Jumat 14 May 2021 03:50 WIB

Gubernur di Jepang Tolak Alokasikan RS untuk Atlet Olimpiade

Pemerintah Kota Tokyo melaporkan 1.010 kasus Covid-19 pada Kamis (13/5).

Maskot Olimpiade Tokyo 2020 Miraitowa berpose dengan tampilan Simbol Olimpiade setelah upacara pembukaan simbol di Gn. Takao di Hachioji, Jepang, 14 April 14, 2021, untuk menandai 100 hari sebelum dimulainya Olimpiade Tokyo 2020.
Foto: EPA-EFE/KIM KYUNG-HOON
Maskot Olimpiade Tokyo 2020 Miraitowa berpose dengan tampilan Simbol Olimpiade setelah upacara pembukaan simbol di Gn. Takao di Hachioji, Jepang, 14 April 14, 2021, untuk menandai 100 hari sebelum dimulainya Olimpiade Tokyo 2020.

REPUBLIKA.CO.ID,TOKYO -- Gubernur Prefektur Chiba mengatakan tidak memiliki rencana untuk mengalokasikan tempat tidur di rumah sakit untuk atlet Olimpiade yang terinfeksi virus corona. Sikap Gubernur Chiba ini menambah daftar mereka yang menolak menyediakan perawatan preferensial untuk Olimpiade Tokyo.

Gubernur Chiba, Toshihito Kumagi, dikutip dari Kyodo, Kamis (13/5), telah meminta panitia penyelenggara Olimpiade dan Paralimpiade untuk tidak menguras sumber daya medis di prefekturnya di tengah lonjakan kasus Covid-19.Menyinggung harapan badan penyelenggara untuk bekerja sama dengan sekitar 30 rumah sakit di Tokyo dan sekitarnya selama Olimpiade, Kumagi mengatakan tidak mempertimbangkan untuk mengizinkan "tempat tidur yang berharga bagi pasien Covid-19" di prefektur tersebut untuk ditempati oleh atlet Olimpiade atau mereka yang bekerja untuk Olimpiade.

Komentar Kumagai itu datang sehari setelah gubernur Prefektur Ibaraki mengatakan dia telah menolak permintaan serupa dari badan penyelenggara dan menambahkan bahwa Olimpiade Tokyo "bukan sesuatu yang harus dilakukan" dalam keadaan apa pun, dan mengusulkan untuk mempertimbangkan pembatalan jika situasi pandemi memburuk. Dengan waktu kurang dari tiga bulan hingga pembukaan Olimpiade Tokyo yang dijadwalkan, semakin banyak warga Jepang yang meminta pemerintah dan penyelenggara Olimpiade untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat dan memikirkan kembali apakah pertandingan harus diadakan saat negara bergulat dengan lonjakan Covid-19.

Keadaan darurat virus corona yang meliputi Tokyo dan tiga prefektur lainnya pada awalnya dijadwalkan berakhir pada Selasa (11/5), namun diperpanjang hingga 31 Mei dengan dua prefektur lagi ditambahkan ke area yang ditargetkan untuk diberlakukan tindakan yang lebih ketat.

Pemerintah Tokyo melaporkan 1.010 kasus Covid-19 pada Kamis (13/5), menjadikan total kumulatif infeksi virus corona di ibu kota Jepang itu menjadi 150.071, tertinggi sejauh ini di antara 47 prefektur di Jepang. Sebuah petisi online yang menyerukan pembatalan Olimpiade telah mengantongi lebih dari 340 ribu tanda tangan pada Kamis (13/5) malam.

Penyelenggara petisi, Kenji Utsunomiya, mantan kepala Federasi Asosiasi Pengacara Jepang, akan menyerahkan petisi tersebut kepada pemerintah Tokyo pada Jumat.

Anggota parlemen oposisi juga menyatakan keprihatinan tentang diadakannya Olimpiade."Banyak orang Jepang yang skeptis tentang diadakannya acara tersebut pada bulan Juli," kata Yuichiro Tamaki, ketua Partai Demokrat untuk Rakyat.

Ketua Partai Komunis Jepang, Kazuo Shii, mengatakan, "Partai-partai oposisi memiliki posisi yang sama bahwa Olimpiade tidak boleh diadakan."Dia menambahkan akan mencari cara untuk bekerja sama dengan pihak lain untuk mendesak pemerintah membatalkan Olimpiade.

Sementara itu, pemerintah Perdana Menteri Yoshihide Suga dan penyelenggara Olimpiade, bersikeras bahwa Olimpiade akan tetap dilanjutkan dengan langkah-langkah antisipasi penyebaran virus corona dengan cara menyeluruh.

 

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement