Kamis 13 May 2021 03:24 WIB

Idul Fitri, Agungkan Nama Allah, Muliakan Ciptaan-Nya

Semangat Idul Fitri sebagai revitalisasi moral mendorong kita kepada kesucian asal.

Idul Fitri Ilustrasi
Foto: Republika/Wihdan
Idul Fitri Ilustrasi

Oleh : M Fuad Nasar, Pegiat filantropi Islam dan Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, Seiring alunan adzan Subuh di ketenangan pagi 1 Syawal, umat Islam di seluruh dunia menyambut Idul Fitri, hari kemenangan. Idul Fitri menandai selesainya ibadah puasa Ramadan dan dimulainya perjuangan menegakkan nilai-nilai ibadah puasa dalam kehidupan nyata.

Semenjak ba’da Magrib pada hari terakhir puasa Ramadan, kalimat takbir telah bergema bersahut-sahutan dari masjid ke masjid, dari mushalla ke mushalla, di setiap lingkungan Muslim. Dalam keadaan bagaimana pun, setiap datangnya Idul Fitri, seperti saat ini kita berhari raya dalam suasana kekhawatiran terhadap risiko penyebaran virus global Covid-19, tetapi sesuai tuntunan Alquran dan Sunnah, Hari Raya Idul Fitri yang penuh kemuliaan tetap disambut dengan sikap ruhani yang positif dan kegembiraan.

Idul Fitri adalah hari besar yang dimuliakan Allah SWT sebagai salah satu lambang kebesaran agama yang diridhai-Nya. Ada dua hari raya dalam Islam yang diperintahkan manusia merayakannya, yaitu Idul Fitri 1 Syawal dan Idul Adha 10 Dzulhijjah yang disebut juga Hari Raya Haji.

Di hari ini umat Islam mengumandangkan kalimat Takbir membesarkan Allah Yang Maha Agung, kalimat Tauhid mengesakan Allah Yang Maha Kuasa, dan kalimat Tahmid mensyukuri nikmat Allah Yang Maha Kaya. Allah berfirman, “Dia menghendaki agar anda menyempurnakan hari puasa yang telah ditentukan, dan bertakbirlah mengagungkan nama Allah atas petunjuk-Nya. Dan kiranya anda bersyukur.” (QS Al-Baqarah [2]: 185).

Mengagungkan asma (nama) Allah dan memuliakan sesama ciptaan-Nya merupakan dua dimensi perilaku yang tidak terpisahkan dari spirit Idul Fitri. Setelah menjalani shaum (puasa) selama satu bulan (29 atau 30 hari) sebagai sarana penyucian jiwa dan pengendalian diri, diharapkan terbentuk pribadi muslim yang bertakwa sesuai dengan tujuan puasa dalam Alquran Surah Al Baqarah ayat 183.

Orang yang bertakwa pasti memuliakan sesama ciptaan-Nya karena Allah. Pribadi muttaqin menghargai setiap manusia walaupun berbeda pendapat dan keyakinan. Orang yang takwa mempunyai sikap istiqamah, berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan di mana pun dan dalam posisi apa pun.

Orang bertakwa selalu merasa terpanggil untuk mendakwahkan Islam sesuai kapasitas ilmu dan kemampuannya sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW, sampaikan kepada manusia apa yang kuajarkan walaupun satu ayat. Setidaknya seorang muslim wajib mendakwahkan Islam melalui akhlak pribadinya yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain.  

Seorang Muslim yang ikhlas menjalankan ibadah puasa diharapkan bisa memelihara kesucian diri yang diraih dengan perjuangan. Dia tidak mau meruntuhkan nilai-nilai puasa dengan perilaku di luar Ramadhan yang bertentangan dengan ajaran agama. Pengalaman berpuasa yang dirangkaikan dengan kewajiban mengeluarkan zakat fitrah menjelang Idul Fitri diharapkan menumbuhkan solidaritas sosial dalam rangka membangun masyarakat, umat, bangsa dan bahkan dunia yang lebih baik.

Hikmah ibadah puasa Ramadhan membersihkan diri dari sifat-sifat yang tidak baik dan mengukuhkan pribadi Muslim sampai pada derajat takwa. Ibadah Ramadan menggembleng setiap Muslim menjadi pribadi yang dekat dengan Allah dan mencintai sesama ciptaan-Nya. Pegangan hidup Muslim yaitu Alquran dan Sunnah harus benar-benar dipahami dan diamalkan oleh setiap Muslim. Kekosongan jiwa manusia dari pegangan hidup akan menyebabkan penderitaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement