Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Johandi Rahma Rafani

Bank Syariah Beri Masyarakat Berkah

Eduaksi | Sunday, 23 May 2021, 18:46 WIB

Saat ini transaksi menjadi lebih mudah dengan kehadiran bank sehingga memungkinkan pengguna bank menabung, menarik uang lewat Automatic Teller Machine (ATM) atau lewat teller bank dan bahkan melakukan transaksi lewat smarthphone. Berbagai kemudahan ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Saat ini ada dua sistem perbankan yang dianut oleh bank di Indonesia yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang kegiatan perbankannya dilakukan secara konvensional. Sedankan bank Syariah adalah kegiatan perbankan yang dilakukan berdasarkan hukum islam.

Sejarah perkembangan Bank Syariah di Indonesia terinspirasi dari perkembangan bank syariah di luar negeri yang diawali dengan berdirinya bank Mit Gharm pada tahun 1963 di Mesir. Namun bank tersebut tidak bertahan dengan lama dan ditutup karena alasan politik. Namun demikian muncul lagi bank syariah bernama Nasser Social Bank pada tahun 1972 yang lebih terpusat pada kegiatan sosial daripada kegiatan komersil, selanjutnya muncul Dubai Islamic Bank pada tahun 1975 di Dubai, Islamic Development Bank pada tahun 1975 di Jeddah. Faisal Islamic Bank yang berdiri pada tahun 1977 di Mesir dan Sudan. Pada 1997 di Mesir dan Sudan berdiri Kuwait Finace House. Bank Islam Malaysian Berhard yang berdiri pada tahun 1983 di Malaysia.

Pendirian Bank Syariah di Indonesia diawali dari lokakarya Bunga Bank dan Perbankan pada tahun 18 20 Agustus 1990, kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah Nasional (MUNAS) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Hotel Sahid, Jakarta pada 22 25 Agustus pada tahun yang sama. Hasil dari MUNAS tersebut melahirkan Steering Committee yang diketuai Dr. Ir. Amin Azis yang bertugas untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pembentukan Bank Syariah di Indonesia. Dengan adanya dukungan pemerintah dan masyarakat, terbentuklah bank syariah pertama di Indonesia dengan nama PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 di Jakarta. Berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) tidak bersamaan dengan berdirinya bank syrariah lainnya sehingga perkembangan perbankan syariah hampir berhenti sampai tahun 1998.

Krisis ekonommi dan moneter pada tahun 1998 dan disahkannya Undang Undang nomor 7 tahun 1992 yang isinya mengatur tentang peluang usaha syariah bagi bank konvensional melatar belakangi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Perkembangan bank syariah di Indonesia adalah perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu alternatif sistem perbankan atau keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip dan hukum syariah Islam. Sebenarnya perkembangan sistem keuangan syariah telah dimulai sebelum pemerintah meletakkan dasar dasar hukum operasional secara formal.

Setelah terbitnya ketentuan perundang undangan tersebut, sejak tahun 1998 sistem perbankan syariah menunjukkan perkambangan yang cukup pesat yaitu lebih dari 50 persen pertumbuhan aset rata rata pertahun. Terdapat 11 bank syariah dan 24 Unit Usaha Syariah dengan perkembangan yang cukup baik sejak tahun 1998 sampai akhir Desember tahun 2013. Kerangka perkembangan bank syariah ini tidak luput dari Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Cetak biru ini menempatkan posisi serta cara pandang bank Indonesia dalam mengembankan Perbankan Syariah di Indonesia, dan berfungsi sebagai pedoman untuk para pemegang saham Perbangkan Syariah. Pandangan filosofis dan strategi pencapaiannya dituangkan dalam kerangka visi misi dan inisiatif yang akan dilakukan dalam periode 10 tahun kedepan.

Adapun visi kegiatan pengembangan Bank Syariah adalah terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinnsip kehati hatian, serta mampu mendukung sektor riil dalam kerangka keadilan, tolong menolong, dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk bertransaksi menggunakan prinsip syariah, perkembangan syariah mendorong munculnya lembaga keuangan syariah lainnya seperti asuransi syariah, pegadaian syariah dan pasar model syariah serta lembaga pendidikan yang membuka program studi ekonomi dan keuangan dengan prinsip syariah

Apa itu bank Syariah

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank syariah adalah bank yang dalam menjalankan fungsinya menerapkan prinsip dan hukum islam. Prinsip prinsip tersebut dalah prinsip kadilan dan keseimbangan, prinsip kemaslahatan, prinsip universalisme, dan tidak mengandung unsur keraguan (gharar), perjudian (maysir), dan riba, zalim, dan objek yang haram. Perbankan Syariah juga memiliki dan menjalankan fungsi sosial seperti Lembaga Baitul mal. Fungsi sosial meliputi infak, zakat, sedekah, hubah, dana sosial untuk disalurkan kepada pengelola wakaf.

Dalam pelaksanaanya, pengaturan dan pengawasan bank Syariah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sama halnya dengan perbankan konvensional. Yang menjadi pembeda adalah penyesuaian pengaturan dan sistem pengawasan berdasarkan sistem operasi perbankan Syariah. Produk dengan prinsip prinsip Syariah merupakan keunikan yang dimiliki oleh bank Syariah karena sejatinya bank Syariah adalah bank yang berdasarkan pada hukum dan prinsip islam. Keberadaan bank Syariah didasarkan pada kepatuhan pada prinsip syariah yang menjadi fondasi eksistensi bank syariah sekaligus menjadi keunggulan dari bank Syariah dibandingkan dengan bank konvensional lainnya.

Dalam memastikan dan menjamin kepatuhan terhadap prinsip Syariah, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI menerbitkan fatwa kesesuaian produk bank terhadap prinsip syariah Bersama ijin dari Otoritas jasa Keuangan (OJK) sebelum produk tersebut ditawarkan kepada masyarakat. Dalam menjalankan perbankan Syariah wajib memiliki badan yang disebut Dewan pengawas Syariah (DPS). Dewan pengawas Syariah (DPS) memiliki dua tugas dalam yaitu sebagai pengawas syariah dan sebagai penasehat apakah aktivitasnya mencerminkan prinsip syariah apa tidak. Perbankan syariah juga memiliki fungsi internal audit yang memiliki fokus untuk pemantauan kepatuhan syariah guna membantu tugas Dewan Pengawas Syariah dan juga audit external yang menggunakan auditr dengan kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah.

Ada dua bentuk bank syariah yaitu bank umum dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). yang menjadi pembeda adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak boleh menerima simpanan giro dan tidak boleh ikut serta dalam segala aktivitas pembayaran. Terdapat bentuk lain lagi bank syariah berdasarkan kelembagaanya yaitu bank syariah penuh dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang terbentuk dari bank umum konvensional. Dalam Undang Undang Perbankan Syariah juga mewajibkan bank syariah melaksanakan penghimpunan dana baik dalam bentuk simpanan atau investasi yang berdasar kepada prinsip syariah dan harus terlebih dahulu mendapat izin dari OJK.

Landasan hukum bank Syariah

Perbankan syariah diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Dalam pasal 2 dijelaskan bahwa perbangkan syariah melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati hatian. Selanjutnya perbangkan syariah memiliki tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional untuk meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Hal itu diatur dalam pasal 3 UU No. 21 Tahun 2008. Bank syariah wajib melaksanakan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan dapat menjalankan fungsi sebagai lembaga Baitul mal dan menerima dana yang berasal dari infak, sedekah, hibah, dana sosial dan menyalurkannya pada organisasi pengelola zakat. Selain itu bank syariah juga dapat mengumpulkan wakaf dan menyalurkannya dan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang undangan sebagaimana tertuang dalam pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008.

Untuk mencapai tujuan dari pembangunan nasional dan dapat bersaing dengan sehat di panggung global maka diperlukan partisipasi dan kontribusi dari setiap elemen masyarakat untuk memunculkan potensi yang ada pada elemen masyarakat guna meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi untuk tujuan pembangunan nasional. Salah satu cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengembangkan sistem ekonomi berdasarkan nilai nilai dan hukum syariah islam dan memasukkannya kedalam sistem hukum nasional.

Pada pasal 5 dijelaskan bahwa semua pihak yang akan melakukan kegiatan usaha bank syariah wajib untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia. Sedangkan untuk memperoleh izin tersebut, bank syariah wajib memenuhi beberapa persyaratan seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan syariah, dan kelayakan usaha. Setelah bank syariah memperoleh izin wajib untuk mencantumkan kata syariah dalam penulisan banknya.

Untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan keyakinan pada masyarakat, dalam Undang-Undang perbankan syariah diatur diatur sedemikian rupa jenis usaha, ketentuan pelaksanaan prinsip syariah, penyaluran dana, kelayakan usaha, dan larangan larangan bagi bank syariah. Dan untuk memberikan pencerahan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariaahan operasional suatu bank maka diatur kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah seperti kegiatan yang tidak mengandung unsur riba, gharar, maisir, haram dan zalim.

Cara Kerja bank syariah

Mekanisme penerimaan dan penyaluran dana bank syariah berdasar pada prinsip prinsip syariah bahkan produk dari bank syariah juga berdasar pada prinsip syariah juga. Selanjutnya akan dijelaskan seperti berikut ini:

a. Penghimpunan Dana

Bank syariah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito. Dalam konsep operasionalnya, bank syariah menerapkan dua prinsip syariah yaitu Wadiah dan Mudhabarah.

1) Prinsip Wadiah

Prinsip wadiah menganggap bahwa harta nasabah adalah titipan dan tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dititipi. Produk nak syariah yang menganut prinsip wadiah memiliki suatu ketentuan yaitu keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana ditanggung oleh pihak bank dan bank boleh memberi bonus kepada pemilik dana sebagai insentif namun tidak boleh dijanjikan dimuka. Bank juga harus membuat perjanjian atau akad saat pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana.

2) Prinsip Mudharabah

Prinsip Mudharabah menganggap bahwa pemilik modal dan pengelola (bank) melakukan kerjasama dengan perjanjian bagi hasil. Prinsip ini dibagi menjadi dua yaitu Mudharabah Mutlaqah dan Mudharabah Muqayyadah. Prinsip Mudharabah Mutlaqah bank tidak memiliki Batasan dalam penggunaan dana yang dikumpulkan dan nasabah tidak memberikan persyaratan kepada bank. Bank bebas dalam menyalurkan dana ke bisnis manapun yang dianggap menguntungkan. Sedangkan pada prinsip Mudharabah Muqayyadah berupa simpanan khusus atau investasi yang dibatasi. Nasabah dapat menetapkan persyaratan tertentu yang harus dipatuhi oleh bank seperti pada bisnis mana dana akan digunakan dan menggunakan akad apa.

Sedangkan untuk penyaluran dana kepada nasabah, produk syariah dibagi menjadi empat kategori berdasarkan tujuan penggunaan yaitu sebagai berikut:

1) Prinsip Jual beli (Bai)

Prinsip ini dilaksanakan karena adanya pergantian kepemilikan barang atau transfer kepemilikan. Prinsip ini dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan pembiayaannya yaitu pembiayaan murabahah, Pembiayaan salam, dan Pembiayaan istishna. Berikut Penjelasannya:

a. pembiayaan murabahah

Pembiayaan ini merupakan transaksi jual beli yang dimana pihak bank menyebutkan besaran dari keuntungannya. Pada pembiayaan ini, bank berperan sebagai penjual dan nasabah adalah pembelinya. Harga jual adalah harga beli yang ditetapkan oleh bank dari pemasok ditambahkan dengan keuntungan. Antara pihak bank dan nasabah harus menyetujui harga jual dan tenggat waktu pembayaran. Apabila kesepakatan telah dicapai maka kesepakatan tidak dapat diubah selama berlakunya perjanjian. Pembiayaan murabahah dilakukan dengan cara menyicil sedangkan barang diberikan setelah terjadinya perjanjian (akad).

b. Pembiayaan salam

Pembiayaan ini merupakan transaksi jual beli namun barang yang akan diperjual belikan belum ada. Maka pembayaran secara tunai dan barang diserahkan secara diangsur. Pada kondisi ini pembeli adalah bank dan penjual adalah nasabah. Pembiayaan ini memiliki beberapa ketentuan antara lain sebagai berikut:

- Saat pembelian harus diketahui spesifikasi produk secara detail meliputi jenis, ukuran, jumlah dan lain sebagainya.

- Nasabah yang berperan sebagai produsen harus bertanggung jawab apabila hasil produksi cacat atau tidak sesuai dengan perjanjian (akad) dengan cara mengembalikan dana yang diterima atau mengganti barang yang cacat dengan barang yang sesuai.

- Bank syariah tidak menjadikan barang yang dibeli sebagai persediaan.

c. Pembiayaan Istishna

Pembiayaan ini kurang lebih sama dengan pembiayaan salam namun dalam istishna pembayaran yang dilakukan bank dapat dibayarkan dalam beberapa kali pembayaran. Ketentuan dalam pembiayaan ini harus jelas spesifikasi barangnya seperti pada pembiayaan salam. Harga jual ditentukan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama akad masih berlaku. Namun apabila terjadi perubahan setelah akad ditandatangani maka seluruh biaya tambahan ditanggung oleh nasabah.

2) Prinsip Sewa (ijarah)

Transaksi ini didasarkan pada adanya perpindahan manfaat. Prinsip ini sama dengan prinsip jual beli namun yang menjadi pembeda adalah objek dari transaksinya. Apabila pada prinsip jual beli objek transaksinya adalah barang maka prinsip sewa objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakan kepada nasabah dengan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Pada prinsip bagi hasil pembiayaan didasarkan pada beberapa produk pembiayaan seperti berikut:

a. Pembiayaan Musyarakah

Transaksi ini didasari atas keinginan antara pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset mereka secara bersama sama baik aset yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihak yang melakukan kerja sama dapat berupa dana, barang dagang, skill, property, alat, atau reputasi. Ketentuan dalam pembiayaan ini adalah semua modal disatukan dan dijadikan modal proyek dan dikelola secara bersamaan. Dana proyek tidak boleh digabungkan dengan harta pribadi. Menjalankan proyek musyarakah harus dengan izin pihak yang lain. Proyek yang dijalankan harus disebutkan pada saat melakukan akad dan saat proyek selesai nasabah mengembalikan dana bersama dengan bagi hasil yang telah disepakati bersama.

b. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan ini adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pemilik dana dengan pihak pengelola dengan satu perjanjian keuntungan. Pembiayaan ini tidak mewajibkan wakil dalam manajemen namun orang yang dipercaya untuk mengelola dana harus berhati hati dan bertanggung jawab apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh kelalaian. Apabila terdapat wakil maka diharapkan untuk mengelola dana dengan cara yang tepat sehingga memperoleh keuntungan. Pembiayaan ini menuntut tingkat kejujuran dan keadilan yang tinggi untuk kepentingan bersama. Kecurangan dan ketidak adilan akan merusak ajaran islam dalam pembiayaan ini.

4) Produk Lainnya

a. Wakalah

Wakalah memiliki arti yaitu perwakilan yang bermakna penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Bank diberikan mandate oleh nasabah untuk melaksanakan suatu persoalan sesuai dengan permintaan nasabah. Wakalah adalah perjanjian (akad) pemberi kuasa dari lembaga atau perorangan kepada pihak lain (bank) untuk mewakili lembaga/perorangan tersebut untuk melaksanakan suatu urusan dengan batas wewenang dalam waktu yang telah ditentukan. Segala hak dan kewajiban yang dipikul oleh wakil harus mengatas namakan pemberi kuasa. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad haruslah yang mengerti dan cakap dalam hal hukum.

b. Kafalah

Kafalah merupakan suatu jaminan yang diberikan oleh penanggung dan ditujukan kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Atau dalam artian lain kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin sebagaimana yang terdapat pada QS. Yusuf 12:72

Kafalah dapat diartikan juga sebagai jasa pinjaman nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin dan nasabah sebagai pihak yang dijamin. Prinsip ini sebagai dasar layanan bank garansi, atau sebagai penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana sebagai jaminan. Dana tersebut dengan diperlakukan dengan prinsip wadiah oleh bank bank. Bank menerima imbalan atas jasa yang diberikan.

c. Sharf

Sharf merupakan jasa jual beli valuta asing. Valuta asing yang tidak sejenis penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama berdasarkan kurs jual dan kurs beli yang berlaku pada saat itu juga. Bank tidak melayani transaksi forward, swab, dan option yang dalam transaksinya diterapkan hedging.

d. Qardh

Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau bisa disebit juga pinjaman harta. Qardh adalah pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak seperti dana talangan dan tidak boleh digunakan untuk tujuan yang bersifat konsumtif. Pengembalian dana ditentukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan akad (kesepakatan). Pinjaman yang diberikan tidak ada tambahan keuntungan dan pembayaran dilakukan secara cicilan atau langsung tunai. Bank dapat meminta jaminan atas pinjaman yang telah diberikan.

e. Rahn

Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya. Tujuan rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Secara sederhana, Rahn dapat diartikan jaminan utang atau dapat juga disebut dengan gadai. Barang yang diserahkan untuk jaminan akan dijaga oleh bank. Barang yang dijaminkan harus barang yang dimiliki oleh nasabah dan bukan barang orang lain dan memiliki nilai ekonomis. Barang tersebut harus jelas spesifikasinya dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar. Barang yang dijaminkan tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.

f. Hiwalah

Hiwalah adalah transaksi yang dilakukan untuk mengalihkan utang piutang. Dalam praktiknya Hiwalah umumnya digunakan untuk membantu penyuplai dalam mendapatkan modal tunai agaara dapat melanjutkan kegiatan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya peminjaman utang. Untuk mengantisipasi terjadinya risiko kerugian, bank melakukan penelitian terhadap pihak yang akan berhutang dan kebenaran dari transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berhutang.

Urgensi bank syariah

Menjalankan Syariat Islam menjadi salah satu kewajiban seorang uman Islam. Hal ini tertera dalam surah Al Ahzab ayat 36 yang berisi tentang ketetapan Allah dan Rasulnya bahwa orang islam yang diterima Allah adalah orang yang menjalankan hidup berdasarkan Syariah Islam. Sistem ekonomi dan keuangan juga tak luput dari bagian aktifitas umat Islam seperti misalnya sistem perbankan. Maka dari itu masyarakat Islam perlu mempertimbangkan penggunaan bank syariah dalam aktivitas umat islam dalam berekonomi.

Saat ini masyarakat menganggap bunga yang saat ini diterapkan oleh bank konvensional sebagai riba yang dimana harus dihindari oleh umat muslim. Menurut ulama di berbagai negara, bunga bank yang merupakan riba hukumnya adalah haram sebagaimana yang telah dibahas oleh Dewan Studi Islam Al-Azhar Cairo pada tahun 1965. Bahkan di Indonesia sendiri bunga bank konvensional dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Aceh pada bulan Agustus 2001.

Alasan lain perlunya Bank Syariah di Indonesia adalah sistem perbankan syariah diyakini merupakan sistem yang menjunjung aspek aspek keadilan dalam syariah islam. Dengan dasar prinsip kebersamaan, yang berarti untung dibagi sama begitu juga dengan risikonya. Dalam sistem bank syariah, seluruh transaksi yang mengalir pada bank syariah harus sesuai dengan ajaran Syariah Islam. Jika ada dana yang berdasarkan Syariah Islam merupakan dana haram maka dana akan dialokasikan kepada dana sosial. Karena itu bank syariah selalu memiliki dewan pengawas syariah yang bertugas untuk mengawasi produk produk dan juga transaksi yang mengalir di bank syariah.

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Ada dua jenis bank di Indonesia yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatannya secara umum seperti bank konvensional lainnya. Sedangkan bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah islam. Kedua jenis bank tersebut dapat menjalankan fungsinya sebagai penghimpun, penyimpanan dana nasabah dan transaksi. Meski begitu kedua jenis bank ini memiliki perbedaan baik dari segi keuntungan, hubungan, dan pengawas.

Pada bank konvensional prinsip keuntungan menggunakan sistem bunga. Sedangkan untuk bank syariah untung dan rugi akan diterapkan dengan sistem bagi hasil, margin keuntungan, dan fee. Bunga pada bank konvensional didasarkan pada jumlah uang pokok pinjaman. Nasabah harus mematuhi dan tunduk pada perubahan suku bunga yang ditentukan sepihak oleh bank sesuai dengan keadaan dan fluktuasi suku Bungan di pasar uang. Pembayaran Bungan tetap dilakukan tanpa melihat apakah nasabah sedang untung atau rugi. Untuk sistem bagi hasil pada bank syariah didasarkan pada rasio bagihasil pendapatan atau keuntungan yang didapat oleh nasabah. Margin keuntungan untuk bank yang disepakati bersama ditambahkan pada pokok pembiayaan berlaku sebagai harga jual yang tetap sama hingga berakhirnya masa perjanjian. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama oleh nasabah dan juga bank.

Hubungan yang terbentuk dalam bank syariah ada empat jenis yaitu kemitraan, penjual dan pembeli, sewa menyewa, debitur dan kreditur. Sedangkan dalam bank konvensional antara bank dan nasabah adalah debitur dan kreditur. Perbedaan selanjutnya adalah ada apa tidaknya pengawas. Berdasarkan asas ekonomi islam, bank syariah memiliki dewan pengawas syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi kegiatan bank syariah agara sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan bank konvensional tidak memiliki pengawas seperti pada bank syariah.

#retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image