Sabtu 15 May 2021 05:30 WIB

RBC UMM Tegaskan Pentingnya Pendidikan Perdamaian 

Ajakan kepada ekstremisme sudah menyasar di forum-forum pengajian.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Rumah Baca Cerdas (RBC) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar kajian yang membahas pentingnya pendidikan perdamaian.
Foto: Humas UMM
Rumah Baca Cerdas (RBC) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar kajian yang membahas pentingnya pendidikan perdamaian.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Rumah Baca Cerdas (RBC) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) belum lama ini menggelar kajian yang membahas pentingnya pendidikan perdamaian. Kegiatan ini dilatarbelakangi maraknya kasus terorisme yang rutin terjadi setiap tahunnya.

Pamateri Luluk Farida mengatakan, salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan teror berbasis agama itu ekstremisme yang mengakar kuat di sekitar masyarakat yang rentan. Ajakan kepada ekstremisme sudah menyasar di forum-forum pengajian. Sebagian besar yang disasar merupakan masyarakat yang secara agama masih belum utuh.

"Mereka diajarkan untuk berjihad dengan menggunakan potongan-potongan ayat atau teks keagamaan yang mengandung kebencian,” kata Luluk dalam pesan resmi yang diterima Republika.

Berdasarkan data BNPT, perempuan termasuk kalangan yang paling banyak disasar oleh paham ekstremisme. Presentasenya mencapai 12,3 persen. Jika dahulu perempuan berada di balik layar, sekarang perempuan sudah bisa menjadi aktor di balik terjadinya aksi teror.

"Misalnya saja, Zakiah Aini, aktor tunggal di balik penyerangan Mabes Polri yang menggunakan senapan angin," jelasnya.

Selain itu, anggota Aliansi Jurnalis Indonesia, Eko Widianto, mengatakan, media juga turut andil dalam menciptakan aksi teror. Setelah paham ekstremisme sudah mengakar kuat, segala informasi terkait aksi teror yang ada di media, baik cetak maupun elektronik juga turut membantu teroris untuk melancarkan aksinya. 

“Bagaimana cara merakit bom, bagaimana menghindar dari sergapan polisi atau cara-cara melancarkan aksi teror, dengan mudah didapatkan melalui media massa,” kata Eko. 

Menurut Eko, sudah semestinya ajaran dan ajakan mengenai perdamaian harus disemai kembali. Kunci utama dalam mereduksi paham ekstremisme dengan menggalakkan pendidikan perdamaian. Literasi dan kesadaran tentang keberagaman harus dikampanyekan. 

Senada dengan itu, Direktur Program RBC Institute A. Malik Fadjar, Nafik Muthohirin mengungkapkan, porsi pendidikan agama yang inklusif dan mengajarkan pluralisme harus ditambahkan dalam kurikulum. Hal itu mengingat kaum muda juga sangat rentan terpapar paham ektremisme.

Menurut Nafik, upaya-upaya dalam mencegah paham ekstrem tidak hanya disajikan secara teori. Namun juga perlu diteladankan oleh para penganjur dan pengajar. Dialog antar agama juga sudah semestinya dijalin kembali sehingga bisa tercipta ruang belajar antarsatu dengan yang lain. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement