Kamis 29 Apr 2021 17:51 WIB

Mempertanyakan Indriyanto Seno Adji Jadi Anggota Dewas KPK

Indriyanto dipilih Jokowi menjadi anggata Dewas KPK menggantikan almarhum Artidjo.

Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji menyampaikan konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Indriyanto menandatangani pakta integritas setelah dilantik Presiden Joko Widodo sebagai anggota Dewas KPK menggantikan Artidjo Alkostar yang wafat pada Februari lalu.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji menyampaikan konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Indriyanto menandatangani pakta integritas setelah dilantik Presiden Joko Widodo sebagai anggota Dewas KPK menggantikan Artidjo Alkostar yang wafat pada Februari lalu.

REPUBLIKA.CO.ID,

Demi Allah saya bersumpah dengan bersungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas ini langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga. Saya bersumpah bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.”

Baca Juga

Sumpah itu diucapkan oleh Indriyanto Seno Adji saat dirinya dilantik menjadi anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang baru di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/4) sore. Indriyanto dipilih oleh Jokowi untuk menggantikan almarhum Artidjo Alkostar.

Di kalangan pegiat antikorupsi, pemilihan Indriyanto oleh Jokowi sebagai anggota Dewas KPK dipertanyakan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku meragukan komitmen pemberantasan korupsi Indriyanto jika menilik pada rekam jejaknya selama ini.

"Indriyanto sempat menjadi kuasa hukum pelaku korupsi, yakni mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh dan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani H Rais. Bahkan, ia juga pernah menjadi kuasa hukum mantan Presiden Soeharto," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Kamis (29/4).

Kurnia melanjutkan, alasan lainnya adalah Indriyanto dikenal sebagai figur yang cukup intens menggaungkan revisi UU KPK yang dinilai sebagai sumber pelemahan lembaga antirasuah saat ini. Kurnia mengungkapkan, Indriyanto juga tidak mengindahkan kepatuhan laporan LHKPN ketika menjadi panitia seleksi pimpinan KPK.

"Semestinya ia memahami bahwa LHKPN merupakan standar untuk menilai integritas dari setiap penyelenggara negara," katanya.

Kurnia juga mengungkit Indriyanto yang pernah menolak usulan kalangan masyarakat sipil agar presiden mengeluarkan Perppu pembatalan UU KPK versi revisi. Indriyanto saat itu menolak dengan dalih belum ada kegentingan yang mendesak.

"Bahkan tatkala tiga pimpinan KPK kala itu mengajukan uji materi, Indriyanto pun turut mengomentari dengan menyebut tindakan tersebut tidak etis," katanya.

Kurnia menambahkan, Indriyanto juga sempat menyebutkan bahwa pembentukan TGPF penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tidak dibutuhkan. Padahal, sambing dia, hingga saat ini penuntasan kasus tersebut masih mengambang.

Kurnia mengungkapkan, Indriyanto sempat mengatakan bahwa dirinya tidak sepakat jika KPK mengambil alih penanganan perkara korupsi Djoko Tjandra. Dia mengatakan, Indriyanto saat itu menyebutkan bahwa KPK cukup melakukan koordinasi dan supervisi saja.

"Sampai saat ini perkara Djoko Tjandra belum sepenuhnya klir diungkap oleh kepolisian dan Kejaksaan Agung," katanya.

Kurnia mengatakan, keraguan itu juga datang dari komentar Indriyanto perihal hilangnya nama-nama politikus dalam surat dakwaan bansos. Dia melanjutkan, Indriyanto kala itu membenarkan langkah KPK tidak memasukkan nama-nama politius tersebut meskipun mereka memiliki peran dan pengetahuan terkait pengadaan paket bansos.

ICW juga menilai Indriyanto cenderung mentolerir pelanggaran etik. Hal itu terlihat saat Indriyanto menjadi Panitia Seleksi Pimpinan KPK dan meloloskan figur pelanggar etik menjadi pimpinan KPK.

"Sehingga, melihat hal itu, bagaimana ia bisa menegakkan kode etik KPK ketika menjadi Dewan Pengawas, jika ia saja mengabaikan pelanggaran etik?" katanya.

In Picture: Perkenalan Dewan Pengawas KPK Pengganti Artidjo Alkostar

photo
Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean (kanan) didampingi Anggota Dewas Indriyanto Seno Adji (tengah) dan Ketua KPK Firli Bahuri mengepalkan tangan seusai konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Indriyanto menandatangani pakta integritas setelah dilantik Presiden Joko Widodo sebagai anggota Dewas KPK menggantikan?Artidjo Alkostar yang wafat pada Februari lalu. - (ANTARA/Sigid Kurniawan)

 

 

 

Pakta Integritas

Indriyanto Seno Adji hari ini menandatangani pakta integritas sebagai anggota Dewas KPK. Dia dilantik sebagai anggota dewas menggantikan Artidjo Alkostar yang meninggal dunia pada akhir Februari lalu.

"Bersedia mematuhi dan melaksanakan segala cara dan sungguh-sungguh memperkuat perundang-undangan dan kode etik pegawai KPK," kata Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Kamis (29/4).

Dia juga mengaku bersedia menghindari konflik kepentingan dalam melaksanakan tugas sebagai anggota dewas KPK. Indriyanto juga berkomitmen untuk mematuhi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Dia bersedia diproses sesuai ketentuan yang berlaku apabila selama bekerja sebagai dewas KPK ditemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan. Dia juga mengaku siap menerima sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.

"Apabila saya melanggar pasal yang telah saya baca pada pakta integritas ini saya bersedia diberikan sanksi moral, administrasi dan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.

Indriyanto mengakui dirinya ikut berperan membidani kelahiran Dewas KPK. Ia pun mengakui bahwa dirinya adalah pendukung revisi UU KPK.

"Memang saya mendukung (revisi UU KPK), saya secara akademis diminta pendapat mengenai revisi UU KPK, tapi pertanyaan pertama saya waktu itu kepada tim informal adalah 'Kalau Anda datang tujuannya mengeliminasi terhadap Tupoksi KPK saya tidak beri pendapat, tapi kalau tujuan untuk melakukan penguatan dan membangun kinerja KPK, silakan," kata Indriyanto.

Menurut Indriyanto, lahirnya Pasal 37 B ayat (1) dalam UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK, juga memuat masukan yang ia berikan kepada tim pembentuk revisi UU. Dia menjelaskan, dewan atau institusi pengawasan yang berada di luar dari struktur kelembagaan atau pengawas eksternal, pada umumnya kalau dipraktikkan sebagai lembaga pencabut nyawa itu sendiri.

Namun, ia menegaskan, menegaskan bahwa dewas bukan lembaga pencabut nyawa KPK. Dia menegaskan, keberadaan dewas guna membangun adanya kelemahan dalam teknis operasional KPK.

"Dewas jangan dianggap sebagai pencabut nyawa KPK," kata Indriyanto.

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean juga kembali mengatakan bahwa institusi yang dia pimpin tidak akan menjadi halangan bagi KPK dalam menjalankan tugas mereka. Dia mengatakan, keberadaan dewas adalah untuk memperkuat KPK dalam menjalankan tugas dan wewenang mereka.

"Kami sudah berkomitmen mendukung sepenuhnya apa yang akan dilakukan oleh pimpinan KPK termasuk pejabat struktural dalam pemberantasan korupsi," katanya.

Tumpak mengatakan, dewas akan memberikan jaminan akuntabilitas, kepastian hukum, memberikan penghormatan HAM dan menjamin kepentingan umum terhadap apa yang dilakukan oleh KPK. Dia melanjutkan, dewas memberikan ruang sepenuhnya terhadap tugas KPK sehingga apa yang dilakukan sesuai dengan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang akuntabilitas, transparansi, proporsional dan penghontan HAM.

Tumpak juga membantah anggapan bahwa keberadaan dewas telah menghambat kinerja KPK. Dia mengungkapkan, ada sebagian masyarakat yang menilai bahwa dewas memperpanjang prosedur pemberantasan korupsi.

"Saya pikir tidak benar semua. Satu tahun keberadaan dewas ini saya tidak pernah merasakan seperti itu. Saya tidak pernah merasakan apa yang dilakukan ini akan menjadi hambatan. Saya pikir suara-suara miring di luar itu tidak benar, tidak sesuai dengan faktanya," katanya.

Ketua KPK Firli Bahuri mengharapkan kehadiran Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewas KPK mendukung semangat pemberantasan korupsi. Ia menyatakan, tidak akan pernah bosan meminta nasihat dari Dewas KPK.

"Kami berharap kehadiran bapak akan mendukung semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK sehingga suatu saat negara kita betul-betul bersih dari praktik-praktik korupsi," kata Firli.

 

photo
KPK - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement