuklir mereka. Pemantauan dilakukan dengan sistem kotak hitam.

Grossi mengatakan IAEA tidak dapat mengakses data yang mereka kumpulkan selama tiga bulan ke belakang hingga 24 Juni mendatang. Ia pun harus dapat perkembangan setiap triwulan mengenai Iran dengan cara yang sama.

JCPOA yang disepakati tahun 2015 memastikan Iran tidak dapat membangun senjata nuklir dengan membatasi program pengayaan uraniumnya. Teheran mengatakan mereka tidak pernah berniat membangun senjata atom.

Mantan Presiden AS Donald Trump menarik Negeri Paman Sam dari perjanjian nuklir tersebut lalu memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi terhadap Iran. Teheran meresponnya dengan melanggar syarat-syarat dan ketentuan yang telah disepakati di JCPOA secara bertahap. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement