Jumat 21 May 2021 13:10 WIB

Indonesia Rugi Rp 1.356 Triliun Akibat Pandemi

Ekonomi domestik terkontraksi 2,1 persen atau jauh lebih rendah dari sebelum pandemi

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Ekonomi Indonesia kontraksi /Ilustrasi
Ekonomi Indonesia kontraksi /Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat secara nominal perekonomian mengalami kerugian sebesar Rp 1.356 triliun pada tahun lalu akibat pandemi Covid-19. Hal ini membuat ekonomi domestik terkontraksi 2,1 persen atau jauh rendah dari semula sebelum pandemi yang ditargetkan sebesar 5,3 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kerugian terjadi akibat hilangnya kesempatan Indonesia menciptakan nilai tambah akibat Covid-19. "Hal ini berarti secara nominal perekonomian Indonesia kehilangan kesempatan untuk menciptakan nilai tambah atau mengalami kerugian sekitar Rp 1.356 triliun," ujarnya berdasarkan data RAPBN 2022 seperti dikutip Jumat (21/5).

Baca Juga

Menurutnya selama pandemi, kesehatan dan keselamatan masyarakat menjadi prioritas pemerintah. Namun, konsekuensinya dampak yang ditimbulkan terhadap perekonomian sangat berat akibat terhentinya aktivitas ekonomi.

"Dampak pemburukan ekonomi akan jauh lebih besar apabila pemerintah tidak melakukan langkah-langkah penanganan countercyclical melalui kebijakan yang juga bersifat luar biasa," ungkapnya.

Bendahara negara itu menyebut dampak buruk ekonomi akan jauh lebih besar apabila pemerintah tidak melakukan langkah-langkah countercyclical melalui kebijakan yang luar biasa. APBN 2020 telah bekerja luar biasa dalam rangka melindungi keselamatan jiwa rakyat Indonesia dan melindungi perekonomian Indonesia dari hantaman dahsyat akibat Covid-19.

"Belanja negara kita meningkat 12,3 persen mencapai Rp 2.593,5 triliun. Sedangkan pendapatan negara justru mengalami penurunan minus 16,0 persen karena aktivitas dunia usaha terpukul sangat dalam,” ungkapnya.

Dari sisi lain  pemerintah memberikan berbagai insentif perpajakan untuk menolong dunia usaha agar tetap mampu bertahan bahkan diharapkan dapat bangkit kembali. Defisit APBN pun meningkat menjadi 6,1 persen dari PDB, tertinggi selama dua puluh tahun terakhir.

"Defisit ini jauh meningkat dibandingkan rancangan awal APBN 2020 yang ditargetkan hanya sebesar 1,76 persen PDB, masih terkontraksi 0,74 persen,” ucapnya.

Menurutnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal satu 2021 disebabkan oleh kenaikan kasus covid-19 pada awal tahun yang mengharuskan pemerintah melakukan pengetatan mobilitas. Pengetatan tersebut, menurutnya, berdampak pada tertahannya kegiatan ekonomi, terutama konsumsi.

"Meskipun demikian, seluruh komponen aktivitas perekonomian terus melanjutkan tren pemulihan," ucapnya.

Maka itu, program pemulihan ekonomi nasional (PEN) disusun untuk menangani dampak pandemi dengan sangat cepat, responsif dan komprehensif. Adapun realisasi PEN 2020 sebesar Rp 579,8 triliun dan dan PEN berhasil memperkuat sistem kesehatan di dalam menangani pasien Covid-19, memberikan perlindungan sosial pada puluhan juta rumah tangga yang rentan dan miskin dan membantu puluhan juta UMKM dan koperasi sehingga mampu bertahan.

"Program PEN juga sangat vital dalam mendukung korporasi dan pemda serta sektor yang terdampak pandemi," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement