Ahad 02 May 2021 16:41 WIB

Ekonom: Jangan Andalkan Vaksinasi untuk Pulihkan Ekonomi

Upaya vaksinasi masih di beberapa daerah masih berjalan lambat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pekerja Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK mengikuti vaksinasi Covid-19 di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (27/4). Pemerintah diminta untuk tidak mengandalkan program vaksinasi sebagai satu-satunya jalan dalam proses pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi virus corona.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK mengikuti vaksinasi Covid-19 di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (27/4). Pemerintah diminta untuk tidak mengandalkan program vaksinasi sebagai satu-satunya jalan dalam proses pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk tidak mengandalkan program vaksinasi sebagai satu-satunya jalan dalam proses pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi virus corona. Ekonom Center of Reform on Economics, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, program vaksinasi menjadi sangat penting ini.

Namun, itu tidak menghilangkan peluang bagi masyarakat untuk tetap terpapar virus karena fungsi vaksin hanya untuk menurunkan risiko penularan. Menurut Yusuf, hal yang masih harus diutamakan pemerintah yakni upaya  pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) yang harus diperbesar kapasitasnya.

Baca Juga

"Pemerintah tidak boleh hanya andalkan vaksinasi tapi selaraskan dengan kapasitas 3T. Kalau hanya andalkan vaksinasi ini berbahaya, apalagi ada varian baru virus yang baru masuk dari India," kata Yusuf kepada Republika.co.id, Ahad (2/5).

Lebih lanjut, Yusuf menilai, upaya vaksinasi di beberapa daerah juga masih lambat di tengah risiko penularan Covid-19 yang masih tinggi. Vaksin yang tersedia saat ini juga belum diketahui jelas soal kemampuannya membendung varian-varian virus yang baru.

"Masyarakat juga tidak boleh lengah untuk menerapkan protokol kesehatan, sanksi yang ada pun harus konsisten diterapkan pemerintah. Dulu ketat, tapi sekarang relatif agak longgar," kata Yusuf.

Pada kuartal I 2021, Yusuf menilai laju pertumbuhan perekonomian kemungkinan masih berada di kisaran -0,5 persen hingga -1 persen. Ia mengatakan, berbagai indikator seperti Indeks Keyakinan Konsumen dan Purchasing Managers Index memang cukup positif.

Namun, indikator lainn seperti Indeks Penjualan Riil, serta inflasi yang masih rendah mencerminkan pertumbuhan ekonomi masih ada pada level minus. "Pergerakan pada awal Januari lalu juga relatif terbatas karena ada aturan PPKM meskipun akhirnya dilonggarkan itu belum mampu untuk mendongkrak pergerakan secara keseluruhan," ujarnya.

Adapun pada kuartal II tahun ini, pihaknya memproyeksikan laju pertumbuhan kemungkinan besar akan mulai masuk pada level positif namun masih pada angka di bawah 5 persen. Hal itu salah satunya didorong oleh konsumsi pemerintah yang meningkat serta bantuan-bantuan pemerintah yang relatif lebih banyak.

Meski pemerintah melarang mudik pada momen lebaran kali ini, ia menilai, konsumsi rumah tangga pasti akan jauh lebih baik dari tahun lalu. Selain itu, tingkat belanja masyarakat yang tak bisa mudik juga tetap akan terkompensasi seperti misalnya untuk kegiatan wisata dalam kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement