Senin 24 May 2021 14:28 WIB

Dorong Penerimaan Pajak, DJP Rombak Organisasi Instansi

Tahun ini pemerintah mematok target penerimaan pajak sebesar Rp1.229,6 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Gedung Ditjen Pajak
Gedung Ditjen Pajak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melakukan perombakan organisasi. Adapun langkah ini untuk mewujudkan tata kerja baru yang mampu menopang target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp1.229,6 triliun. 

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan berbagai pengaturan itu merupakan bagian dari reformasi perpajakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak melalui penyelenggaraan administrasi perpajakan yang efisien, efektif, berintegritas, dan berkeadilan.

Baca Juga

“Penataan organisasi instansi vertikal yang dilakukan DJP cukup komprehensif cakupan perubahannya,” ujarnya saat Peresmian Organisasi dan Tata Kerja Baru Instansi Vertikal DJP secara daring, Senin (24/5).

Menurutnya beberapa perubahan yang mendasar di antaranya cara kerja melingkupi pembagian beban yang lebih proporsional dalam menjalankan proses bisnis inti pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Kemudian penambahan jumlah KPP Madya, perubahan komposisi wajib pajak (WP) yang terdaftar pada KPP Madya, serta perubahan struktur organisasi.

Dia menjelaskan melalui reorganisasi ini maka KPP Pratama akan lebih fokus pada penguasaan wilayah termasuk mengenai informasi, pendataan, pemetaan subjek dan objek pajak melalui produksi data, pengawasan formal serta material SPT Masa, dan SPT Tahunan.

Selanjutnya, KPP Madya bersama KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Khusus akan fokus pada pengawasan terhadap wajib pajak strategis penentu penerimaan, sehingga diharapkan dapat mengamankan 80 sampai 85 persen dari total target penerimaan pajak secara nasional.

“Pembagian beban yang lebih proporsional pada KPP diimplementasikan melalui penambahan jumlah seksi yang menjalankan fungsi pengawasan pada KPP,” ungkapnya.

Untuk menyederhanakan proses bisnis inti pada KPP dilakukan juga pengumpulan fungsi-fungsi yang serumpun dalam satu seksi. Tak hanya itu, DJP turut membentuk KPP Madya baru dengan mengonversi 18 KPP Pratama menjadi 18 KPP Madya di beberapa kantor wilayah dengan mempertimbangkan skala ekonomi dan potensi masing-masing wilayah.

Penambahan jumlah KPP Madya tersebut diiringi dengan perubahan komposisi WP yang terdaftar pada KPP Madya dari sebelumnya sekitar seribu menjadi dua ribu wajib pajak per kantor atau maksimal empat ribu wajib pajak dalam satu kantor wilayah yang memiliki dua KPP Madya.

Dalam rangka reorganisasi, DJP juga melakukan perubahan struktur organisasi pada KPP dengan memperkaya cakupan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh setiap seksi.

Selain itu, DJP turut melakukan stratifikasi KPP Pratama dengan potensi perpajakan menjadi salah satu dasar penentuan jumlah Seksi Pengawasan yaitu enam seksi pengawasan KPP Pratama Kelompok I dan lima Seksi Pengawasan di KPP Pratama Kelompok II.

“Pembaruan organisasi instansi vertikal DJP berdampak untuk sebagian WP dengan rincian terdapat satu Kanwil, 11 KPP serta tiga kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang mengalami perubahan nama kantor,” ucapnya.

Kemudian terdapat 27 KPP dan satu KP2KP yang mengalami penyesuaian wilayah kerja. Hal ini dilaksanakan untuk menyelaraskan beban kerja, menyesuaikan wilayah kerja, serta konsekuensi dari pembentukan KPP Madya baru.

Meski demikian, Suryo memastikan wajib pajak terdampak reorganisasi instansi vertikal DJP telah mendapatkan pemberitahuan dari KPP terdaftar yang lama, sehingga mulai 24 Mei 2021 pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya dilaksanakan di KPP terdaftar yang baru.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat penerimaan pajak sebesar Rp 374,9 triliun per April 2021. Adapun realisasi ini tumbuh 30,94 persen dari target total tahun ini sebesar Rp 1.229,6 triliun. Meskipun realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 374,9 triliun terkontraksi 0,46 persen (yoy) namun masih lebih baik dibandingkan periode sama tahun lalu yang minus tiga persen.

“Berdasarkan seluruh jenis pajak terdapat indikasi pemulihan meskipun belum semua sektor pulih, sehingga menunjukkan penerimaan pajak ini telah mulai mengalami perubahan arah kepada perbaikan. Jadi tantangan kita tidak semua sektor sudah pulih namun ada yang pulih cukup nyata,” ungkapnya.

Dia merinci beberapa jenis pajak yang mengalami pemulihan antara lain PPh Badan tumbuh 31,1 persen dan PPN dalam negeri yang meskipun secara neto terkontraksi namun secara bruto tumbuh 6,4 persen.

“PPN dalam negeri neto kita kontraksi namun secara bruto tumbuh 6,4 persen. Itu menggambarkan underlying transaction-nya naik. Kita juga akan melihat berbagai indikator pemulihan ekonomi yang lain,” ucapnya.

Meski demikian, Sri Mulyani menegaskan sinergi yang kuat harus terus dilakukan dalam rangka mencapai target penerimaan untuk memulihkan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat seiring belum berakhirnya pandemi Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement