Rabu 05 May 2021 14:12 WIB

Junta Myanmar Larang Parabola untuk Tekan Media

Sejumlah media ditutup paksa, tapi tetap beroperasi dengan diam-diam.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Demonstran menunjukkan salam tiga jari dalam aksi menentang kudeta militer di Mandalay, Myanmar pada 3 Mei 2021.
Foto: EPA
Demonstran menunjukkan salam tiga jari dalam aksi menentang kudeta militer di Mandalay, Myanmar pada 3 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Junta militer Myanmar melarang penggunaan piring satelit dan mengancam akan memenjarakan orang yang melanggar keputusan tersebut. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menghalangi akses ke media independen. Piring satelit adalah antena parabola, berbentuk piring.

Junta militer yang menghadapi perlawanan dari masyarakat kesulitan menjaga ketertiban sejak mengkudeta pemerintahan yang sah. Junta pun memperketat akses komunikasi.

Baca Juga

Sebagian besar masyarakat Myanmar kehilangan jaringan telepon selama 50 hari lebih. Akses internet juga dibatasi. Sejumlah media ditutup paksa tapi tetap beroperasi dengan diam-diam baik mempublikasikan berita melalui internet atau televisi.

Pada Rabu (5/5) the Guardian melaporkan surat kabar yang dikelola pemerintah Global New Light of Myanmar mengumumkan kantor media yang menggunakan piring satelit untuk menyiarkan programnya mengganggu keamanan negara, supremasi hukum, dan ketenangan dan kedamaian masyarakat. Siapa yang memasang piring satelit dapat dipenjara selama satu tahun atau denda sebesar 500 ribu kyat atau 320 dolar AS.

Media independen Irrawaddy melaporkan dalam beberapa bulan terakhir junta militer telah menangkap 80 jurnalis. Irrawaddy sendiri sedang menghadapi gugatan hukum karena dianggap melanggar KUHP Pasal 505(a).

Pasal itu menyebutkan pihak yang menyebarkan informasi yang memicu ketakutan atau menyebar informasi palsu dapat dipenjara selama tiga tahun. Kantor berita Jepang Kyodo melaporkan jurnalis Negeri Sakura Yuki Kitazumi didakwa pasal tersebut.

Kitazumi menjadi jurnalis asing pertama yang didakwa pasal tersebut. Berdasarkan catatan organisasi aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) sejak kudeta bulan Februari lalu junta militer telah menahan 3.677 orang dan membunuh 769 orang.  

Walaupun ada risiko menghadapi kekerasan militer tapi masyarakat Myanmar tetap turun ke jalan menentang kudeta militer. Media lokal melaporkan Rabu pagi ini para guru, pelajar dan orang tua menggelar unjuk rasa di depan sekolah-sekola Kota Mandalay.

Mereka mengajak masyarakat untuk memboikot sistem pendidikan di bawah pemerintahan militer. Selasa malam kemarin masyarakat Negara Bagian Kachin menggelar upacara berkabung bagi demonstran yang tewas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement