Jumat 07 May 2021 12:27 WIB

Pengamat Nilai Putusan MK tak Konsisten

Putusan MK dinilai pengamat tak konsisten.

Pengamat Nilai Putusan MK tak Konsisten. Foto:    Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/7/2020). MK menunda semua jadwal persidangan sementara waktu mulai Senin (27/7) untuk dilakukan sterilisasi guna mencegah penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.  *** Local Caption ***
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Pengamat Nilai Putusan MK tak Konsisten. Foto: Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/7/2020). MK menunda semua jadwal persidangan sementara waktu mulai Senin (27/7) untuk dilakukan sterilisasi guna mencegah penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj. *** Local Caption ***

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan gugatan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak konsisten.

Alasannya karena partai politik yang telah lulus verifikasi dan lolos memenuhi ketentuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 hanya perlu melakukan verifikasi secara administrasi. Namun, tidak diverifikasi secara faktual.

Baca Juga

Dia mengungkapkan, putusan MK seharusnya memegang teguh azas keadilan seperti sebelumnya. Mengingat putusan MK No 53/PUU-XV/2017 telah dinyatakan bahwa prasa telah ditetapkan sudah dinyatakan batal karena bertentangan dengan UUD 45. Sehingga seluruh partai politik, harus diverifikasi oleh KPU sebelum ditetapkan sebagai peserta pemilu. 

"Kita kembali saja pada azaz keadilan. Namun putusan MK ini enggak konsisten, banyak membingungkan juga sih. Bagaimana partai yang punya anggota DPRD kota dan yang enggak punya anggota DPRD provinsi? wajib verifikasi dan tidak wajib faktual?" kata Pangi saat dihubungi, Jumat (7/5).

Pangi mengatakan, putusan tersebut juga menimbulkan pertanyaan bagi partai partai yang tidak lolos parliamentary threshold namun pernah melakukan verifikasi faktual pada saat 2019. Untuk itu, dia menyarankan, seluruh partai tetap menjalankan verifikasi faktual jelang pemilu 2024 mendatang.

"Kalau partai yang sudah lolos ambang batas ngak wajib verifikasi faktual, lalu yang partai baru yang baru ikut kontestasi pada pemilu 2024 wajib verifikasi faktual. Lalu partai yang sudah ikut pemilu 2019 namun ngak Lolos ambang batas wajib verikasi saja namun tidak perlu faktual?" ujarnya.

"Jadi harus tetap verifikasi faktual, sehingga partai juga lebih update," tutup Pangi.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan gugatan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu.

Putusan itu merupakan perkara dari uji materi UU Pemilu yang diajukan oleh Partai Garuda dan diwakili Ketua DPP Ahmad Ridha serta Sekjen Abdulllah Mansuri. Partai Garuda meminta parpol yang sudah dinyatakan lulus verifikasi pada Pemilu 2019 tak perlu diverifikasi ulang untuk Pemilu selanjutnya.

"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di persidangan MK, Jakarta, Selasa, (4/5).

MK memutuskan partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos memenuhi ketentuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi. Namun, tidak diverifikasi secara faktual.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement