Sabtu 08 May 2021 04:37 WIB

Tarik Ulur Regulasi Kripto di Berbagai Negara

Swiss pada Februari lalu, secara terbuka menerima kripto sebagai alat pembayaran.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/Setyanavidita Livikacansera/ Red: Dwi Murdaningsih
Uang kripto Stellar
Foto: Currency.com
Uang kripto Stellar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak pertama kali hadir pada 2009 lalu, bitcoin terus tumbuh menjadi salah satu aset digital. Bitcoin yang pada awalnya banyak ditentang, kini  banyak negara yang mulai membuka peluang untuk mata uang kripto tumbuh. Tentunya, dengan mulai mematangkan berbagai regulasi untuk menjamin keamanan para pihak yang terlibat.

Sikap masing-masing negara dalam menyikapi hadirnya mata uang kripto, masih beragam. Swiss pada Februari lalu, secara terbuka menerima kripto sebagai alat pembayaran. Namun, ada pula negara yang masih menggodok aturan untuk pengembangan industri kripto.

Baca Juga

Ketua regulator Korea Selatan Financial Services Commission (FSC), Eun Sung-soo, telah memperingatkan, semua pertukaran cryptocurrency di negara tersebut dapat ditutup. Ia mengatakan, Korea Selatan saat ini memiliki sekitar 200 platform pertukaran cryptocurrency.

"Semua dari 200 platform pertukaran cryptocurrency negara dapat ditutup setelah September, segera sesudah undang-undang keuangan khusus diberlakukan," tulis The Korea Times mengutip pernyataan Eun pada Rapat umum Komite Urusan Politik Majelis Nasional, dilansir dari Bitcoin.com, Kamis (29/4).

Eun menjelaskan, pertukaran cryptocurrency harus terdaftar di FSC, di bawah Undang-Undang Dana Khusus yang direvisi. "Kami sekarang menerima aplikasi agar mereka secara resmi mendaftarkan bisnisnya sesuai jadwal, tetapi hingga saat ini belum ada operator bursa yang mendaftar," ungkapnya.

Eun menegaskan, cryptocurrency bukanlah mata uang. Pemerintah Korea Selatan, ia melanjutkan, telah berkali-kali memperingatkan investor bahwa volatilitas harga yang kerap terjadi dunia kripto, bisa membahayakan bagi para investor.

Namun, di sisi lain, Eun mengungkapkan, investor bisa pula mendapatkan keuntungan dari investasi cryptocurrency. Rencananya, pemerintah juga akan memberlakukan pajak sebesar 20 persen mulai Februari, tahun depan.

Sementara itu, India tidak menutup semua opsi dalam hal cryptocurrency, termasuk juga pemanfaatan teknologi blockchain. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman bulan lalu.

Berbicara di India Today Conclave South, Sitharaman, mengatakan, catatan kabinet sedang disiapkan terkait masalah ini. "Pandangan saya tentang ini adalah tentu saja Mahkamah Agung telah mengomentari cryptocurrency, sementara RBI (Reserve Bank of IndiaRed) mungkin mengambil alih cryptocurrency resmi, tetapi dari pihak kami. Sangat jelas bahwa kami tidak menutup semua opsi," katanya dilansir dari India Today.

Shitaraman mengatakan, orang-orang akan diberikan tempat yang memadai untuk bereksperimen dengan blockchain, bitcoin, dan mata uang kripto lainnya. Menurutnya, saat ini Pemerintah India juga tengah menyiapkan catatan kabinet.

Rencananya, Pemerintah India akan mengizinkan sejumlah tempat bagi orang-orang untuk bereksperimen pada blockchain dan bitcoin. Namun, Shitaraman mengungkapkan, seperti apa formulasi untuk pengembangan cryptocurrency masih dalam tahap penggodokan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement