Rabu 05 May 2021 05:42 WIB

Orang Betawi Mudik Lebaran ke Mana?

Bagi orang Betawi mudik sering diartikan nyaba ke rumah orang tua.

Suasana mudik Lebaran di Jakarta medio 1960-an.
Foto:

Meski tidak pulang kampung, akar kata mudik berasal dari "udik" milik orang Betawi. Artinya, menuju ke "udik" (hulu, kampung yang di utara). Lawan kata udik adalah milir, menuju ke hilir, menuju ke selatan atau laut) atau kembali berangkat kerja mencari sesuap nasi. Namun, ada  yang menyebut mudik berasal dari kata Jawa Ngoko, "mulih dilik" yang artinya pulang sebentar setelah merantau.

Diksi udik lalu diserap secara sosial ketika geliat urbanisasi masif di Indonesia pada medio 1960-an. Orang desa di berbagai daerah merantau ke Jakarta. Jakarta semakin diserbu kaum perantau pada era Orba, awal 1970-an di mana urbanisasi jadi salah satu proyek pemerintah Presiden Soeharto.

Mudik adalah fenomena sosial manusia beserta agama kepercayaannya. Mereka yang merantau akan kembali ke kampung menjenguk keluarganya.

Pada medio 1950-an, sebenarnya mudik tidak terlalu istimewa. Polisi tidak terlalu disibukkan dengan arus lalu lintas, tidak perlu menyiapkan posko khusus, apalagi mengerahkan aparat keamanan khusus di hari raya.

Dalam catatan sejarah, penduduk Jakarta 70 tahun lalu tidak sampai dua juta jiwa. Meski masih sedikit, gairah menyambut hari raya sangat besar. Jika 10 hari terakhir, orang-orang di Jakarta, khususnya orang Betawi sering likuran atau istilah bekennya iktikaf, yakni bermalam di masjid untuk mengejar malam Lailatul Qadar.

Malam likuran sangat dinanti. Suasana di kampung pada malam hari selama 10 hari terakhir Ramadhan, sudah seperti siang. Halaman rumah diterangi lampu minyak, petromaks, atau lilin. Semenara, tembok-tembok rumah dikapur agar terlihat baru.

Baca juga : Larangan Mudik, Wagub DKI Ingatkan Varian Baru Corona

Umat Islam saat itu rela banyak begadang sambil mengaji, tadarus, dan berzikir. Saking gigihnya tak jarang para orang tua pada masa itu banyak yang mengkhatamkan Alquran tiga sampai lima kali selama Ramadhan.

Para pemudanya mendaras Alquran sembari begadang. Sedangkan, ibu-ibu dan anak gadis tidak kalah sibuk karena membuat kue Lebaran, seperti kue nastar, lapis, wajik, dan tidak ketinggalan dodol serta tape uli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement