Kamis 29 Apr 2021 01:20 WIB

Menelusuri Sejarah Alquran Braille di Indonesia

Mushaf Standar Braille tidak terlepas dari sejarah penyalinan Al Qur’an Braille.

Rep: Mabruroh/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah penyandang disabilitas netra membaca Alquran braille di Yayasan Al Hikmah, Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Ahad (18/4).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Sejumlah penyandang disabilitas netra membaca Alquran braille di Yayasan Al Hikmah, Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Ahad (18/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran Braille merupakan mushaf atau lembaran-lembaran ayat Alquran yang khusus diperuntukkan bagi penyandang tunanetra. Dengan mengandalkan jari jemari, mereka akan meraba huruf demi huruf dalam lembaran Alquran Braille.

Dilansir dari situs Lajnah Kementerian Agama RI, Rabu (28/4), Alquran Braille adalah salah satu varian Mushaf Standar Indonesia yang ditulis dengan simbol Braille dan telah dibakukan serta diperuntukkan bagi para tunanetra atau orang-orang yang mempunyai gangguan penglihatan. Kode Braille terbentuk dari 6 titik timbul yang tersusun dalam dua kolom berbentuk empat persegi panjang dan masing-masing kolom berisi 3 titik seperti susunan dalam kartu domino.

Baca Juga

Kehadiran Mushaf Standar Braille tidak terlepas dari sejarah penyalinan mushaf Al-Qur’an Braille di Indonesia yang perkembangannya melewati beberapa fase, yaitu fase duplikasi, adaptasi dan standarisasi. Fase duplikasi dimulai setelah seorang tunanetra asal Yogyakarta, Supardi Abdushomad (w. 1975), berhasil mengungkap sistem tulisan yang digunakan dalam Al-Qur’an Braille Yordan yang diterimanya dari seorang pegawai Departemen Sosial pada 1963. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement