Teks dan Naskah Khutbah Idul Fitri 2021 dari Al Washliyah

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil

Senin 10 May 2021 12:46 WIB

 Teks dan Naskah Khutbah Idul Fitri 2021 dari Al Washliyah. Foto: Suasana saat khutbah Idul Fitri ilustrasi) Foto: Republika/Agung Supriyanto Teks dan Naskah Khutbah Idul Fitri 2021 dari Al Washliyah. Foto: Suasana saat khutbah Idul Fitri ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, 

Mempertahankan Nilai-Nilai Ramadhan Untuk Muhasabah Di Balik Musibah

Baca Juga

 

Oleh: Dr. Muhammad Arifin Ismail,

هللاُ )×٣( هللاُ أَ ْكبَ ُر )×٣( هللاُ أَ ْكبَ ُر )×٣( َو ٰهّلِلٰ اْل َح ْمُد اْل َح ْمدُ أَ ْكبَ ُر

ٰهّلِلٰ الْ ُمْن ٰعٰم َعلَى َم ْن أَ َطا َعهُ َواتَّبَ َع ٰر َضاهُ، الْ ُمْنتَٰقٰم ٰمَّم ْن َخالَفَهُ

َو َع َصاهُ، الَّ ٰذى يَ ْعلَ ُم َما أَ ْظ َهَرهُ الْعَْب ُد َو َما أَ ْخفَاهُ، الْ ُمتَ َكٰفِّ ُل بٰأَ ْر َزا ٰق

يَ ْن َساهُ، أَ ْح َمدُهُ ُسْب َحانَهُ َوتَعَالَى َعلَ ٰعبَاٰدٰه فَالَ يَت ى ْ ُر ُك أَ َح ًدا ٰمْن ُهْم َولَ

َماأَ ْع َطاهُ. أَ ْش َهُد أَ ْن آل إٰلٰهَ إٰلَّ هللاُ َو ْح َدهُ لَ َشٰرْي َك لَهُ َش َها َدةَ َعْبٍد لَ ْم

يَ ْخ َش إٰلَّ هللاَ، َوأَ ْش َهدُ أَ َّن َسيِّٰ َدنَا ُم َح َّمًدا َعْبدُهُ َو َر ُسْولُهُ الَّ ٰذي ا ْختَا َرهُ

هللاُ َوا ْص َطفَاهُ. الله ُهَّم َص ِّٰل َو َسٰلِّ ْم َعلَى َسيِّٰ ٰدنَا ُم َح َّمٍد، َو َعلَى اٰٰل ٰه

َو َص ْحبٰ ٰه َو َم ْن َوالَهُ، أَ ِّمأَبَ ْعُد، فَيَآ أَيُّ َها النَّا ُس، اتَّقُوا هللاَ َح َّق تَقْ َواهُ

أَ َح َّل هللاُ لَ ُكْم فٰ ْي ٰه َوا ْعلَ ُمْوا أَ َّن يَ ْو َم ُكْم ٰهذَا يَ ْو ٌم َع ٰظْيٌم، َو ٰعْي ٌد َكٰرْيٌم،

ال َّطعَامَ، َو َح َّرمَ َعلَ ْيكُ ْم فٰ ْي ٰه ال ِّٰصيَامَ، فَ ُهَو يَ ْو ُم تَ ْسبٰ ْيحٍ َوتَ ْحٰمْيٍد َوتَ ْهٰلْي ٍل

َوتَ ْع ٰظْيٍم َوتَ ْم ٰجْيٍد، فَ َسبِّٰ ُحْوا َربَّكُ ْم فٰ ْي ٰه َو َع ٰظِّ ُمْوهُ َوتُْوبُ ْوا إٰلَى هللاٰ

ُ

َوا ْستَ ْغٰف

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar… Walillahil hamd. Kaum musmimin dan muslimat, jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah.

Alhamdulilah segala puji bagi Allah, pada hari ini kita dapat menyelesaikan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan, bulan keampunan, dan kemuliaan, yang hanya datang kepada kita sekali dalam setahun, sebagai bulan latihan untuk meningkatkan nilai ketaqwaan kepada Allah Taala.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al Baqarah: 183).

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, dalam kitab “Al-Fiqhul Islamy wa adillatuhu“ menyatakan bahwa ibadah puasa melahirkan perasaan belas kasihan terhadap golongan fakir miskin, karena seseorang yang berpuasa apabila dapat merasakan kelaparan untuk beberapa waktu tertentu, maka dia akan mengingat kondisi lapar tersebut pada setiap waktu, dengan itu dia dapat merasakan kelaparan yang dirasakan oleh golongan fakir miskin.

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa diantara tujuan puasa adalah membentuk sikap dan jiwa kasih sayang kepada sesama manusia.

Rezeki yang diberikan Allah kepada seseorang  dengan ukurannya masing-masing, sehingga sebagian orang mendapat rezeki lebih dibandingkan dengan rezeki sebagian yang lain sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ ۚ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ ۚ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ

Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezekinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki, sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeki itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (QS. An-Nahl: 71 )

Kelebihan rezeki dan kenikmatan yang diberikan Allah kepada seseorang itu baik berupa rezeki harta kekayaan, kedudukan, pangkat, kesehatan, waktu, kesempatan, ilmu dan pemikiran, dan lain sebagainya adalah untuk menjadikan seseorang dapat menjadi

penolong bagi mereka yang berada dalam kemiskinan dan kelemahan, sebab dalam kelebihan rezeki tersebut terdapat hak orang lain, sehingga terjadilah jalinan kasih sayang diantara umat manusia.

Jalinan kasih sayang tersebut mendorong seseorang untuk saling berinteraksi untuk memperhatikan keadaan orang yang lain sehingga menimbulkan rasa tolong menolong, saling membantu

antara yang satu dengan yang lain, sehingga menimbulkan kerjasama, saling memperhatikan dan membantu antara satu dengan yang lain. Sikap hidup dalam kerjasama, ikatan persaudaraan kemanusiaaan, inilah yang merupakan fitrah kemanusiaan yang telah diciptakan Allah dalam hati setiap insan, sebagaimana dinyatakan Allah dalam firmanNya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS. Al Hujurat: 13).

Sikap bermasyarakat, saling menolong dan memperhatikan ini merupakan sikap kemanusian yang tertinggi, sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah saw

dalam sabdanya bahwa:

“Manusia yang terbaik adalah mereka yang memberikan manfaat bagi manusia yang lain” (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban)

Sikap peduli kepada sesama dan mudah

mengulurkan tangan dan merupakan aplikasi dari sikap taqwa kepada Allah Taala, yang merupakan tolok ukur kemuliaan seorang manusia. Itulah sebabnya kalimat

“Kami jadikan kamu bersuku dan berbangsa yang berbeda-beda agar kamu dapat saling mengenal antara satu dengan yang lain“ dihubungkan dengan kalimat “sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.“

Keduanya diletakkan dalam satu ayat yang sama. Sikap taqwa untuk saling memperhatikan dan mengenal satu

sama lain, saling membantu dan menolong, saling melindungi dan mengayomi, saling berbagi dan peduli inilah diantara salah satu sikap yang dibentuk dan dilatih selama kita menjalani ibadah puasa di bulan ramadhan.

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar… Walillahil hamd.

Kaum muslimin muslimat yang dirahmati Allah.

Sudah lebih setahun umat manusia di seluruh pelosok bumi diuji Allah Taala dengan musibah pandemi covid-19 sehinga membatasi kegiatan berinteraksi antar sesama, demikian juga memperlambat putaran roda ekonomi masyarakat, sebagai upaya dari pencegahan diri dari wabah tersebut, sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

Pembatasan pergerakan dengan menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dilakukan adalah sebagai salah satu usaha untuk memutuskan mata rantai penyebaran covid-19 di tengah masyarakat, dan ini sejalan dengan perintah Allah sebagaimana dinyatakan  dalam Surah Al Baqarah ayat 195: “Dan janganlah kamu menjatuhkan diri kamu ke dalam jurang kebinasaan dan berbuat baiklah kamu sesungguhnya Allah itu mencintai orang-orang yang berbuat baik.“

Demikian juga Rasululah saw bersabda: “Jika kamu mendengar wabah penyakit di suatu wilayah maka jangan kamu masuk ke dalam wilayah tersebut, tetapi jika wabah itu terjadi wabah di tempat kamu berada maka jangan kamu tinggalkan tempat itu agar wabah tersebut tidak menyebar sambil tetaplah kamu mencari pengobatan(HR. Bukhari).

Baginda Rasulullah saw juga bersabda:

وفر من المجذوم كما تفر من األسد

“Dan larilah (menghindar) kamu dari orang berpenyakit kusta sebagaimana kamu lari dari singa“ (HR. Bukhari).

Dalam hadis yang lain, juga dinyatakan bahwa rasulullah bersabda: “Janganlah kamu mengumpulkan dalam satu tempat antara unta yang sedang sakit dengan unta yang masih dalam keadaan sehat” (HR. Muslim).

Dari hadis tersebut kita dapat simpulkan bahwa Rasulullah saw menganjurkan umatnya agar menghindar dari sesuatu atau kondisi tertentu yang dapat menyebabkan penularan suatu penyakit, sebagaimana yang disarankan oleh pemerintah agar kita tetap harus menjaga Protokol Kesehatan dimanapun kita berada.

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar… Walillahil hamd.

Bulan suci Ramadhan telah berlalu, tetapi semangat dan jiwa Ramadhan tidak boleh berlalu, tetapi harus tetap berada dalam jiwa sanubari kita dan menjadi karakter dalam hari-hari setelah Ramadhan berlalu.

Diantara karakter Ramadhan yang harus tetap kita jaga adalah karakter memberikan perhatian, perlindungan, kasih sayang kepada orang lain yang ada di sekitar kita.