Rabu 12 May 2021 14:07 WIB

Epidemiolog UGM: Tes Acak Pemudik tak Bisa Dijadikan Rujukan

Perlu sistematika pengambilan sampel acak yang sesuai kaidah.

Petugas kesehatan mengambil sampe dari pemudik yang mengikuti tes cepat antigen gratis dengan sistem layanan tanpa turun (Lantatur) atau
Foto: Harviyan Perdana Putra/ANTARA
Petugas kesehatan mengambil sampe dari pemudik yang mengikuti tes cepat antigen gratis dengan sistem layanan tanpa turun (Lantatur) atau

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah melakukan tes acak terhadap 6.742 pemudik yang melalui pos penyekatan. Dari tes acak tersebut didapatkan sekitar 4.123 pemudik yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Dari data tersebut diketahui bahwa lebih dari 60 persen pemudik terkonfirmasi positif. Namun menurut Epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama, data belum bisa menunjukkan gambaran angka sebenarnya sebab tes tersebut dilakukan secara acak dan tidak disebutkan alat tes deteksi Covid-19 yang digunakan.

“Belum tentu (angka sebenarnya), karena untuk menggambarkan kondisi sebenarnya kita perlu kaidah yg benar dalam mengambil sampel secara acak,” kata Bayu Satria, Senin (11/5).

Menurutnya jika pun tes secara acak menggunakan tes rapid antigen, swab PCR atau Genose C19 maka angka terkonfirmasi positif sebesar itu menunjukkan hal yang cukup mengkhawatirkan. Namun begitu tidak bisa menjadi dasar untuk mengatakan secara keseluruhan kondisi gambaran pemudik yang terpapar Covid-19. “Untuk mencapai gambaran sebenarnya perlu sistematika pengambilan sampel acak yang sesuai kaidah,” katanya.

Meski demikian. Bayu sepakat bahwa kebijakan pelarangan mudik yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mengantisipasi adanya gelombang kedua pandemi dan kekhawatiran naiknya kasus Covid-19 seperti yang terjadi di India. Meski sudah ada larangan mudik tetap ada saja warga yang memilih mudik jauh-jauh hari bahkan menerobos pos-pos penyekatan mudik. “Pelarangan mudik susah dilakukan apalagi tanpa penjelasan dan komunikasi yang bagus dari pemerintah. Misalnya kenapa mudik dilarang tapi berwisata boleh?,” katanya.

Bagi warga yang terlanjur mudik di kampung halamannya, Bayu menyarankan agar dilakukan pengetatan di wilayah tujuan mudik. Menurutnya setiap yang mudik harus dilakukan tes Covid-19 sebanyak dua kali di saat kedatangan dan dikarantina terlebih dahulu. Selanjutnya ada penguatan sistem surveilans dan monitoring kasus di masing-masing wilayah terutama sampai tingkat RT/RW. Apabila dilakukan sudah dilakukan deteksi dini dan diisolasi dengan cepat kasus yang muncul maka bisa ditekan penyebarannya. “Intinya jika memungkinkan semua pemudik yang kembali pulang dikarantina dulu lima hari dan dites dua kali,” paparnya.

Namun yang tidak kalah lebih penting, imbuhnya, pelaporan di tingkat RT/RW juga harus bagus untuk mencatat siapa saja pemudik yg datang sampai dengan kontak adan dan alamat asal untuk dilaporkan ke satgas daerah. “Tujuannya  untuk mempermudah kontak tracing jika terjadi kasus,” katanya

Meski ada larangan mudik, sosialisasi penggunaan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan hingga rajin mencuci tangan, tetap menjadi kunci utama penanggulangan penyebaran Covid-19 yang terletak di masing masing individu akan pentingnya mengenai pengetatan protokol kesehatan. Oleh karena itu, edukasi tetap menjadi bagian yang penting dalam pencegahan Covid-19 dan sebaiknya perlu dibuat seragam dari pusat sampai daerah karena sampai saat ini masih belum seragam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement