Nostalgia Tradisi Ramadhan di Lebanon yang Terhalang Covid

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil

Jumat 30 Apr 2021 13:00 WIB

Nostalgia Tradisi Ramadhan di Lebanon yang Terhalang Covid. Foto: Seorang pedagang memajang sayuran untuk persiapan Ramadhan di sebuah pasar di Beirut, Lebanon, Senin, 12 April 2021. Foto: AP/Hassan Ammar Nostalgia Tradisi Ramadhan di Lebanon yang Terhalang Covid. Foto: Seorang pedagang memajang sayuran untuk persiapan Ramadhan di sebuah pasar di Beirut, Lebanon, Senin, 12 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan tahun ini memang menjadi ujian bagi setiap Muslim diberbagai belahan dunia. Pandemi Covid-19 telah membuat banyak hal tidak bisa dilakukan selama Ramadhan tahun ini. Seorang jurnalis Kuwait Times, Sahar Moussa membagikan kisahnya menjalani Ramadhan di tengah Pandemi.

Melalui tulisannya, Sahar menjelaskan sejak kecil ia biasanya mendengar keriuhan orang-orang yang bertugas membangunkan sahur ketika Ramadhan. Kala itu ia masih tinggal di Lebanon. Di sana  orang yang bertugas membangunkan sahur disebut Mesaharati.

Baca Juga

Mereka rela tidak tidur agar dapat tepat waktu membangunkan masyarakat lainnya untuk sahur. Sahar pun masih sangat ingat pukulan drum yang ditabuh para Mesaharati yang cukup keras untuk membangunkan orang-orang. Para Mesaharati akan berkeliling dengan mengenakan pakaian tradisional dan mengetuk pintu rumah satu per satu dan mengingatkan warga untuk sahur. Menurut Sahar tradisi itu kini semakin memudar.

"Saat ini, tradisi ini mulai memudar, saya masih bisa mendengar suaranya dan tabuhan genderang, tetapi hanya sebagai kenangan nostalgia dari masa kecil saya," kata Sahar seperti dilansir Kuwait Times pada Jumat (30/4).

Sahar mengaku dirinya begitu menghargai momen ketika seluruh anggota keluarga berkumpul di meja untuk berbuka puasa. Ia bisa menemukan makanan-makanan tradisional dan bersama keluarga hingga larut malam. Biasanya dalam buka puasa ada hidangan khusus seperti kurma, kentang goreng, sup dan lemak sebagai pembuka, tiga jenis hidangan utama, gillab atau qamr al-deen yaitu minuman yang biasanya dibuat hanya di bulan Ramadhan dan qatayef dengan krim atau kallag yaitu manisan yang juga terkait dengan Ramadhan sebagai makanan penutup.

Baca juga : Waspada Ganasnya Gelombang Kedua Covid

"Saya merindukan hari-hari ketika keluarga biasa berbicara, berdiskusi, dan membuat lelucon selama buka puasa, ketika hidup santai dan bebas stres. Dekorasi warna-warni dan menarik, lampu menakjubkan dan menyilaukan yang menerangi awal hingga akhir lingkungan, dan suara anak-anak yang bermain dengan gembira di luar ruangan. Ini adalah kenangan yang saya bawa dari negara kelahiran saya, Lebanon," katanya.

Sahar menceritakan ketika dirinya datang ke Kuwait ia diperkenalkan dengan tradisi Ramadhan yang baru dan unik seperti graish atau pesta pra-Ramadhan ketika anggota keluarga dan tetangga berkumpul sebelum awal puasa, Girgian yaitu ditandai pada malam ke-13, 14 dan 15 Ramadhan ketika anak-anak bermain untuk mengumpulkan permen dan kacang-kacangan di sekitar lingkungan, dan ghabqa yaitu pertemuan keluarga dan teman di malam bulan Ramadhan.

Di Kuwait, Sahar juga mengenal makanan seperti tashreeb yaitu hidangan paling penting di Kuwait yang terbuat dari roti, kentang, daging, dan sayuran dan tentu saja, Vimto. Wanita juga tampil menarik untuk mengenakan daraas (abaya) terbaik mereka selama kunjungan keluarga dan teman.

"Jauh sebelum Covid 19 tradisi dan adat istiadat ini dipraktikkan. Sayangnya, pandemi tahun lalu membuat orang tidak bisa berkumpul dengan mudah dan merayakan tradisi yang menjadi bagian dari suasana Ramadhan," katanya.

Ia menjelaskan pada tahun-tahun sebelum Covid-19, orang-orang biasa memberi selamat satu sama lain atas kedatangan Ramadhan secara langsung atau dengan telepon langsung. Namun kondis saat ini jauh berbeda.

"Setelah revolusi teknologi mengambil alih kehidupan sosial kami dan kami mulai saling mengirim pesan dan salam digital. Seolah revolusi ini tidak cukup untuk membuat orang menjauh, pandemi tiba untuk memutuskan tali terakhir hubungan antar manusia. Saya tahu bahwa inti dari bulan suci Ramadhan adalah puasa, sholat, taqwa, amal dan introspeksi diri. Tetapi ini juga tentang pertemuan keluarga, menegaskan kembali ikatan dan mengumpulkan kenangan yang tak terlupakan," katanya.