Senin 03 May 2021 12:19 WIB

OJK Catat Restrukturisasi Kredit Tembus Rp 808 Triliun

Peran restrukturisasi sangat menekan tingkat kredit bermasalah bank jadi 3,17 persen.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Pekerja Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memperlihatkan kue kacang (bakpia) khas Sabang yang telah dikemas di Gampong Jaboi, Kota Sabang, Aceh, Sabtu (1/5). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan restrukturisasi perbankan sebesar Rp 808,75 triliun.
Foto: ANTARA / Irwansyah Putra
Pekerja Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memperlihatkan kue kacang (bakpia) khas Sabang yang telah dikemas di Gampong Jaboi, Kota Sabang, Aceh, Sabtu (1/5). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan restrukturisasi perbankan sebesar Rp 808,75 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan restrukturisasi perbankan sebesar Rp 808,75 triliun. Posisi ini sudah turun dari akhir tahun lalu sebesar Rp 830,38 triliun.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan restrukturisasi terdiri dari 61,61 persen non-UMKM, dan 38,39 persen sisanya UMKM.

Baca Juga

"Baki restrukturisasi kredit dan jumlah debitur restrukturisasi perbankan terus turun. Peran restrukturisasi sangat menekan tingkat NPL dari perbankan sehingga mendukung stabilitas sektor jasa keuangan," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (3/5).

Tercatat rasio non performing loan (NPL) berada pada 3,17 persen, dengan rasio kecukupan modal 24,18 persen. Sebelumnya, OJK mengungkapkan industri sektor jasa keuangan siap membantu sektor pariwisata agar dapat pulih lebih cepat pada 2021.

“Salah satu dukungan OJK sektor pariwisata yakni pelaku usaha di industri horeka diperbolehkan untuk mendapatkan kredit modal kerja baru dari bank meskipun memiliki kredit yang telah direstrukturisasi,” ucapnya.

Menurutnya pertumbuhan kredit memang masih tumbuh minus diakibatkan pertumbuhan kredit-kredit besar yang tertahan. Namun demikian beberapa leading indicator menunjukkan sudah mulai ada tanda tanda pertumbuhan, sehingga sektor usaha harus mulai bersiap agar bisa tumbuh cepat terutama untuk perhotelan, kafe, dan restoran.

Wimboh menyebut sektor pariwisata seperti perhotelan menjadi prioritas pemulihan, terutama di Denpasar. OJK juga telah berkomunikasi dengan bank swasta dan Dirut Bank Himbara agar mulai mendata nasabahnya untuk mendapatkan modal kerja tambahan.

"Jadi ada pertanyaan, apakah yang direstrukturisasi boleh diberi kredit? Boleh, tidak ada larangan itu. Karena ada sementara pendapat tidak boleh diberi kredit," katanya.

Menurutnya pelaku usaha sektor pariwisata juga bisa mengambil kredit dengan tenor lebih dari satu tahun dengan mempertimbangkan kebutuhan industri. Demikian pula suku bunga kredit bisa lebih murah mengikuti tren penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK).

Maka itu, OJK akan terus melakukan monitoring terhadap penyaluran kredit modal kerja kepada pelaku usaha horeka sehingga sektor pariwisata bisa lebih cepat pulih pada tahun ini.

"Bahkan proses penjaminan dari Askrindo dan LPEI akan lebih mudah. Untuk itu kami harapkan ini segera bisa rolling kembali," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement