Senin 10 May 2021 14:04 WIB

Martabat Makanan dan Ngejot di Hari Lebaran

Kami mengirimkan berbagai 'anteran' Lebaran makanan bermartabat.

Tradisi berbagi makanan lebaran di masa lalu.
Foto: google.com
Tradisi berbagi makanan lebaran di masa lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Menjelang lebaran tiba, maka kenangan akan kembali kepada masa kanak dan remaja di kampung yang terletak di kawasan lembah sungai Lukulo. Kala itu memang masa istimewa.

Jauh hari bersama teman-teman menyiapkan petasan. Obat petasan (mesiu) kami beli di kampung sebelah. Saat itu dibelai Rp 700 per ons. Kami buat tak banyak, sekitar 100 petasan. Dan ini menjadi kebanggaan tersendiri bila kala lebaran tiba pelataran rumah betebaran kertas bekas pembakaran petasan.

Kebiasaan membakar petasan di kala lebaran hilang seiring datang razia dan larangan pembuatan petasan yang kian ketat. Padahal kala itu, ketika Subuh hingga menjelang Shalat Ied, udara kampung dipenuhi suara ledakan petasan. Suaranya gemuruh layaknya perang.

 

Dan, harus diakui petasan memang berbahaya sebab ada banyak teman saya yang kehilangan jemarinya gara-gara terkena ledakan petasan. Ini pun karena kecerobohan mereka membakar petasan dengan cara melemparkannya dari genggaman tangan.

Kala itu ada perasaan gengsi ketika menyalakan petasan dengan cara di letakkan terpisah atau digantung di tanah dan pohon. Tuduhannya: anak penakut!

Yang paling berkesan adalah keharusan --sehingga menjadi kebiasaan -- dari ayah yang harus membagikan zakat mal dan fitrah di malam lebaran. Zakat fitrah kami bayarkan berupa beras dan dibagikan ke tetangga atau dikumpulkan di masjid.

Sedangkan zakat mal kami bagikan dalam bentuk uang yang kami masukan ke dalam amplop putih kepada tetangga dan handai taulan yang berhak menerima. Biasanya zakat mal kami bagikan menjelang Subuh di malam lebaran.

Nama-nama para penerima zakat mall berikut keluarganya sampai kini masih mampu dihapal luar kepala. Ekpresi wajah mereka pun masih teringat jelas. Jadi kalau lebaran tak pulang kampung (sudah dua lebaran) pasti mereka tanyakan di mana saya.

                             

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement