Kamis 06 May 2021 13:39 WIB

Dana Pandemi Digunakan untuk Bangun Patung Cumi-cumi

Dana pandemi digunakan untuk membangun patung sehingga menuai kritik di media sosial

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Cumi-cumi. Ilustrasi.
Foto: wall street journal
Cumi-cumi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NOTO - Sebuah kota pesisir Jepang di bagian barat, Noto, telah menuai kemarahan di media sosial. Pemerintah daerah tersebut menggunakan sebagian dana bantuan pandemi virus corona untuk membangun patung cumi-cumi raksasa dengan harapan dapat meningkatkan pariwisata.

Kota di Prefektur Ishikawa mendapatkan 800 juta yen dalam bentuk hibah dari pemerintah pusat. Menurut media lokal, dana itu sebagai bagian dari program bantuan yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi lokal di tengah pandemi.

Baca Juga

Dari jumlah itu, Noto menggunakan 25 juta yen untuk menutupi sebagian biaya pembangunan patung setinggi empat meter dan panjang sembilan meter. Total biaya konstruksi sekitar 30 juta yen.

Cumi-cumi adalah makanan lokal di Noto. Menurut pejabat setempat, membangun patung itu adalah bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan kesadaran tentang industri perikanan kota dan meningkatkan pariwisata.

Hibah itu memang tidak secara khusus dialokasikan untuk pengeluaran terkait dengan perawatan pasien virus corona. Tingkat infeksi Prefektur Ishikawa pun rendah dibandingkan dengan bagian lain Jepang.

Pembangunan patung merah muda dimulai pada Oktober 2020. Patung yang sudah selesai akhirnya dipindahkan ke tempatnya saat ini pada Maret tahun ini.

Beberapa orang turun ke Twitter untuk mempertanyakan kemungkinan dana tersebut seharusnya digunakan untuk tujuan lain. "Tidak peduli bagaimana Anda melihatnya, ini salah. Mereka harus mengembalikan uang itu," kata seorang pengguna Twitter.

Jepang sedang berjuang melawan gelombang keempat infeksi virus corona dan kabinet menyetujui paket stimulus 708 miliar dolar AS pada Desember. Dana ini digunakan untuk membantu ekonomi pulih dari kemerosotan yang disebabkan pandemi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement