Rabu 19 May 2021 18:53 WIB

Isyarat dari Mahfud, Kelompok Teroris di Papua Terus Diburu

Ada empat peristiwa kontak senjata setelah pemerintah melabeli KKB kelompok teroris.

Menkopolhukam Mahfud MD.
Foto: ABRIAWAN ABHE/ANTARA
Menkopolhukam Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Fauziah Mursid, Mimi Kartika

Empat peristiwa kontak senjata terjadi setelah pemerintah secara resmi melabeli kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai kelompok teroris. Pemerintah pun menegaskan, akan meneruskan operasi perburuan kelompok teroris itu.

Baca Juga

"Sejak ditetapkannya oleh pemerintah sebagai kelompok teroris pada 29 April lalu, memang sampai hari ini sudah terjadi beberapa kontak senjata," ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (19/5).

Mahfud memerinci, pada 13 Mei 2021 kontak senjata terjadi di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, yang menyebabkan satu orang anggota kelompok teroris meninggal dunia. Di wilayah itu sebelumnya pada 27 April juga terjadi kontak senjata yang menyebabkan seorang prajurit Brimob gugur dan dua lainnya luka-luka.

"Tanggal 27 April terjadi kontak senjata di Ilaga di mana satu prajurit Brimob gugur, dua lainnya luka-luka, tetapi ada lima teroris tewas," jelas dia.

Lalu, pada 16 Mei 2021 kontak senjata terjadi kembali di Ilaga. Dari kontak senjata tersebut terdapat dua anggota kelompok teroris yang meninggal dunia dan satu orang teman mereka berhasil melarikan diri dengan keadaan terluka.

"Tapi kemarin tanggal 18 Mei terjadi penyerangan terhadap dua prajurit TNI yang sedang melakukan pengamanan rawan di Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, yang menyebabkan dua prajurit TNI gugur," kata dia.

Pada hari yang sama, yakni 18 Mei, kontak senjata juga terjadi di Distrik Serambakon, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Dari kejadian tersebut, terdapat empat orang prajurit yang mengalami luka-luka.

Jika ditotal, dari serangkaian kejadian itu terdapat tiga aparat gugur dan enam aparat luka-luka. Sementara dari pihak KKB ada delapan orang yang meninggal dunia dan satu orang melarikan diri dengan kondisi terluka.

"Ada peningkatan keberhasilan karena kita sekarang akan lebih tegas khusus kepada kelompok itu ya, bukan terhadap rakyat Papua, bukan terhadap Papua, karena Papua itu etnis, budaya, dan tempat," jelas dia.

Mahfud mengatakan, peristiwa penyerangan terhadap dua prajurit TNI yang berlangsung pada 18 Mei menunjukkan kelompok teroris masih melakukan aksi kekerasan. Hal yang sebelumnya juga Mahfud sebut mereka lakukan terhadap warga sipil serta merusak fasilitas publik.

"Ini kejahatan teroris, warga sipil sasarannya, merusak fasilitas publik, dan objek vital. Sekarang ini pemerintah terus berupaya menumpas habis kelompok teroris tersebut," kata dia.

Mahfud menyatakan, pemerintah belum berpikir untuk memberlakukan status darurat sipil maupun darurat militer di Papua. Menurut dia, orang yang tergabung dalam kelompok teroris di Papua hanya sedikit.

"Pemerintah belum pernah sampai saat ini berpikir untuk memberlakukan darurat sipil, apalagi daerah, darurat militer juga enggak," kata Mahfud.

Mahfud menerangkan ,orang-orang yang terlibat di dalam kelompok teroris itu sudah teridentifikasi. Menurut dia, yang disebut sebagai kelompok teroris hanyalah mereka yang selama ini melakukan tindakan pengacauan.

"Orang-orangnya teridentifikasi sehingga kita sebut orang itulah terorisnya bukan Papua terorisnya. Bukan juga organisasi Papua, karena di Papua itu ada tiga lapis gerakan," jelas Mahfud.

 

Pertama, yakni kelompok yang melakukan gerakan politik. Kelompok ini menghendaki Papua menjadi seperti yang mereka inginkan, bahkan ada yang menyatakan ingin Papua merdeka. Kelompok ini, Mahfud ajak berembuk karena pemerintah melakukan pendekatam kesejahteraan dan kedamaian dalam penyelesaian masalah di Papua.

"Ayo kita berembuk, kita pendekatannya kesejahteraan dan kedamaian," kata Mahfud.

Kelompok kedua, kata dia, merupakan kelompok klandestin. Kelompok ini juga dia ajak untuk berembuk membahas apa yang menjadi persoalan di Papua.

Kelompok ketiga, dia sebut sebagai kelompok teroris. Sebab, kelompok ini melakukan tindakan pengacauan dan merusal objek vital di Papua.

"Klandestin juga kita ajak berembuk. Tapi ketiga, yang kecil ini dan ada nama-namanya ini, itulah yang kita sebut teroris. Jadi yang besar itu yang 90 persen, mari kita ajak berembuk. Itulah sebabnya presiden  menurunkan Inpres (Nomor 9 Tahun 2020) tadi," kata Mahfud.

Mahfud menerangkan, kelompok ketiga itu telah memenuhi unsur sebagai kelompok teroris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018. Menurut dia, kelompok itu melakukan tindakan pengacauan, meresahkan masyarakat, merusak objek vital, dan hal lainnya.

"Pegawai KPU disembelih di tengah jalan yang begitu-begitu. Apalagi bandara diganggu, pesawat dibakar, rumah orang dibakar, sekolah dibakar, nah itu yang teroris memenuhi unsur UU nomor 5 tahun 2018," kata dia.

Dia menjelaskan, pemerintah sudah menangani persoalan tersebut selama puluhan tahun dengan melakukan pendekatan dialogis. Namun, kelompok kecil itu tetap tak bisa diajak berdialog.

Atas dasar itu, penindakan terhadap kelompok itu dilakukan. Penindakan akan terus menerus dilaksanakan hingga tindakan yang mereka lakukan itu dihentikan.

"Kita enggak punya target, pokoknya selama itu masih ada aparat keamanan, penegak hukum masih akan terus bekerja," kata Mahfud.

photo
Skenario Pemekaran Papua - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement