Guru Jadi Korban, PKB Minta Regulasi Pinjol Diperketat

Kasus guru terlilit pinjol dinilai dipicu longgarnya regulasi penyelenggaraan pinjol.

Kamis , 20 May 2021, 18:05 WIB
Anggota komisi XI DPR RI Fraksi PKB Ela Siti Nuryamah
Foto: DPP PKB
Anggota komisi XI DPR RI Fraksi PKB Ela Siti Nuryamah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus pinjaman online (pinjol) yang melilit seorang guru honorer di Malang, Jawa Timur memicu keprihatinan banyak kalangan. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat penyelenggaraan pinjol sehingga tidak merugikan calon nasabah. 

“Kami menilai kasus pinjol yang menjerat seorang guru di Malang salah satunya dipicu oleh longgarnya regulasi penyelenggaraan pinjol. Maka kami meminta agar OJK memperketat regulasi dan pengawasan sehingga penyelenggaraan pinjol di Tanah Air tidak menjadi liar,” ujar Anggota Komisi XI dari Fraksi PKB Ela Siti Nuryamah dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Kamis (20/5).

Dia mengatakan, longgarnya pengawasan membuat para pelaku pinjol ilegal semakin leluasa melakukan aktifitasnya yang merugikan nasabah. Dari sisi persyaratan misalnya, penyelenggaran pinjol ilegal dengan mudah memberikan kredit kepada calon nasabah hanya dengan  modal KTP.

Selain itu, pinjol ilegal sesuka hati mengatur bunga kredit dan besaran denda yang memberatkan nasabah. “Mereka memanfaatkan keterdesakan ekonomi dari calon nasabah untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Ke depan hal ini tidak boleh terjadi lagi,” katanya. 

Ela menilai, perlu ada tindakan tegas bagi penyelenggara pinjol ilegal. Mereka harus ditangkap dan dijerat dengan hukum pidana. “Tindakan mereka yang serampangan memberikan kredit dengan bunga dan denda yang tinggi kerap memicu keresahan masyarakat. Mereka harus ditangkap dan dijerat dengan pasal pidana sehingga memunculkan efek jera bagi pelaku lainnya,” tukasnya. 

Legislator dari Lampung ini menilai, OJK juga perlu melakukan edukasi kepada publik untuk tidak mudah mengajukan kepada penyelenggara pinjol. Mereka harus tahu ketentuan pengajuan kredit, besaran bunga, hingga cara membedakan mana pinjol legal dan ilegal.

“Publik harus tahu jika besaran bunga dan denda pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8 persen, persyaratan tidak sekadar KTP tetapi juga dokumen lain seperti rekening tiga bulan terakhir dan sebagainya,” katanya.

Ela juga mempertanyakan kinerja dari Satgas Investasi yang seolah membiarkan maraknya penyelenggaraan pinjol ilegal. Padahal fakta di lapangan, keberadaan mereka kerap merugikan daripada member kemanfaatan bagi calon nasabah.

“Seringkali Satgas Investasi ini bergerak saat ada kasus yang menjadi perhatian publik. Ke mana mereka sebelumnya. Kami menilai seolah ada pembiaran di lapangan terkait maraknya penyelenggaraan layanan pinjol ilegal ini,” ujar Ela.

Seorang guru TK di Sukun, Malang, berinisial S diketahui nyaris bunuh diri akibat stres diteror debt collector karena gagal bayar utang dari pinjol. S mengaku mengajukan pinjol untuk biaya kuliah jenjang S-1. Sebab, lembaganya mengajar mensyaratkan pengajar mesti bergelar sarjana (S-1), sedangkan ia hanya lulusan D2. 

Akibat tidak punya biaya, S akhirnya meminjam ke aplikasi pinjol sebesar Rp 2,5 juta. Karena tidak bisa membayar, ia lantas meminjam di pinjol baru untuk menutup utang di pinjol sebelumnya hingga ia terlilit utang yang mencapai Rp 40 juta karena jatuh tempo. S mengaku biaya potongan dan bunga yang ditetapkan pinjol sangat 'mencekiknya'.