Selasa 04 May 2021 11:28 WIB

Mandiri Institute: Belanja Ritel saat Ramadhan Melonjak

Relaksasi jam operasional toko ritel menyebabkan kenaikan kunjungan.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Mandiri Institute mencatatkan angka kunjungan ke pusat belanja dan restoran melonjak menembus batas 100 persen pada jam-jam sibuk bulan Ramadhan 2021.
Foto: Antara/Feny Selly
Mandiri Institute mencatatkan angka kunjungan ke pusat belanja dan restoran melonjak menembus batas 100 persen pada jam-jam sibuk bulan Ramadhan 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mandiri Institute mencatatkan angka kunjungan ke pusat belanja dan restoran melonjak menembus batas 100 persen pada jam-jam sibuk bulan Ramadhan 2021. Hal ini mengindikasikan telah kembali normalnya aktivitas masyarakat.

Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan secara spesifik, kunjungan ke pusat belanja pada awal April 2021 sebesar 128 persen dibandingkan dengan kapasitas normal di jam-jam sibuk. 

Baca Juga

“Monitoring tingkat kunjungan ini dilakukan terhadap 5.872 tempat belanja yang tersebar di sembilan kota besar. Lonjakan kunjungan ke tempat belanja di Makassar dan DKI Jakarta merupakan kontributor utama lonjakan kunjungan secara nasional," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (4/5).

Mandiri Institute melakukan live monitoring sejak Juli 2020 pada aktivitas masyarakat pada dua sektor yang dinilai terdampak Covid-19 cukup dalam, yaitu ritel dan restoran. Metode monitoring dilakukan dengan melihat tingkat kesibukan di restoran dan tempat belanja yang terdapat pada data Google Maps dengan jumlah sampling lebih dari lima ribu tempat belanja dan sembilan ribu restoran di sembilan kota besar di Indonesia. 

“Data yang dikumpulkan merupakan data yang mencerminkan tingkat kesibukan di tempat belanja dan restoran,” ucapnya.

Menurut Yudo, aktivitas pada Ramadhan dan relaksasi jam operasional tempat belanja menyebabkan kenaikan kunjungan ke pusat belanja seperti pola umum, aktivitas masyarakat dalam mengunjungi pusat belanja, terutama shopping mall, meningkat ketika memasuki Ramadhan untuk mencari berbagai kebutuhan pada Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, adanya normalisasi aktivitas perkantoran juga mendorong kenaikan kunjungan ke mal.

Dari sisi lain, kunjungan ke restoran pada April 2021 juga mengalami lonjakan dengan tingkat kesibukan menyentuh 117 persen pada jam-jam sibuk. Angka tingkat kesibukan ini diperoleh dari pengamatan terhadap 9.626 restoran di sembilan kota besar.

Kemudian tingkat kesibukan restoran-restoran telah melebihi batas 100 persen hampir semua kategori restoran. Berdasarkan spasial, Jakarta mencatatkan kenaikan angka makan di tempat (dine-in) tertinggi, kesibukan restoran-restoran di Jakarta telah mencapai 140 persen.

"Perbaikan angka kunjungan ke restoran juga terkonfirmasi dengan Indeks Pendapatan Usaha sektor restoran yang mengalami peningkatan drastis pada April 2021. Data ini menunjukkan bahwa sektor restoran mulai mengalami perbaikan, relatif dibanding dengan periode yang sama 2020," ucapnya.

Meski demikian, dia mengingatkan agar pemilik atau manajemen tempat belanja dan restoran harus berperan aktif dalam menerapkan protokol kesehatan sangat dibutuhkan. Penerapan protokol kesehatan ketat di restoran amat dibutuhkan karena aktivitas dine-in di restoran masih merupakan aktivitas yang berisiko karena melibatkan kontak fisik di tempat umum. Melalui partisipasi aktif tersebut, dia berharap risiko penularan Covid-19 dapat diturunkan dan juga pembatasan sosial berskala besar (PSBB) lanjutan dapat terhindari.

"Lonjakan kunjungan ke pusat belanja dan restoran pada awal triwulan dua 2021 mengindikasikan perbaikan yang solid pada kedua sektor ini. Namun harus diingat, tingkat kesibukan yang tinggi juga menunjukkan adanya konsumen yang berkumpul untuk menunggu mendapatkan layanan, terutama di restoran. Hal ini dapat menaikkan risiko penularan Covid-19," kata Yudo.

Apalagi, lanjut Yudo, saat ini terjadi lonjakan kasus Covid-19 baru, terutama yang berasal dari klaster perkantoran. Meningkatnya klaster perkantoran itu, salah satu penyebabnya, diduga berasal dari aktivitas pekerja kantor yang berbuka puasa bersama. 

“Hal itu perlu menjadi perhatian serius karena meningkatnya kasus baru Covid-19 akan meningkatkan kemungkinan pemerintah memperpanjang pembatasan mobilitas masyarakat, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi usaha restoran,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement