Kamis 13 May 2021 19:00 WIB

Perlindungan Ottoman Turki untuk Yahudi dan Surat Rabi

Ottoman Turki memberikan jaminan dan perlindungan kepada kaum Yahudi

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Ottoman Turki memberikan jaminan dan perlindungan kepada kaum Yahudi. Istanbul salah satu pusat Ottoman Turki
Ottoman Turki memberikan jaminan dan perlindungan kepada kaum Yahudi. Istanbul salah satu pusat Ottoman Turki

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA- Sebagai sebuah imperium besar, Turki Utsmaniyah atau Ottoman berperan cukup dominan kepada dinamika geopolitik disekitar Laut Tengah.

Tidak hanya bagian timur, tetapi juga barat kawasan perairan tersebut. Berita tentang keadaan di Iberia telah sampai ke telinga ibu kota kekhalifahan tersebut tatkala Sultan Mehmed II al-Fatih berkuasa. Karena itu, sosok penggantinya, Sultan Beyezid II (1481-1512), tidak tinggal diam ketika Granada jatuh dan Reconquista berlangsung. 

Yang luar biasa, jasa Ottoman tidak hanya menolong kaum Muslimin dari serangan kaum pendukung Reconquista. Kerajaan Islam tersebut juga secara terbuka menerima para pengungsi Yahudi yang hendak menyelamatkan diri dan agamanya dari kejaran ekstremis Katolik di Hispania.

Setelah Dekret Alhambra diberlakukan Raja Ferdinand II dan istrinya, Isabella I,maka dimulai lah persekusi massal terhadap umat Yahudi dan orang-orang Yahudi yang belum lama memeluk Katolik. Yang terakhir itu turut menjadi sasaran karena mereka dituding berpura-pura menjadi Katolik, yakni tetap setia pada kepercayaan Yahudi.

Mendapati berita tentang gelombang anti-Semitisme demikian, Sultan Beyezid II mengizinkan puluhan ribu pengungsi Yahudi dari Hispania untuk menetap di kota-kota kesultanan, termasuk Konstantinopel, Bursa, Damaskus, dan Kairo.

Daerah-daerah di Semenanjung Balkan yang telah ditaklukkan Ottoman juga dibukanya untuk ke datangan kelompok-kelompok imigran Yahudi Sefardim. Malahan, merekapun dipersilakan untuk tinggal di Yerusalem. Alhasil, populasi kaum Yahudi di Yerusalem meningkat pesat, yakni dari semula sekitar 70 keluarga pada 1488 menjadi 1.500 keluarga pada awal abad ke-16.

Di ibu kota Ottoman, Konstantinopel, komunitas Yahudi mencapai 30 ribu orang. Pemerintah kota setempat juga membolehkan berdirinya 44 sinagog baru. Sementara itu, di Salonika kini bagian dari Yunani kehadiran gelombang pengungsi tersebut mengubah wajah demografis kaum Yahudi setempat.

Sejak masa pemerintahan Beyezid II, jumlah orang-orang Yahudi Sefardim secara berangsur-angsur melampaui komunitas Yahudi Romania.Bahkan, budaya dan struktur sosial komunitas tersebut akhirnya melesap ke dalam tradisi Sefardim. 

Dengan bertempat tinggal di wilayah Utsmaniyah, kelompok Yahudi Sefar dim merasa seperti mendapati Andalusia kedua. Ketika Hispania masih dikuasai Muslimin, mereka menikmati kehidupan yang penuh toleransi. Pemerintahan Islam juga menerapkan meritokrasi sehingga tak sedikit pejabat negeri yang berasal dari umat Yahudi. Keadaan yang serupa juga dirasakan mereka di sana, bahkan beberapa dekade sebelum Reconquista pecah. 

Pada 1453, Rabbi Isaac Tzarfati menulis surat kepada Dewan Yahudi Eropa Tengah. Tokoh Yahudi yang lari dari persekusi di Eropa Tengah itu memuji daerah tempat tinggalnya yang baru di Ottoman.

Dikatakan dalam suratnya, "Negeri ini (Ottoman) dirahmati Tuhan dan penuh kebaikan. Di sini (saya) menemukan kedamaian dan kebahagiaan. Kami (kaum Yahudi) tidak di tindas dengan pajak yang berat. Perniagaan kami dapat berlangsung bebas.Setiap kami dapat hidup dalam damai."

Sementara itu, Ottoman pun menuai buah manis dari kebijakannya yang hangat terhadap para pengungsi Yahudi Sefardim. Sebagai imbalan atas kebaikan pemerintahan Islam, mereka beserta anak keturunannya terus berkiprah di berbagai bidang, termasukmi liter, perdagangan, serta ilmu pengetahuan. Kejayaan kekhalifahanpun kian berkibar.

Sebagai contoh, duo bersaudara Yahudi, David dan Samuel bin Nahmias, memasarkan mesin cetak pertama di Konstantinopel pada 1493.Mesin tersebut adalah teknologi mutakhir pada masa itu sehingga mempercepat produksi literatur dan dokumen,terutama naskah-naskah keagamaan dan birokrasi.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement