Selasa 25 May 2021 00:02 WIB

73 Guru Besar Bersurat ke Jokowi, Begini Isinya

73 guru besar ini menganggap pimpinan KPK merintangi penyidikan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Presiden Jokowi.
Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 73 guru besar dari sejumlah universitas yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (24/5). Dalam suratnya, para guru besar meminta Presiden Jokowi agar mengawasi tindak tanduk Firli Bahuri cs dan mengaktifkan kembali 75 pegawai KPK yang dianggap tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). 

Koalisi Guru Besar jiga memandang Surat Keputusan (SK) yang diteken Firli Bahuri bisa dikategorikan pidana. "Dalam pengamatan kami, ada banyak permasalahan yang perlu untuk dituntaskan," kata salah satu anggota koalisi, Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto, dalam siaran pers yang diterima Republika, Senin (24/5). 

Dia menyebut, permasalahan itu mulai dari penanganan perkara yang tidak maksimal, serangkaian dugaan pelanggaran kode etik, sampai pada kekisruhan akibat kebijakan komisioner. Hal itu, dia menegaskan, mengakibatkan penurunan kepercayaan publik terhadap KPK yang cukup drastis sejak 2020. 

Menurut Sigit, sejak awal, masyarakat sipil, organisasi keagamaan, ataupun akademisi telah menganalisis keabsahan TWK ini. Ada dua kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis tersebut. 

Pertama, penyelenggaraan TWK tidak berdasarkan hukum dan berpotensi melanggar etika publik. Merujuk pada dua peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). 

"Tidak ditemukan kewajiban bagi pegawai KPK untuk mengikuti TWK. Dua regulasi juga diperkuat oleh putusan MK yang menegaskan bahwa peralihan pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK. Maka dari itu, pelaksanaan TWK berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tidak dapat dibenarkan," kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement