Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rosdiansyah

Beragam Jenis Zionis Nusantara

Info Terkini | Thursday, 20 May 2021, 10:17 WIB
Pembakaran bendera Israel di Berlin beberapa tahun silam (sumber: RT)


Oleh Rosdiansyah

((Dosen Luar Biasa Fisip Ilmu Komunikasi UPN Surabaya, peneliti pada Center for Radicalism, Extremism and Security Studies/CRESS, Subaya)

Beberapa waktu lalu Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mensinyalir figur atau kelompok warga di Indonesia yang punya kecenderungan mendukung penjajahan Israel atas Palestina. Bahkan, menurut pria yang akrab disapa 'HNW' itu, kelompok masyarakat yang sumir pada perjuangan kemerdekaan Palestina gencar melakukan provokasi kesana-kemari.

Itulah 'Zionis Nusantara'. Istilah baru yang diperkenalkan HNW. Spontan istilah ini menarik perhatian publik. Walau tak menyebut pasti siapa yang dimaksud, publik sadar media tentu bisa segera tahu siapa yang disasar pernyataan HNW itu. Tak lain adalah mereka yang selama hari-hari ini gencar berupaya membendung arus dukungan pada Palestina.

Dalam sejarah konflik Timur-Tengah, Zionisme dikenal sebagai ideologi sekaligus gerakan nasional Israel. Isinya, mendukung pendirian kembali negara Yahudi yang berpusat di daerah yang kira-kira sesuai dengan Kanaan, Tanah Suci, atau wilayah Palestina.

Zionisme modern muncul pada akhir abad ke-19 di Eropa Tengah dan Timur sebagai gerakan kebangkitan nasional, baik sebagai reaksi terhadap gelombang antisemitisme maupun sebagai tanggapan terhadap Haskalah, atau Pencerahan Yahudi. Sebagian besar pemimpin gerakan Zionisme mengaitkan tujuan utama mereka pada penciptaan negara yang diinginkan di Palestina.

Pengaruh ideologi zionisme juga terlihat pada sejumlah figur lintas agama. Apapun agamanya, yang jelas mereka mendukung zionisme lantaran menganggap zionisme cuma gerakan warga Yahudi untuk ke tanah yang dijanjikan. Alasan historis ini selalu diulang-ulang guna membangkitkan rasa simpati publik.

Kolonialisme dan Pembersihan Etnis

Banyak kajian mengaitkan zionisme pada kolonialisme, khususnya praktek-praktek apartheid. Justru yang secara tegas menyebut demikian adalah beberapa penulis berdarah Yahudi sendiri. Misalnya, Ilan Pappe. Sejarawan aliran baru di Israel yang kini mengajar di Universitas Exeter, Inggris. Pappe banyak melakukan riset sejarah terkait hubungan Palestina dan Israel. Sikapnya yang pro-Palestina menyebabkan dirinya didepak dari Israel dan kini ia mengajar di Inggris.

Juga ada nama Shlomo Sand. Gurubesar emeritus Universitas Tel Aviv, Israel. Sand yang lahir di Austria berasal dari keluarga Yahudi yang selamat dari Holocaust. Ia bersama orang-tuanya pindah ke Jaffa tahun 1948. Namun, setelah aktif dalam berbagai pergerakan Yahudi di Israel, ia malah menunjukkan sikap tegas anti-zionisme. Baginya, ajaran zionisme yang mengaitkan afinitas religius pada hak sejarah bangsa Yahudi atas tanah di Timur-Tengah merupakan kesalahan.

Seiring Pappe dan Sand, ada pula nama Tom Segev, Baruch Kimmerling dan Joel Migdal. Walau tetap mempertahankan diri sebagai Yahudi, mereka gencar menyingkap praktek kotor zionisme. Para figur anti-zionis ini mengungkap cara sistematis aparat Israel menggusur warga Palestina atau kebijakan rasis Israel terhadap penduduk Palestina.

Walau suara mereka di Israel mungkin termasuk minoritas, namun gaungnya sudah ke masyarakat internasional. Utamanya dalam soal kolonialisme atas nama zionisme. Soal yang selalu ditutup-tutupi para pendukung zionis di seluruh dunia yang berdalih hak sejarah bangsa Yahudi.

Dalih ini selalu diulang-ulang di berbagai kesempatan. Sasarannya bukan saja para elit pemerintahan serta politik di tataran global, namun terbuka kemungkinan juga menyasar kepada para peziarah awam yang berziarah ke Jerusalem. Dampaknya, soal kolonialisme berbaju zionisme pun tak menggugah kesadaran warga global.

Meski faktanya, praktek zionisme tak beda dari praktek kolonialisme. Seperti, pengusiran warga Palestina dari pemukiman yang sudah dihuninya bergenerasi. Bahkan Ilan Pappe sempat mengungkap terjadinya praktek pembersihan etnis (ethnic cleansing) dari aparat Israel serta kebijakan zionis Israel kepada komunitas Palestina.

Dalam bukunya 'The Ethnic Cleansing of Palestine' (2007), Pappe menyebut nama Ben-Zion Luria, pegawai bagian pendidikan Agensi Yahudi di Jerusalem. Luria sendiri adalah sejarawan Universitas Hebrew, Jerusalem. Ia menulis surat kepada 'The Jewish National Fund' (JNF/Badan Amal Nasional Yahudi) pada tahun 1940. Isinya saran pada JNF agar mendata rinci pemukiman Arab lalu mulai menggusur penghuni pemukiman tersebut.

Setelah Israel berdiri tahun 1948, JNF menjadi ujung tombak pengusiran warga Palestina secara besar-besaran. Jika tak mempan dibujuk, maka aksi kekerasan terhadap warga Palestina pun dijalankan.

Ragam Jenis Zionis Nusantara

Tampaknya,ada beberapa jenis zionis nusantara saat ini, yang muncul dan menguat. Ini hanyalah pemantauan sekilas terhadap riak-riak yang beredar belakangan ini.

Bukan rahasia lagi, ada kampanye masif pro-zionis beralasan hak sejarah bangsa Yahudi mendirikan negara Israel. Walau tak pernah menimbulkan geger publik, kampanye ini terasa intensif menyasar kaum awam. Sebagian besar kaum ini bisa jadi bersifat apolitis, namun mereka memandang kehadiran Israel merupakan keniscayaan karena hak sejarah. Ini zionis nusantara jenis pertama.

Zionis nusantara jenis kedua berkaitan pada isu ekstremis, radikal dan anti-semit. Siapapun yang melawan Israel adalah ekstremis atau radikal. Sebaliknya, pro-Israel dianggap sebagai pro-stabilitas dan perdamaian. Gerakan perlawanan Palestina sering dikaitkan pada kelompok radikal, teroris serta ekstremis. Sehingga membela hak bangsa Palestina dianggap sebagai pembelaan terhadap kelompok radikal.

Sementara itu, zionis nusantara jenis ketiga melihat kesengsaraan masa lalu bangsa Yahudi. Bangsa terusir lalu menghadapi holocaust pada perang dunia kedua, sehingga membangkitkan empati lantas mendukung Israel. Anehnya, rasa empati ini hanya khusus tertuju pada Israel, dan tak tergugah sama sekali pada nasib bangsa Palestina.

Sedangkan zionis nusantara jenis keempat memandang zionisme tak ubahnya sebagai identitas nasional. Setiap negara punya identitas nasional sehingga bentuk penghormatan terhadap identitas nasional itu adalah dengan tidak mengutak-atiknya. Jenis yang keempat ini akan selalu mengajak publik agar lebih melihat ke dalam Indonesia ketimbang menyoal akar konflik Israel-Palestina.***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image