Selasa 11 May 2021 15:04 WIB

Sambut Hardiknas, SIT Al Iman Gelar Bincang Ramadhan

Bincang Ramadhan itu mengupas tema orang tua bicara, sekolah mendengar.

Sekolah Islam Terpadu (SIT) Al Iman menggelar acara Bincang Ramadhan bertema orang tua bicara, sekolah mendengar, Ahad (2/5).
Foto: Dok SIT Al Iman
Sekolah Islam Terpadu (SIT) Al Iman menggelar acara Bincang Ramadhan bertema orang tua bicara, sekolah mendengar, Ahad (2/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021, Yayasan Perguruan Al Iman menggelar Bincang Ramadhan yang bertajuk Orang Tua Bicara, Sekolah Mendengar. Acara ini menampilkan pengurus komite sebagai pembicara dan dihadiri oleh pengurus yayasan, guru, dan orang tua siswa. Acara itu diadakan di Sekolah Islam Terpadu (SIT) Al Iman, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Ahad  (2/5).

Kegiatan dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh Akhtar Zaafarani kelas 4 Baghdad, dilanjutkan dengan menyanyikan lagi kebangsaan, Indonesia Raya. Dongeng dengan media oleh Aaliya Fawaz Nazara kelas 2 Qom, dan tahfizh surat Al Mulk oleh Kaisa Nur Zahra kelas 1 Najaf.

Bincang Ramadhan bertema Pendidikan Bahagia Yang Mencerdaskan Berbasis Adab dan Akhlak Mulia  menampilkan pembicara dari orang tua siswa mewakili tiga  unit, yaitu Ade Suryani (TK), Adinda Lesatari (SD), dan Kusyanti (SMP). “Penanggap oleh Eka Putri Handayani, pengurus Yayasan dan Zulfikri Anas, pengembang kurikulum Puskurbuk Kemendikbud,” ujar Muhaemin, panitia pelaksana dalam rilis yang diterima Republika.co.id, pekan lalu.

Ade Suryani menyampaikan apresiasi kepada SIT Al Iman yang memperhatikan kebahagiaan anak dalam proses pembelajaran, dan berharap hal ini juga menjadi perhatian orang tua di rumah. Lebih lanjut mengenai peran orang tua, Ia menambahkan, “Orang tua adalah guru utama bagi anak khususnya dalam pembinaan adab dan akhlak mulia melalui berbagai keteladanan dalam ucapan dan perilaku.” 

Pembicara kedua, Adinda Lestari berbagi pengalaman mengajarkan kepada anak karakter jujur dan meminta maaf sejak usia dini. Juga memberikan pemahaman kepada anak bahwa ada kala permintaannya dikabulkan dan ada masa tidak dipenuhi keinginannya. Dalam hal ini kedua orang tua harus menunjukkan kekompakan di hadapan anak. “Rumah adalah madrasah pertama dan ibu adalah guru pertama,” tuturnya. 

Kusyanti mengemukakan alasan memasukkan anak di SIT Al Iman, sekolah berbasis Alquran yang memiliki program tahfizh. Ia berharap anaknya menjadi seorang hafizh dan memiliki adab dan akhlak yang baik.

Dalam pembinaan akhlak anak khususnya dalam kejujuran, ia mengapreasi ketika anaknya berkata jujur karena bagi sebagian orang jujur itu hal yang sulit. “Biasakan berkata jujur karena Allah selalu menyaksikan apapun yang kamu lakukan,” ujanya menirukan nasihatnya kepada anak.

Eka Putri Handayani, menyampaikan rasa senangnya dengan terlaksananya bincang dengan orang tua. Menurutnya, sekolah (yayasan dan guru) dan orang tua perlu saling belajar dan terus berbagi untuk bersama-sama merumuskan program pendidikan terbaik bagi anak-anak. Lebih lanjut, berkaitan dengan pendidikan bahagia yang mencerdaskan, “hendaknya kita mendidik dengan kelembutan dan cinta,” katanya.

Eka menambahkan, SIT Al Iman akan bersinergi dengan orang tua untuk menyelenggarakan program kelas orang tua.  “Tujuan program ini untuk membangun kesepahaman antara sekolah dan orang tua terkait program pendidikan yang dilaksanakan di SIT Al Iman dan peran orang tua dalam menunjang keberhasilan pendidikan anak. Orang tua dapat memberikan masukan ke sekolah dalam rangka pengembangan program dan peningkatan kualitas pembelajaran,” tandasnya.

Zulfikri Anas mengawali dengan mengutip pesan, didiklah anakmu sesuai zamannya. “Dunia pendidikan merupakan sepenuhnya milik mereka, sehingga guru dan orang tua yang harus masuk ke dunia anak dan menyentuh hatinya karena dunia pendidikan adalah dunia hati,” paparnya.

Menjelaskan Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Zulfikri menyampaikan peran yang bisa dilakukan oleh orang dalam mendidik anak sejak dari alam rahim hingga setelah lahir. Sewaktu kecil orang tua mendampingi anak bermain dan beraktivitas (ing ngarso sung tulodo), ketika beranjak baligh membangun pemahaman anak ketika melaksanakan aktivitas bersama (ing madyo mangun karso), dan saat dewasa mendukung kemandirian anak dari belakang (tut wuri handayani).

Zulfikri menambakan, ujung akar yang sangat halus dan mudah patah, justru menemukan kebahagiaan sejati ketika dia berhasil menembus beton yang bertulang baja. “Demikian halnya dengan seorang anak, kebahagiaan sejati muncul ketika mereka berhasil menyelesaikan masalah, menaklukkan rintangan dan menuntaskan pekerjaan yang menantang. Kebahagiaan setiap anak adalah jalan terindah menuju sukses karena kebahagiaan itu dibutuhkan untuk membangkitkan semua kekuatan dan potensi kemanusiaan,” pungkasnya   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement