Kamis 20 May 2021 14:08 WIB

Pemerintah Target Rasio Utang Jadi 44,28 Persen dari PDB

Target rasio utang didasarkan outlook defisit dalam RAPBN 2022.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Utang (ilustrasi)
Foto: AP Photo/LM Otero
Utang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan rasio utang sebesar 44,28 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2022. Adapun target ini meningkat 41 sampai 43 persen dari PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan target rasio utang didasarkan outlook defisit dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2022  diperkirakan 4,51 sampai 4,85 persen. 

Baca Juga

“Keseimbangan primer akan mulai bergerak menuju positif kisaran minus 2,31 sampai minus 2,65 persen PDB. Defisit semakin mengecil kisaran 4,51 sampai 4,85 persen PDB. Rasio utang akan dikendalikan kisaran 43,76 sampai 44,28 persen PDB,” ujarnya saat Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (20/5). 

Secara rinci, defisit pada 2022 mencakup dua bagian, yakni utang neto dan pembiayaan investasi yang masing-masing diperkirakan tumbuh 4,8 sampai 5,8 persen dan 0,3 sampai 0,95 persen. 

Secara keseluruhan, Sri Mulyani menyebut kebijakan pembiayaan atau utang akan tetap fleksibel, prudent, dan inivatif pada tahun depan. 

"Di antaranya melalui upaya mendorong skema pembiayaan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang lebih masif, penguatan peran Lembaga Pengelola Investasi (LPI), serta terus memberdayakan special mission vehicle di bawah Kementerian Keuangan, pendalaman pasar, serta pengendalian utang yang tetap prudent," ungkapnya.

Meski demikian, Sri Mulyani mengungkapkan pembiayaan masih akan dihadapkan pada tantangan kebutuhan yang tinggi dan volatilitas pasar keuangan, serta antisipasi tren kenaikan suku bunga global. 

“Target pembiayaan utang akan dipenuhi secara pragmatis, oportunistik, fleksibel dan prudent dengan melihat peluang dan diversifikasi pasar, diversifikasi instrumen dan sumber pinjaman baik dari pasar keuangan lokal, global, maupun pemanfaatan pinjaman dari lembaga multilateral dan bilateral,” ungkapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement