Rabu 05 May 2021 05:42 WIB

Orang Betawi Mudik Lebaran ke Mana?

Bagi orang Betawi mudik sering diartikan nyaba ke rumah orang tua.

Suasana mudik Lebaran di Jakarta medio 1960-an.
Foto:

Bagi orang Betawi, Lebaran sudah disambut sejak awal-awal Ramadhan. Sehari sebelum 1 Ramadhan, mereka sudah bergembira dengan memukul beduk sepanjang hari. Beduk hanya berhenti ditabuh ketika dekat waktu azan.

Mereka juga bersuci dengan cara mandi di kali-kali yang saat itu masih banyak yang berair bersih. Mereka mencuci kepala alias keramas. Bukan dengan sampo seperti sekarang, melainkan menggunakan air merang.

photo
Suasana Batavia Tahun 1929. Warga mencuci dan membersihkan diri di sungaj Ciliwung . - (Gahtena.nl)

Ramadhan adalah bulan istimewa tak hanya dari segi ibadah, tapi juga kulinernya. Orang Betawi zaman itu selalu menyiapkan hidangan daging kambing dan sapi yang masuk daftar menu makanan. Karena itu, banyak yang andilan atau patungan untuk membeli sapi yang disembelih dan dagingnya dibagi-bagi kepada 20-30 keluarga.

Setelah disemur mereka pun menggelar kenduri. Ketupat, semur daging, sambal godok labu, opor ayam, jadi menu Lebaran. Undangan makan pun berjibun.

Takbiran pun sangat meriah di Jakarta. Selain di masjid, takbir keliling dengan memukul beduk menjadikan suasana kemeriahan begitu kental terasa.

Anak-anak gadis sudah bersolek sejak sore. Apalagi yang dalam masa pingitan karena akan menikah. Mereka yang keluar rumah ketika dalam masa pingitan biasanya hanya membeli kembang api atau petasan. Itu wajib dikawal keluarga.

Namun, petasan saat ini dilarang. Ketika itu, ada alternatif permainan yang tak kalah bikin jantung berdansa, yakni bumbung bambu. Bumbung terbuat dari bambu yang ruas-ruasnya sudah dilubangi dan diisi karbit. Bagian depannya disumpel kain topo.

Ketika sudah siap, lubang yang diisi karbit dan air lalu disulut api. Bumbung itu pun berbunyi seperti meriam, ”jlegur”, yang suaranya tak kalah nyaring dari bunyi petasan.

Pertanyaannya, apakah orang Betawi mudik saat Lebaran?

Betawi yang punya kampung di Jakarta biasanya memiliki keluarga yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Anak-anak setelah menikah biasanya memilih tinggal di dekat rumah orang tuanya. Dengan begitu, ketika Hari Raya Idul Fitri, silaturahim biasanya hanya dilakukan di kampung sendiri.

Sedikit yang "pulang kampung" dengan mengunjungi orang-orang tua yang tinggal di "kampung halaman". Seperti "nyaba" baba, enyak, engkong, atau nyai yang tinggal di lain kota.

photo
Trem kuda di Batavia - (IST)

Bagi yang sudah tidak punya orang tua, mereka akan ziarah kubur untuk mendoakan jenat yang sudah wafat. Setelah itu, biasanya silaturahim kepada orang yang dituakan, seperti mamang, uwak, atau saudara orang tua.

Kebanyakan pada hari Lebaran orang Betawi justru menikmati pelesir sambil nyoba naik trem. Pantai Sampur (sekarang udah jadi galangan kapal di Priok) yang jadi tempat pemandian, menjadi tempat favorit. Selain karena gratis, berpelesir ke pantai sangat istimewa sambil gelar tikar dan nasi timbel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement