Senin 03 May 2021 17:28 WIB

Milisi Kachin Tembak Jatuh Helikopter Junta Myanmar

Serangan ini sebagai balasan atas gempuran jet tempur Myanmar.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Dalam gambar yang dibuat dari video oleh Transborder News ini, asap mengepul dari kamp Tentara Myanmar dekat perbatasan Myanmar dan Thailand pada Selasa, 27 April 2021. Gerilyawan etnis Karen mengatakan mereka merebut pangkalan militer Myanmar pada hari Selasa dalam apa yang mewakili peningkatan moral tindakan bagi mereka yang menentang pengambilalihan militer atas pemerintah sipil negara pada bulan Februari.
Foto: Transborder News via AP
Dalam gambar yang dibuat dari video oleh Transborder News ini, asap mengepul dari kamp Tentara Myanmar dekat perbatasan Myanmar dan Thailand pada Selasa, 27 April 2021. Gerilyawan etnis Karen mengatakan mereka merebut pangkalan militer Myanmar pada hari Selasa dalam apa yang mewakili peningkatan moral tindakan bagi mereka yang menentang pengambilalihan militer atas pemerintah sipil negara pada bulan Februari.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA)  menembak jatuh sebuah helikopter milik militer Myanmar. KIA yang merupakan salah satu kelompok pemberontak paling kuat di Myanmar menembak jatuh helikopter, setelah membalas serangan udara dari junta.

Kepala Departemen nformasi KIA, Naw Bu mengatakan, helikopter itu ditembak sekitar pukul 10.20 pagi di sebuah desa dekat kota Moemauk di provinsi Kachin.

Baca Juga

"Dewan militer melancarkan serangan udara di daerah itu sejak sekitar pukul 08.00 atau 09.00 pagi ini menggunakan jet tempur dan juga melepaskan tembakan menggunakan helikopter jadi kami balas menembak mereka," katanya melalui telepon.

Portal berita MizzimaDaily dan Kachinwaves juga melaporkan jatuhnya helikopter milik militer Myanmar. Sementara itu, seorang warga yang menolak disebutkan namanya mengatakan, empat orang tewas di rumah sakit setelah peluru artileri menghantam sebuah biara di desa dekat kota Moemauk.

Juru bicara militer belum memberikan tanggapan atas penembakan helikopter tersebut. Pada Ahad (2/5), pasukan keamanan Myanmar melepaskan tembakan ke arah demonstran dan menewaskan delapan orang.

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa puluhan ribu warga sipil telah meninggalkan rumah mereka, akibat pertempuran antara militer dan pemberontak etnis minoritas di wilayah perbatasan utara dan timur yang terpencil.  Konflik meningkat setelah para jenderal Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari, dan menggulingkan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 765 pengunjuk rasa sejak kudeta.  

Penyiar yang dikelola pemerintah dalam buletin berita utama pada Sabtu (1/5) malam memberikan rincian setidaknya terjadi 11 ledakan selama 36 jam sebelumnya. Ledakan sebagian besar terjadi di kota utama Yangon. Ledakan tersebut menyebabkan beberapa kerusakan tetapi tidak ada korban jiwa maupun luka.  "Beberapa perusuh yang tidak menginginkan stabilitas negara telah melemparkan dan menanam bom buatan tangan di gedung-gedung pemerintah dan di jalan umum," kata penyiar negara itu.

Media Khit Thit melaporkan, ledakan terjadi di luar barak polisi di Yangon pada Ahad pagi. Ledakan itu menyebabkan kendaraan terbakar, tetapi sejauh ini belum ada informasi mengenai korban.

Kemudian, sebuah ledakan dilaporkan terjadi lain di kota itu. Sebuah portal berita di Negara Bagian Shan di timur laut melaporkan, ledakan terjadi di luar rumah seorang pengusaha terkemuka.

Program Pembangunan PBB mengatakan, aksi protes dan pembangkangan sipil telah melumpuhkan ekonomi dan meningkatkan bencana kelaparan bagi warga miskin. Program Pembangunan PBB memperingatkan bahwa dampak pandemi dan krisis politik dapat menyebabkan 25 juta warga Myanmar jatuh ke dalam jurang kemiskinan pada 2022.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement