Makna Baju Baru Saat Lebaran Versi Sosiolog

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil

Senin 03 May 2021 20:00 WIB

Makna Baju Baru Saat Lebaran Versi Sosiolog. Foto: Imam B Prasodjo Foto: Antara/Wahyu Putro A Makna Baju Baru Saat Lebaran Versi Sosiolog. Foto: Imam B Prasodjo

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Imam B. Prasodjo mengamati fenomena membeli baju baru untuk Lebaran telah berlangsung lama. Ia menilai tradisi itu punya makna keagamaan dan kultural hingga membuat masyarakat melakukannya.

Imam mengatakan Muslim yang merayakan Lebaran secara falsafah keagamaan dianggap berhasil lolos dalam upaya pembersihan diri selama Ramadhan. Harapannya mendapatkan ampunan sehingga reward-nya dapat lahir kembali dengan situasi batin yang fitrah. 

Baca Juga

"Dalam situasi ini dirayakan dengan shalat Ied, bermaaf-maafan. Nah dalam situasi perayaan ini sering disimbolkan dengan gunakan pakaian baru sebagai bentuk rebirth atau lahir kembali ke dunia dalam keadaan bersih," kata Imam kepada Republika, Senin (3/5).

Imam menduga tradisi beli baju lebaran awalnya dilakukan kelompok masyarakat kurang mampu. Mereka ingin tampil lebih baik setelah mampu membeli baju baru minimal sekali dalam setahun.

"Dalam konteks situasi masyarakat dulu yang serba terbatas mungkin punya baju baru sekali dalam setahun karena banyak yang tidak punya uang cukup, di situlah punya kesempatan beli baju baru. Dipadukan dengan perayaan agama ganti baju lapuk dengan yang lebih baik," ujar Imam.

Oleh karena itu, Imam menilai tradisi beli baju untuk Lebaran sarat makna keagamaan dan kultural. Tak pelak, sebagian masyarakat rela berjubel beli baju baru di pasar jelang Lebaran meski situasi pandemi Covid-19 belum berakhir.

"Tradisi punya baju lebaran jadi kebiasaan, jadi enggak cuma fungsi kebutuhan berpakaiannya saja, apalagi buat middle class itu bisa beli baju baru lebih dari sekali tiap tahun," ucap Imam.

Video yang viral pada Sabtu akhir pekan lalu menunjukkan, pengunjung berjubel saat berbelanja di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tidak ada penerapan protokol kesehatan (prokes) karena jumlah pengunjung sangat banyak. Sehari berselang atau pada Ahad, aparat gabungan melakukan penertiban untuk mencegah penularan Covid-19.

Meski ribuan aparat gabungan dikerahkan, tapi tak semua area pasar bebas kerumunan.