Jumat 14 May 2021 09:22 WIB

AS Imbau Warganya tidak Pergi ke Israel

Kebijakan AS ini seiring meningkatnya eskalasi kekerasan antara Palestina dan Israel

Rep: Imas Damayanti/ Red: Hasanul Rizqa
Hamas melakukan aksi balasan terhadap Israel dengan mengirimkan 130 roket ke Tel Aviv.
Foto: EPA/MOHAMMED SABER
Hamas melakukan aksi balasan terhadap Israel dengan mengirimkan 130 roket ke Tel Aviv.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seiring dengan meningkatnya eskalasi di Timur Tengah, pemerintah Amerika Serikat (AS) memperingatkan warganya yang hendak bepergian ke luar negeri. Departemen Luar Negeri AS mendesak mereka untuk mempertimbangkan kembali perjalanan ke Israel. Seperti dilansir Arab News, Jumat (14/3), otoritas AS telah mengubah level travel advice ke tingkat tiga. Maksimumnya, ada di level empat.

"Pertimbangkan kembali perjalanan ke Israel karena konflik bersenjata dan kerusuhan yang sedang terjadi,” demikian bunyi surat pernyataan resmi Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip Arab News hari ini.

Baca Juga

Dalam surat pernyataan itu, disebutkan pula bahwa roket-roket Hamas terus menyerang daerah wilayah pendudukan Israel yang berbatasan langsung dengan Gaza. Bahkan, daya jangkau senjata Hamas itu telah mencapai Tepi Barat. Washington juga mengimbau warga Amerika agar tidak melakukan perjalanan ke Gaza. Alasannya bukan hanya eskalasi kekerasan yang meningkat dalam beberapa hari belakangan ini, tetapi juga sebaran Covid-19 yang belum mereda di sana.

"Imbauan itu juga disebabkan guna menghindari Tepi Barat karena pembatasan perjalanan terkait pandemi," tulisnya.

Hingga kini, Israel terus menggempur wilayah Palestina, Gaza. Para pejuang Hamas pun terus melancarkan roket-roketnya ke wilayah pendudukan entitas Zionis tersebut. Aksi saling balas ini adalah rangkaian terkini dari meningkatnya kekerasan di Yerusalem Timur, beberapa pekan belakangan yang dipicu upaya Israel mengusir sejumlah warga Palestina dari rumah mereka di Sheikh Jarrah.

Pengusiran itu ditanggapi unjuk rasa warga Palestina di Yerusalem Timur yang secara tradisional merupakan "kapling" umat Islam. Aksi unjuk rasa itu juga untuk mengadang rencana rencana kelompok garis keras Yahudi melintasi Masjid al-Aqsha untuk memperingati Hari Yerusalem yang menandai kemenangan Israel dalam perang 1967.

Pada Jumat (7/5), polisi Israel merangsek ke wilayah shalat di Masjid al-Aqsha, termasuk Haram al-Syarif dan Masjid Kubah Batu, untuk membubarkan unjuk rasa tersebut. Mereka menembakkan peluru karet, granat kejut, dan gas air mata.

Serangan tersebut berulang berhari-hari hingga Senin (10/5). Hingga Senin, menurut Bulan Sabit Merah Palestina, secara total, lebih dari 1.000 orang terluka sepanjang penyerangan ke Masjid al-Aqsha tersebut.

Senin itu juga kelompok Hamas mengancam akan menembakkan roket ke wilayah Israel jika polisi masih berkeras tetap berada di al-Aqsha hingga pukul 18.00 waktu setempat. Karena ancaman itu tak diindahkan hingga tenggat waktu habis, roket-roket Hamas meluncur ke wilayah Israel pada Senin sore.

Serangan udara Israel ke Gaza diklaim sebagai balasan atas roket-roket tersebut. Militer Israel alias IDF berkeras bahwa wilayah yang diserang merupakan fasilitas Hamas dan Jihad Islam. Namun faktanya, warga sipil bahkan anak-anak dari pihak Palestina ikut jadi korban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement