Selasa 18 May 2021 13:44 WIB

Riyoyo Ketupat dan Metode Sunan Kalijaga Islamisasi Jawa

Ketupat bukan sekadar makanan berat sebagaimana nasi

Ilustrasi Ketupat Lebaran
Foto: Antara//Dhoni Setiawan
Ilustrasi Ketupat Lebaran

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Teguh Imami, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Airlangga

Makan ketupat setelah lebaran bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia bukan? meski ada perbedaan bentuk tempurung, cara penyajian, dan waktu makan di berbagai wilayah, ketupat menjadi makanan tradisi yang selalu ada. 

Baca Juga

Ketupat bukan sekadar makanan berat sebagaimana nasi, dalam setiap tenunan janur yang dibentukkan tempurung, takaran isi, bentuk, cara penyajian, waktu penyajian, semuanya memiliki filosofi. Ketupat diciptakan untuk mendekatkan metode dakwah Sunan Kalijaga, salah satu anggota Wali Songo, dengan Islam dan masyarakat Jawa.

Islam menyariatkan ada dua lebaran dalam satu tahun: hari raya Idhulfitri dan Idhuladha. Namun bagi orang Indonesia, khususnya Jawa, ada satu hari raya yang menjadi bagian tradisi untuk dilaksanakan: hari raya Ketupat. Orang Jawa bilang Riyoyo Kupatan.

 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement