Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image asih karsinih

Bagaimana Memajukan Bank Syariah Di Indonesia

Info Terkini | Sunday, 23 May 2021, 23:13 WIB

Sejak tahun 1992 didirikannya Bank Muamalat di Indonesia, industri perbankan syariah di Indonesia sendiri masih memiliki beberapa tantangan yang besar. Pertama, menurut data yang diambil dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi yang masih relatif lambat hingga saat ini market share perbankan syariah di Indonesia masih berkisar 6,48 %. Masyarakat Indonesia sendiri ternyata tidak sharia sensitive. Fatwa haram bunga bank tidak lantas membuat pengguna bank syariah menjadi melonjak. Selain itu bank syariah menghadapi persaingan yang ketat, yaitu persaingan dengan bank konvensional dan persaingan dengan financial technology yang hingga saat ini berkembang dengan cukup pesat.

Penduduk Indonesia mayoritas beragama islam, idealnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia berjalan signifikan. Namun demikan, fakta menunjukkan bahwa pangsa pasar bank syariah masih relative kecil. Kurangnya pemahaman atau literasi masyarakat mengenai jasa perbankan syariah. Dari data survey nasional Literasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan di tahun 2013 hanya sekitar 22% dari penduduk Indonesia yang memahami jasa pelayanan perbankan, dan 57% dari penduduk saja yang sudah memakai jasa perbankan. Ini data total perbankan di Indonesia, artinya betapa rendahnya pemahaman dari masyarakat mengenai bank syariah jika total masyarakat yang belum paham jasa perbankan masih sekitar 78%. berdasarkan hasil survey nasional yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016, indeks literasi keuangan syariah hanya 8,11 persen. Dibandingkan dengan jumlah penduduk muslim di Indonesia yang berada di atas 200 juta jiwa, maka persentasi 8,11 persen tentulah sangat minim.

Market share perbankan di Indonesia juga masih kalah jauh dibandingkan dengan negara Malaysia, padahal notabenya adalah sama-sama dengan negara yang jumlah penduduknya beragama islam. Ada beberapa sebab mengapa mengapa market share keuangan syariah Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia. Yang pertama adalah dasar dan prinsip hukum yang dianut berbeda, Malaysia menganut prinsip hukum common law, asal ada kesepakatan dari para pihak semua bisa dijalankan asalkan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Di Indonesia tidak bisa diberlakukannya seperti di Malaysia karena Indonesia menggunakan hukum civil law dimana aturan harus dibuat terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan tertentu. Harus ada undang-undang yang mengatur terlebih dahulu baru boleh diterapkan. Akhirnya kita terlambat beberapa tahun dari Malaysia. Kedua, Kurangnya literasi kepada masyarakat, masyarakat masih menganggap perbankan syariah sama saja dengan bank konvensional karena masyarakat belum memahami hal itu. Masyarakat di luar islam juga memandang ekonomi syariah hanya untuk muslim. Padahal tidak demikian, sebab ekonomi syariah menawarkan sistem ekonomi yang lebih baik seperti transparansi dan berkeadilan bagi yang terlibat di dalamnya. sistem yang ditawarkan berkeadilan, menguntungkan semua pihak yang terlibat. Ketiga Permodalan yang terbatas, Bank syariah membutuhkan modal baru untuk meningkatkan ekspansi aset, pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Faktor modal juga berdampak pada faktor jaringan kantor pelayanan juga teknologi informasi yang dipakai di mana penduduk Indonesia tersebar di berbagai pelosok kawasan Nusantara yang sangat luas wilayahnya. Dampak dari minimnya permodalan adalah kurang leluasanya bank syariah dalam membuka kantor cabang. Sehingga masyarakat masih sulit menemukan bank syariah di wilayah-wilayah kecil.

Keberpihakan pemerintah (government initiatives) untuk pengembangan industri Perbankan Syariah yaitu dengan memberikan bentuk dukungan pemerintah dalam pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia adalah dengan diluncurkannya road map pada tanggal 25 Februari 2021 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal tersebut adalah bentuk salah satu dukungan pemerintah dalam pengmbangan Perbankan Syariah di Indonesia. Road map Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia disusun sebagai katalisator akselerasi proses pengembangan perbankan syariah di Indonesia dengan membawa 3 (tiga) arah pengembangan yang terdiri dari penguatan identitas perbankan syariah; sinergi ekosistem ekonomi syariah; serta penguatan perizinan, pengaturan, dan pengawasan. Sebagai bagian dari Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia, roadmap ini merupakan langkah strategis OJK dalam menyelaraskan arah pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, khususnya pada sektor industri jasa keuangan syariah di bidang perbankan syariah. Selain itu dengan adanya merger 3 bank Syariah bentuk dukungan pemerintah dalam pengembangannya karena OJK sudah mengeluarkan surat dengan Nomor: SR-3/PB.1/2021 perihal Pemberian Izin Penggabungan PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah ke dalam PT Bank BRIsyariah Tbk. serta Izin Perubahan Nama dengan Menggunakan Izin Usaha PT Bank BRI syariah Tbk Menjadi Izin Usaha atas nama PT Bank Syariah Indonesia Tbk sebagai Bank Hasil Penggabungan. Kemudian Bentuk dukungan pemerintah yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan perbankan syariah antara lain:

a) Undang-Undang tentang pembukaan perbankan syariah pertama pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992.

b) Undang-Undang tentang dual banking system pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dan spin off pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2008.

c) Fatwa DSN MUI tentang akad-akad di perbankan syariah

Jual beli murabahah 111/DSN-MUI/IX/2017

kerja sama mudharabah 115/DSN-MUI/IX/2017

Jual beli salam 05/DSN-MUI/IV/2000

Jual beli istishna 06/DSN-MUI/IV/2000

Kafalah 11/DSN-MUI/IV/2000

Rahn 25/DSN-MUI/III/2002

Al Qardh 19/DSN-MUI/IV/2001

Wakalah 10/DSN-MUI/IV/2000

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia 36/DSN-MUI/X/2002

Al Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) 27/DSN-MUI/III/2002

Musyarakah Mutanaqisah 73/DSN-MUI/XI/2003

Akad Ijarah 112/DSN-MUI/IX/2017

Dewasa ini permasalahan pada bank-bank konvensional serta krisis moneter dan keuangan yang mengglobal saat ini, kehadiran Bank Syariah telah memberikan jalan keluar yang sangat tepat bagi umat Islam. Bank Syariah biasa disebut Islamic Banking, yaitu suatu sistem perbankan yang pelaksanaan operasionalnya tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi, perjudian (maisir), dan ketidakpastian (gharar). Perkembangan Bank Syariah yang pesat merupakan bentuk kontribusi terhadap sistem perekonomian di Indonesia. Bank Syariah di Indonesia terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan Unit Usaha Syariah (UUS). Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah memiliki kegiatan yang sama meliputi jasa dalam lalu lintas pembayaran, penghimpun dan penyalur dana yang menggunakan prinsip syariah. Perbedaan utama yaitu, Unit Usaha Syariah masih merupakan bagian dari perusahaan induknya yaitu Bank Umum Konvensional. Unit Usaha Syariah merupakan unit kerja dari Bank Umum Konvensional yang melaksanakan kegiatan usahanya dengan prinsip syariah, sehingga laporan keuangannya bersifat konsolidasi dengan laporan keuangan perusahaan induknya. Berbeda dengan Unit Usaha Syariah, Bank Umum Syariah sudah berdiri sendiri, dengan melakukan pemisahan unit usaha dari perusahaan induknya, dan mempunyai akta pendirian sendiri sehingga bukan lagi merupakan anak perusahaan dari Bank Umum Konvensional. Namun baru-baru ini Unit Usaha Syariah akan melakukan spin off atau penyapihan dari bank induknya yaitu dari Bank Umum Konvensional. Meskipun spin off cukup berat dan harus membutuhkan modal yang cukup besar saya rasa spin off ini perlu dilakukan namun hanya sifatnya saja yang tidak wajib.

Keinginan Bank Umum Konvensional melakukan pemisahan Unis Usaha Syariah (UUS) dan dijadikan Bank Umum Syariah (BUS) karena kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BUS lebih luas dibandingkan dengan UUS dari Bank Konvensional. Pemisahan UUS dari bank induknya adalah langkah yang strategis untuk menangkap peluang pasar atau kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan syariah. Karena dengan adanya pemisahan UUS dari Bank Umum Konvensional meningkatkan tingkat kepatuhan terhadap syariah tentunya akan menjadi peluang yang bagus untuk market share perkembangan Bank Syariah di Indonesia. Alasan mengapa spin-off harus didorong karena pengelolaan antara syariah dan konvensional perlu dipisah adalah karena Bank Syariah dan Bank Konvensional berbeda secara eksplisit dari sisi falsafah dasarnya yaitu bahwa Bank Syariah menggunakan mekanisme bagi hasil (profit & loss sharing, PLS), sementara Bank Konvensional memberlakukan sistem bunga (interest based system, IBS). Prinsip inilah yang secara mendasar sangat membedakan kedua jenis perbankan tersebut. Tentu saja perbedaan tersebut juga berakibat pada implikasi yang berbeda. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bank spin-off syariah yaitu harus dapat memaksimalkan penggunaan dana pihak ketiga (DPK) yang akan disalurkan dalam bentuk pembiayaan untuk meningkatkan pendapatan.

Melakukan spin-off UUS Bank Umum Konvensional merupakan salah satu bentuk untuk memperkembangkan sistem ekonomi syariah di dalamnya karena lebih memurnikan operasional perbankan syariah. UUS dapat dipisahkan dari Bank Umum Konvensional adalah langkah strategis untuk menangkap peluang pasar atau kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan syariah. Operasional perbankan syariah dalam kerangka UUS tidak murni sesuai dengan prinsip syariah karena perusahaan induk dari Bank Umum Konvensional biasanya mengendalikan semua pelaksanaan perbendaharaan yang ada pada UUS (Islamic Banking Window).

Perlu model bisnis yang baru yang bank syariah bisa jalankan agar dapat meningkatkan pertumbuhannya di masa depan, terutama di era digitalisasi yang kian hari semakin pesat pertumbuhannya. Selain pada sektor produktif, perlu adanya kontribusi lain yang bisa dilakukan perbankan syariah dalam mendukung pemerataan ekonomi yaitu dengan penguatan kewirausahaan dan financial inclusion kepada kelompok masyarakat yang belum tersentuh pada sektor keuangan. Bila aktivitas wirausaha semakin kuat dan financial inclusion mencapai puncaknya, maka akan menunjukan bahwa ekonomi syariah memiliki sistem perekonomian yang mampu mengangkat kesejahteraan umat. Ada beberapa strategi untuk meningkatkan pertumbuhan di masa depan.

Yang pertama, Optimalisasi teknologi digital dalam produk perbankan syariah. Kecanggihan teknologi mendukung perkembangan suatu produk pada bank syariah. Dengan adanya perkembangan teknologi maka pihak perbankan sudah memanfaatkan perkembangan teknologi dengan munggunakan aplikasi-aplikasi online yang mudah di akses oleh masyarakat. Internet banking dan mobile banking yang memberikan pilihan layanan atau fitur seperti, pembukaan rekening pembayaran, transfer, serta pembelian yang didukung juga dengan fasilitas ATM. Internet banking maupun mobile banking sebagai sarana yang efisien dimana transaksi perbankan lebih fleksibel, lebih mudah dengan menggunakan smartphone.

Yang kedua, melakukan inovasi terhadap sarana elektronik media digital pada bank syariah Indonesia. Misalnya bekerjasama dengan fintech syariah. Fintech syariah merupakan salah satu mode inovasi perkembangan teknologi dalam dunia keuangan yang berdasarkan prinsip syraiah. Inovasi yang di tawarkan oleh perusahaan fintech dapat memberi dampak positif pada konsumen maupun perbankan. Bagi konsumen dengan adanya fintech, biaya transaksi yang dikeluarkan lebih rendah dan pelayanannya lebih cepat di bandingkan bank. Sedangkan bagi perbanakan, dengan adanya fintech, maka terdapat peningkatan dan efisiensi dalam proses pelayanan perbankan.

Yang ketiga, menerapkan sistem bank digital terhadap bank syariah Indonesia. Dengan cara misalnya menyediakan platform untuk pendaftaran calon nasabah dilakukan secara online tanpa harus mengantri hanya untuk membuka rekening lewat costumer service. Dengan kemudahan yang ditawarkan dalam layanan perbankan digital pada bank syariah diharapkam layanan tersebut dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi nasabah-nasabahnya. Karena jika kita lihat bahwa pengguna bank digital ini semakin diminati oleh masyarakat, jika kita terapkan sistem digital ini pada bank syariah maka akan semakin banyak orang yang tertarik untuk menggunakan bank syariah.

Jika langkah tersebut bisa dilakukan, model bisnis baru yang bank syariah bisa jalankan dari langkah tersebut harapannya dapat meningkatkan pertumbuhan bank syariah di masa depan. Langkah selanjutnya ada kita harus benar-benar memperhatikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional, karena majunya keberlangsungan sebuah perusahaan berada ditangan karyawan atau Sumber Daya Manusia. Bank Syariah harus memiliki sistem pembangunan Sumber Daya Manusia yang baik, karena SDM yang berkompeten tersebut memungkinkan untuk bisa memodifikasi produk-produk perbankan sesuai dengan kebutuhan nasabahnya, serta mampu memahami kontrak-kontrak syariah yang akan terjadi. Meningkatkan kualitas layanan dan keragaman produk, serta mensosialisasikan produk perbankan syariah kepada publik sehingga target peningkatan pendapatan dan pertumbuhan pangsa pasar dapat tercapai. Produk yang bisa dimodifikasi tentunya bisa memenuhi kebutuhan nasabahnya akan menjadi produk unggulan yang dimana bisa meningkatkan penjualan produk Bank syariah dan dapat menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat. Dengan begitu eksistensi Perbankan syariah di Indonesia akan semakin maju.

#retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image