Sabtu 08 May 2021 08:22 WIB

Suruh Muslimah Lepas Hijab, Perusahaan Ini Disidang

Seorang muslimah diminta harus melepas hijabnya jika ingin bekerja.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Didi Purwadi
sebuah perusahaan di Belgia meminta seorang muslimah melepas hijabnya jika ingin bekerja di perusahaan transportasi tersebut.
Foto: Republika/Mardiah
sebuah perusahaan di Belgia meminta seorang muslimah melepas hijabnya jika ingin bekerja di perusahaan transportasi tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Wanita Muslim berjilbab di Brussel, Belgia mengalami diskriminasi di Perusahaan Transportasi Antarkomune Brussel (STIB-MIVB). Pengadilan tenaga kerja di Brussel menetapkan STIB-MIVB melanggar undang-undang karena wanita tersebut tidak hanya mengalami diskriminasi agama tapi juga diskriminasi gender.

Akibatnya, pengadilan memberikan denda kepada perusahaan sebesar 50 ribu euro. Keputusan tersebut diumumkan oleh LSM yang berbasis di Brussel, Unia, pada Rabu lalu.

Ini berawal seorang wanita Muslim berjilbab melamar pekerjaan administrasi di STIB-MIVB. Namun, lamarannya ditolak dua kali dan dia mengalami diskriminasi. Unia melaporkan masalah ini ke pengadilan bersama Liga Hak Asasi Manusia (LDH). Mereka mengatakan STIB-MIVB menolak mempekerjakan wanita tersebut pada tahun 2015 dan 2016 meskipun ia mempunyai keterampilan teknis yang diperlukan.

“Dalam praktiknya, tidak boleh ada lagi diskriminasi yang terjadi,” kata salah seorang anggota Unia, Els Keytsman.

Menurut LDH, pihak perusahaan mengatakan kepada wanita itu, STIB-MIVB mengikuti kebijakan netralitas yang berarti stafnya tidak diperbolehkan membawa simbol keagamaan, narapidana, politik, filosofis yang terlihat. Sejalan dengan kebijakan itu, dia diberitahu harus melepas jilbabnya jika akan bekerja.

Selama wawancara, dia mengubah jilbab tradisionalnya menjadi turban. Namun, pihak perusahaan memberitahu lagi bahwa penutup kepala juga tidak diperbolehkan. Setelah itu, dia tidak pernah mendengar kabar dari perekrut.

Perusahaan mengeklaim wanita itu tidak ditolak karena penampilan jilbabnya. Akan tetapi, pengadilan menyebut perusahaan tidak menerapkan perlakuan yang sama. Hakim mengatakan apa yang disebut kebijakan netralitas STIB-MIVB tidak dilakukan secara koheren dan adil serta mengarah pada segala jenis diskriminasi. Selain itu, pengadilan juga mengatakan kebijakan STIB-MIVB merugikan tujuan keberagaman.

“Saat ini, seorang karyawan tidak diizinkan untuk memakai jilbab sedangkan rekan laki-laki diizinkan membiarkan jenggotnya. STIB-MIVB harus memeriksa dengan cermat kebijakan ini dan tidak lagi aturan yang menerapkan prinsip netralitas eksklusif,” ujar Kslaeytsman.

Jenggot kerap kali dikenakan oleh pria beriman. Mereka juga menunjukkan tanda-tanda kecenderungan politik atau keyakinan ideologis. Untuk pengadilan, kasus tersebut juga melambangkan diskriminasi tidak langsung berdasarkan jenis kelamin pelapor.

Keputusan pengadilan tenaga kerja bisa berdampak luas bagi STIB-MIVB. Sekarang perusahaan telah diberitahu untuk mengubah kebijakan perekrutan stafnya dan mengecualikan prinsip netralitas.

Dilansir TRT World, Sabtu (8/5), Belgia adalah negara yang menampung wanita Muslim berjilbab. Ribuan orang memprotes ketika keputusan Mahkamah Konstitusi Belgia melarang jilbab di pendidikan tinggi pada Juli tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement