Rabu 05 May 2021 08:40 WIB

PMI Manufaktur Meningkat, Kemenkeu: Tanda Perbaikan

Tingginya optimisme bisnis diharapkan mempercepat pengendalian pandemi.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Pekerja beraktivitas di dekat tumpukan kemasan galon hasil daur ulang di pabrik PT Namasindo Plas, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (20/4). Kementerian Keuangan menyatakan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global sebesar 55,8 dan Indonesia 54,6 pada April 2021 mencerminkan perbaikan bisnis.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja beraktivitas di dekat tumpukan kemasan galon hasil daur ulang di pabrik PT Namasindo Plas, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (20/4). Kementerian Keuangan menyatakan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global sebesar 55,8 dan Indonesia 54,6 pada April 2021 mencerminkan perbaikan bisnis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menyatakan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global sebesar 55,8 dan Indonesia 54,6 pada April 2021. Hal ini mencerminkan perbaikan nyata pada kondisi bisnis. 

“Angka PMI tersebut mencerminkan perbaikan nyata pada kondisi bisnis, seiring dengan lonjakan permintaan baru dan kembalinya bisnis baru dari luar negeri,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi seperti dikutip Rabu (5/5).

Baca Juga

PMI Global meningkat didorong oleh pertumbuhan dari sisi new orders, new export business, dan employment dengan Eropa dan AS yang mencatatkan kinerja manufaktur sangat kuat. Hal ini didorong pertumbuhan pesanan baru seiring kenaikan permintaan.

PMI manufaktur AS sebesar 60,5 mencatatkan angka tertinggi sejak Mei 2007 sedangkan manufaktur negara lain di benua Amerika seperti Kanada 57,2 dan Brasil 52,3 masih berada dalam tren ekspansif, meski turun dibandingkan bulan sebelumnya.

China 51,9, Jepang 53,6, dan India 55,5 juga berhasil mempertahankan tren positif didukung pertumbuhan pada tingkat permintaan.

Dari sisi regional, ASEAN menunjukkan performa manufaktur yang bervariasi yaitu Indonesia dan Malaysia 53,9 berada pada zona ekspansif, tetapi Filipina 49,0 kembali ke zona kontraksi akibat eskalasi Covid-19 yang memicu pengetatan restriksi.

Secara global, efek gangguan supply chain masih dirasakan yaitu tekanan inflasi atas bahan baku masih tinggi dan menambah beban biaya produksi.

“Namun tingginya optimisme bisnis di tengah percepatan vaksinasi diharapkan mempercepat pengendalian pandemi serta mendongkrak pemulihan permintaan global,” katanya.

Sedangkan PMI Manufaktur Indonesia sebesar 54,6 pada April 2021 menunjukkan terjadinya ekspansi selama enam bulan berturut-turut yaitu adanya kenaikan output, permintaan baru, pembelian, serta permintaan ekspor yang kembali tumbuh. Menurut Febrio bisnis baru yang mengalami ekspansi tajam maka perusahaan manufaktur juga menaikkan volume produksi sehingga diharapkan dapat meningkatkan tenaga kerja baru secara umum.

Dari sisi lain, volume produksi yang semakin tinggi menimbulkan permintaan input yang lebih tinggi maka dengan pasokan yang relatif terbatas akan menyebabkan peningkatan harga input yang berpengaruh pada harga jual kepada konsumen selama enam bulan terakhir.

Meski demikian Febrio mengatakan produsen di Indonesia masih sangat optimistis produksi akan terus menguat didorong adanya harapan pandemi Covid-19 akan berakhir pada tahun mendatang.

“Pemerintah perlu menjaga momentum pemulihan dengan tetap menjaga daya beli masyarakat dan berkomitmen untuk melanjutkan dukungan terhadap pelaku usaha,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement