Kamis 06 May 2021 04:30 WIB

Pasukan AS Tinggalkan Afghanistan, Hak Perempuan Terancam

Taliban secara luas tetap konsisten untuk membatasi hak-hak perempuan di Afghanistan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Kaum perempuan Afghanistan. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Rafiq Maqbool
Kaum perempuan Afghanistan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sejumlah badan intelijen Amerika Serikat (AS) memperingatkan hak-hak terhadap perempuan di Afghanistan akan berisiko setelah pasukan AS mundur akhir tahun ini. Hal ini diungkapkan dalam sebuah laporan yang tidak diklasifikasikan, yang dirilis oleh Direktur Intelijen Nasional pada Selasa (4/5).

Laporan tersebut mengatakan Taliban secara luas tetap konsisten untuk membatasi hak-hak perempuan. Mereka akan membatasi hak-hak perempuan ketika mendapatkan kembali kekuatan nasional.

Baca Juga

Laporan tersebut adalah peringatan terbaru AS tentang konsekuensi penarikan pasukan AS dari Afghanistan, yang sudah berlangsung pada 1 Mei lalu hingga 11 September. Penarikan pasukan dilakukan dua dekade setelah koalisi pimpinan Amerika menggulingkan Taliban.

Selama pemerintahan Taliban pada tahun 1990-an, sebagian besar perempuan hanya boleh berdiam di dalam rumah. Selain itu, anak perempuan tidak memiliki akses ke pendidikan.

Taliban memberlakukan versi ekstrem dari hukum Syariah Islam dengan sedikit konsekuensi. Setelah invasi pimpinan AS menggulingkan kelompok Alqaeda dan membunuh pemimpin mereka, Osama bin Laden, pemerintahan demokratis dan hak asasi manusia di Afghanistan menjadi prioritas Barat.

Dua pertiga dari populasi Afghanistan berusia 25 tahun atau lebih muda. Afghanistan tetap menjadi salah satu negara terburuk di dunia bagi hak-hak perempuan, terutama di daerah perdesaan. Setelah Taliban tak lagi berkuasa, perempuan Afghanistan mulai mengambil posisi di Parlemen, bersekolah dan menjalankan bisnis.

Namun ada kekhawatiran ketika pasukan AS meninggalkan Afghanistan, hak perempuan akan kembali dirampas. Mereka akan kembali dipaksa mengenakan burqa maupun cadar yang menjadi simbol pemerintahan Taliban.

Bulan lalu Taliban mengeluarkan pernyataan bahwa mereka berjanji tidak akan membatasi hak-hak perempuan. Taliban menyatakan, perempuan tetap dapat melayani masyarakat dalam bidang pendidikan, bisnis, kesehatan, dan sosial. Namun mereka harus tetap menggunakan jilbab dengan benar. Akan tetapi laporan yang dirilis Selasa menggarisbawahi skeptisisme Amerika terhadap janji tersebut.

"Taliban telah melihat pergantian kepemimpinan yang minimal, mempertahankan posisi negosiasi yang tidak fleksibel, dan menerapkan batasan sosial yang ketat di area yang sudah dikontrolnya," kata laporan itu.

"Kemajuan apa pun dalam hak-hak perempuan mungkin lebih disebabkan oleh tekanan eksternal daripada dukungan domestik, menunjukkan bahwa hal itu akan berisiko setelah penarikan koalisi," ujar laporan itu.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement